Wednesday, September 21, 2016

Qadisiyah 9


Kemenangan Pasukan Muslim / Qadisiyah 9
Paginya Sa’ad terlihat lega mengetahui pada perang malam itu pasukannya yang unggul, malam banjir darah itu dikenal dengan nama “Lailatul Harir” atau Malam yang Geram. Pasukan ini sudah 24 jam bertempur tapi tidak ada tanda-tanda mereka mau beristirahat, Terlihat Qa’qa sudah mengumpulkan lagi pasukannya, kemudian dia berpidato : ‘Kemenangan dalam pertempuran sebentar lagi ini ditangan pihak yang mendahului, Sabarlah sebentar, lalu kita menyerang lagi, kemenangan ditangan orang yang sabar dan tabah”.

Kemudian didahului dengan sekelompok perwira, gelombang Pasukan Muslim memasuki wilayah markas Pasukan Persia, gelombang pasukan ini terbagi 3 bagian, sayap kiri dan kanan serta tengah yang dikomandoi langsung oleh Qa’qa bin Amr. Pertempuran berlangsung sengit, saat terdengar azan zuhur terlihat Pasukan  Persia sudah kacau balau, Fairuzan dan Hormuzan di sayap kiri dan kanan sudah terdesak mundur, Pasukan Qa’qa sudah sampai didepan tenda Rustum, tetapi Rustum sudah melarikan diri bersama beberapa keledai yang membawa barang-barangnya. Hilal bin Al-qamah melihat dan kemudian mengejarnya, jatuh bangun Panglima Persia ini sebelum akhirnya tersungkur di sungai, segera Hilal menghampiri dan menebas lehernya, berakhirlah sepak terjang Panglima Persia yang ditakuti ini ditangan Hilal bin Al-qamah. Melihat panglimanya terbunuh, Jalinus menyerukan agar pasukannya mundur lewat bendungan yang melintasi sungai, akan tetapi bendungan tersebut runtuh dan menimbun 30.000 Pasukan Persia yang melintas diatasnya. Tercerai berailah Pasukan Persia, sisa pasukan yang ada mundur dan melarikan diri. Atas perintah Sa’ad, disebarlah pasukan pengejar agar sisa Pasukan Persia tidak dapat berkumpul lagi, Qa’qa dan Syurahbil memimpin pengejaran disusul pula oleh Zuhrah At-Tamimi beserta pasukannya. Sisa Pasukan Persia yang ditemukan sebagian besar ditawan dan sebagian lagi terbunuh karena melakukan perlawanan.

Berakhir sudah satu episode perang yang Maha Dahsyat dengan kemenangan ditangan Pasukan Muslim. Selama berbulan-bulan seluruh Jazirah menantikan akhir perang ini, dari Uzaib sampai ke Aden Abyan, dari Abella sampai Baitul Mukadas (Yerusalem). Berita gembira tersebut mengharu biru ditanah Arab, Hancurnya Persia adalah bukti Kebesaran Allah Azza wa Jalla, Imperium Majusi tersebut akhirnya runtuh ditangan Sa’ad dan teman-temannya, setelah selama ratusan tahun menguasai tanah-tanah di Jazirah bergantian dengan Imperium Romawi.

Catatan;
Perang Qadisiyah tidak berhenti di Qadisiyah saja, sejarah mencatat Pasukan Persia selanjutnya dikejar sampai ke Mada'in (Ibukotanya) bahkan terdorong jauh sampai ke daerah Samarkand sekarang.

Perang ini tidaklah terlalu populer dikalangan Sejarawan Islam saat ini, karena dipicu oleh sikap Chauvinism Pan Arabic, dalam konteks yang sama Sejarawan Islam juga melupakan Perang Hittin, yaitu perang dimana Salahuddin Al Ayyubi (Saladin) menghancurkan Pasukan Salib dan membebaskan Yerusalem. Kedua perang tersebut di motori oleh “bukan Arab”, dimana Musanna Bin Harisah adalah orang Bahrain dan Salahuddin adalah orang Kurdi.  Betapa sedih kita melihat bahwa yang mengangkat Perang Hittin ke layar lebar dengan judul “Kingdom of Heaven” bukanlah "kita".

Salah satu sebab mereka dilupakan juga adalah simpul persaudaraan yang luar biasa, Pasukan Musanna bin Harisah merupakan pasukan campuran Muslim dan Nasrani, sementara Salahuddin Al Ayyubi menunjukkan kebesarannya dengan mengampuni sisa Pasukan Salib dan membiarkan mereka keluar dari Yerusalem dengan aman, padahal sejarah mencatat saat mereka memasuki Yerusalem, banjir darah didalam kota bagaikan anak sungai yang merupakan darah Muslim dan Yahudi.

Allhu’alam bissawab
Barakallahu liwalakum, wassalamualaikum wr wb

Taken from                         :  Umar Ibn Khattab by Muhammad Husain Haekal
Translate by                       :  Ali Audah

Edit & Re-touch by          :  Ilalang

Qadisiyah 8


Perang Hari Ketiga “Amas” / Qadisiyah 8

Pagi Hari Ketiga kembali kedua pasukan ini sibuk membereskan jenazah rekan-rekannya, 2.000 Pasukan Muslim syahid, sementara 10.000 Pasukan Persia tewas pada perang Hari Kedua tersebut. Saat Fajar terlihat Qa’qa berdiri dibelakang pasukannya, tidak lama seorang berkuda datang menghampirinya mengabarkan bahwa induk pasukannya 5.000 prajurit yang dimobilisasi dari Damsyik dipimpin Hasyim bin Utbah telah sampai. Hasyim bin Utbah sendiri yang memimpin pasukan bantuan ini maju kedepan didampingi Qais bin Hubairah. Pasukan Persia sendiri juga telah mendapatkan bantuan Pasukan Pengawal Istana yang dikirimkan oleh Kisra untuk membantu Rustum, Pasukan Gajah yang tidak banyak berperan akibat porak poranda saat Hari Pertama kini telah siap maju kembali ke pertempuran. Kedua pasukan kini dilanda semangat yang sangat tinggi karena kesiapan masing-masing pihak dan datangnya bala bantuan.

Perang berlangsung sengit, Pasukan Gajah Persia dan Pasukan Berkuda Muslim silih berganti maju dan mundur, tampak Pasukan Muslim mulai tercerai berai dihantam Pasukan Gajah, Sa’ad bertanya kepada tawanan Persia yang berada dalam tahanannya bagaimana cara menghadapi gajah, mereka menjawab, kelamahannya pada mata dan belalainya. Kemudian dia mengirimkan pesan kepada Qa’qa dan Asim : “wakililah saya mengahadapi Gajah Putih itu, serang mata dan belalainya”. Segera Qa’qa dan Asim turun dari kudanya menghampiri Gajah Putih, Qa’qa menancapkan tombak pada matanya sementara Asim menebas belalainya. Sontak gajah tersebut berteriak kesakitan, berbalik mundur mengamuki Pasukan Persia dibelakangnya, kemudian menceburkan diri ke sungai. Melihat itu Pasukan Muslim memakai cara yang sama untuk menghadapi Pasukan Gajah, terlihat Pasukan Gajah mengamuk diantara Pasukan Persia, menghajar semua yang ada didekatnya sebelum akhirnya menceburkan diri ke sungai dan mati atau lari tak tentu arah. Tanpa Pasukan Gajah ternyata Pasukan Persia tetap semangat, mengingat mereka masih unggul dalam jumlah pasukan, demikian peperangan kembali berlangsung dengan sengit, debu mengepul menutupi medan perang, sudah tak jelas lagi mana yang menang dan yang kalah,  peperangan terus berlangsung sampai menjelang malam. Pertempuran Hari Ketiga ini dikenal dengan Pertempuran Amas.


Menjelang malam, Sa’ad memerintahkan Tulaihah dan Amr dengan membawa pasukan kecil untuk memeriksa bagian sungai yang dangkal, mengantisipasi kalau ada pasukan Persia yang menyusup, sampai disana mereka tidak menemukan siapa-siapa, Tulaihah tergoda begitu melihat Markas Pasukan Persia, sebelumnya dia pernah menyusup sendirian dan berhasil. Mengambil tempat dibelakang markas, Tulaihah bertakbir 3 kali, mendengar takbir tersebut Pasukan Persia segera menyusun barisan dan menyangka Pasukan Muslim menyerang. Pergerakan pada malam itu terlihat oleh Qa’qa, tanpa minta izin pada Sa’ad, dia memimpin pasukannya bergerak kearah Tualihah. Sa’ad melihat hal tersebut dari kejauhan dan seketika berdoa : “Allahuma Ya Allah, ampuni dia, berikan pertolongan kepadanya. Sudah kuizinkan dia walaupun dia tidak minta izin kepadaku”. Tak lama Sa’ad memohonkan pengampunan untuk mereka semua dan bertakbir 3 kali, bergeraklah berturut-turut pasukan Banu Asad, Banu Nakha’, Banu Bajilah dan Kabilah Kindah, api peperangan segera berkobar disekitar Qa’qa, gemerincing pedang dan teriakan bercampur baur dikegelapan, semakin malam semakin dahsyat, tidak ada satupun pasukan yang tidur pada malam itu sampai pagi menjelang dimana pasukan sudah kembali ke kabilah masing-masing.

bersambung.........................................

Qadisiyah 7


Perang hari kedua “Agwas” / Qadisiyah 7

Pagi harinya, kedua pasukan terlihat sibuk mengurus dan mengubur jenazah pasukan yang terbunuh. Sementara kedua pasukan sedang sibuk, dari kejauhan terlihat 1.000 pasukan yang dipimpin oleh Qa’qa bin Amr at-Tamimi, pasukan ini adalah bagian terdepan dari 6.000 pasukan pimpinan Hasyim bin Utbah yang diperintahkan oleh Khalifah untuk membantu Sa’ad setelah mereka berhasil membebaskan Damsyik dari Pasukan Romawi. Pasukan ini sampai di Qadisiyah sebelum pertempuran hari kedua dimulai, Qa’qa  melaporkan kedatangannya kepada Sa’ad sambil memberi salam. Kemudian dia masuk ke barisan terdepan pasukan saat pasukan sudah berhadap-hadapan, kemudian dengan lantang ia berteriak : “siapa yang akan bertarung!!”. Terlihat seorang Pengawal Istana Persia maju dengan berteriak pula : “saya Bahman Jadhuweh”. Melihat tantangannya diterima Qa’qa memacu kudanya sambil menghunus pedang dan berteriak : “Pembalasan atas Abu Ubaid, Salit dan rekan-rekannya dalam Pertempuran Jembatan!!!”. Tidak lama kemudian Bahman pun tersungkur tewas diujung pedang Qa’qa.


Semangat Pasukan Muslim semakin tinggi melihat sepak terjang Pasukan Qa’qa yang mengamuk, mereka baru saja menghancurkan pasukan Romawi di Damsyik, ketangguhannya sungguh luar biasa, sebaliknya Pasukan Persia menjadi semakin kecut melihat bala bantuan Pasukan Muslim bagai tak ada habis-habisnya. Sungguh luar biasa sepak terjang pahlawan-pahlawan Islam ini, Qa’qa dan Haris bin Zubyan dan lain lain, siapapun yang berada didekatnya bertumbangan, melihat hal tersebut Mihjan As-Saqafi yang sedang berada dalam tahanan Sa’ad tidak tahan untuk ikut terjun, ia memohon pada Sa’ad untuk dibebaskan agar ikut perang tapi ditolak, iapun pergi ke Salma istri Sa’ad agar dibebaskan dan dipinjamkan kuda dengan janji bila kembali ia akan memasang sendiri belenggu tahanannya. Salma akhirnya mengabulkannya, ia dibebaskan dari belenggu dan dipinjamkan Balqa kuda milik Saad. Dalam sekejap ia melesat memasuki kancah pertempuran, semua Pasukan Persia yang dilalui dan berada didekatnya tumbang bersimbah darah, orang-orang menyangka bahwa ia tentulah salah satu teman Qa’qa dari Pasukan Hasyim bin Utbah, tidak ada yang mengira bahwa ia adalah Mihjan As-Saqafi salah satu Ksatria Arab yang berada dalam tahanan Sa’ad karena pernah ikut melemahkan pasukan Islam dengan mengejek Panglimanya saat sakit. Sampai-sampai Sa’ad yang melihat dari kejauhan bergumam : “ seandainya Mihjan tidak dalam tahananku saat ini, tentulah yang berperang itu Mihjan dengan kudaku Balqa”. Setelah selesai hari itu, ia kembali ketempta semula, memasang kembali belenggu dikakinya. Sa’ad masih penasaran, ketika ia melihat kudanya basah oleh keringat, ia bertanya kepada Salma istrinya dan Salma menceritakan kejadiannya, betapa gembira Sa’ad mendengarnya dan hari itu juga Mihjan dibebaskan. Pertempuran Hari Kedua ini dikenal dengan Pertempuran Agwas.

bersambung.................................

Qadisiyah 6


Perang Hari Pertama “Armas” / Qadisiyah 6


Perang besar inipun dimulai, setelah Takbir Pertama, Takbir Kedua dan Takbir Ketiga, melesatlah Galib bin Abdullah Al-Asadi menuju pasukan musuh sambil melantunkan puisi kepahlawanan, berbarengan dengan itu melesat pula Asim bin Amr juga dengan mendendangkan puisi perang memilih lawan tandingnya. Galib berhasil menawan Raja Ormizd yang menghadapinya dan Asim menghancurkan pasukan  perbekalan Persia dan menarik sejumlah perbekalan ke wilayah Pasukan Muslim. Takbir keempat dikumandangkan oleh Sa’ad, seluruh Pasukan Muslim bergerak maju, Amr bin Ma’di Karib mengerahkan pasukannya dalam 2 bagian menembus Pasukan Persia, sementara Banu Bajilah dipimpin Jarir bin Abdullah mengamuk sampai Persia melepaskan 13 ekor gajahnya untuk menyerang mereka, melihat kondisi mereka terdesak Sa’ad memerintahkan Banu Asad untuk melindungi mereka. Segera mereka maju dipimpin Tulaihah bin Khuwailid menyerang pasukan gajah, akan tetapi gajah-gajah itu datang lagi menyerang mereka bagai tak ada habisnya, melihat itu Sa’ad memanggil Asim bin Amr, katanya : “kalian Banu Tamim, adalah ahli dalam soal kuda dan unta, apa usul kalian dalam menghadapi pasukan gajah”. Ya, memang jawab mereka, segera Asim memanggil pasukan panah, kemudian dia bersama pasukannya membelakangi pasukan gajah, memotong pelananya sambil terus dihujani dengan panah. Gajah-gajah itu melengking tinggi dan terhempas ke tanah tewas bersama pengemudinya. Kabilah Asad dan Bajilah akhirnya terbebas dari pasukan gajah, setelah lebih dari 500 orang dari Banu Asad terbunuh. Pertempuran hari pertama ini terlihat cukup menggenaskan, Pasukan Persia dengan gajahnya menghabisi cukup banyak Pasukan Muslim dan perang terus berlangsung walau Matahari sudah terbenam. Pertempuran Hari Pertama ini dikenal dengan Pertempuran Armas.

bersambung.....................................

Qadisiyah 5


Tiba di Qadisiyah / Qadisyah 5

Kisra (Kaisar Persia) kemudian mengutus Rustum Panglimanya yang bergerak menuju Qadisiyah dengan membawa 120.000 orang prajurit, termasuk didalamnya Panglima-panglima Persia yang sudah terkenal seperti Hormuzan, Mehran dan Jalinus beserta 33.000 gajah perang. Selama 4 bulan lamanya Pasukan Rustum bergerak perlahan dari Mada’in menuju Qadisiyah, dalam masa itu pula terdapat gangguan dari beberapa prajurit Muslim seperti Tulaihah bin Khuwailid yang melakukan aksi solo menembus markas Pasukan Persia yang berjarak 2 farsakh (16 Km) dan dihuni 70.000 Pasukan Persia, membakar beberapa tenda, mengambil beberapa kuda dan kemudian kembali ke Markas Pasukan Muslim.

Akhirnya tibalah masa 2 pasukan ini berhadap-hadapan, setelah 3 kali secara bergantian masing-masing utusan melakukan negosiasi akan tetapi ketiga menemukan jalan buntu, Persia bersikukuh untuk tidak menerima Islam dan tidak mau membayar jizyah (denda), maka tinggal pilhan terakhir saja yaitu Perang. Posisi kedua pasukan ini hanya dihalangi oleh Sungai Atiq, di posisi Pasukan Muslim terdapat Parit Shapur disebelah Kanan dan Gurun Sahara membentang di belakangnya.

Sebagaimana perang-perang terdahulu, Rustum mengirim utusan kepada Pasukan Sa’ad yang menyatakan “kalian yang akan menyeberang atau kami yang akan menyeberang”. Pasukan Muslim dibawah Pimpinan Sa’ad bin abi Waqqas sudah mendengar cerita Perang Jembatan dan gugurnya Abu Ubaid, maka mereka memilih tetap ditempat dan mempersilahkan Pasukan Persia untuk menyeberang. Segera Rustum memerintahkan pasukannya untuk menimbun Sungai Atiq dan melalui timbunan tersebut, Pasukan Persia perlahan menyeberang menghampiri pasukan Muslim. Tidak terlalu lama kedua pasukan sudah berhadap-hadapan bersiap-siap untuk memulai sebuah perang yang maha dahsyat yang pernah terjadi pada masa itu, 36.000 Pasukan Muslim akan bertempur habis-habisan karena bila mereka gagal, tidak ada yang tahu kapan mereka dapat kembali lagi menggempur Persia yang ratusan tahun menjajah tanah mereka. 120.000 Pasukan Persia dengan 33.000 Gajah Perang bersenjata lengkap juga akan berperang habis-habisan, karena jika mereka gagal dipastikan Mada’in ibukota mereka akan disapu Pasukan Muslim dan berakhirlah Masa Kekaisaran mereka.


Saat itu Sa’ad bin abi Waqqas sedang kambuh penyakit punggungnya, dengan memakai tandu, panglima hebat ini berkeliling memeriksa pasukannya dan dia menulis surat yang dibacakan oleh pendampingnya  : “saya mengangkat Khalid bin Urfatah menggantikan saya memimpin kalian, kalau tidak karena penyakitku ini kambuh, sayalah yang akan memegang pimpinan. Saya sekarang tertelungkup tapi hati saya bersama kalian. Ikutilah perintahnya, patuhilah dia. Segala yang diperintahkannya itu atas perintah saya”. Kemudian Sa’ad melanjutkan dengan berpidato mengutip Al-Quran, Surat Al-Anbiyya : 105 “Dan sungguh telah kami tulis didalam Kitab Zabur sesudah Lauhil Mahfuz, bahwasanya bumi ini akan diwarisi oleh hamba-hambaku yang sholeh”. Sebuah ayat yang memicu adrenalin Pasukan Muslim, dengan teriakan “ambil janji Allah, ambil warisan kalian” segera gema takbir berkumandang menggetarkan jantung Pasukan Persia.

bersambung..................................

Qadisiyah 4


Musana Wafat dan Sa’ad bin Abi Waqqas / Qadisiyah 4

Setelah mencapai Sungai Tigris, Musanna menarik pasukannya mundur kembali untuk menyusun kekuatan, tujuan selanjutnya adalah membebaskan Mada’in dan tentunya ini tidak mudah. Pasukan Persia sedang menghimpun kekuatan besar untuk menahannya, mereka belajar dari rentetan kekalahan yang dideritanya dari Pasukan Jazirah. Musanna mengirim surat kepada Khalifah Umar dan melaporkan tentang rencananya serta persiapan Pasukan Persia yang diketahuinya.

Khalifah mengirimkan bala bantuan, pasukan yang dipimpin oleh seorang “sahabat” yaitu Saad bin Abi Waqas (muslim pertama yang melepaskan anak panah dalam jihad) yang membawa surat dari Khalifah yang menunjuknya sebagai Panglima. Saad sempat tinggal beberapa hari, bersama Musanna dan karena beratnya luka yang diderita akibat perang sebelumnya, akhirnya Musanna menghembuskan nafas terakhirnya di Zu Qar, Markas pasukan Jazirah yang dibangunnya, Selamat Jalan Panglima, semoga Allah mensucikan ruh mu, engkau yang tak pernah surut dalam berjihad, tetap memimpin dalam keadaan apapun, tidak mengeluh walaupun selalu ditempatkan sebagai orang nomor 2, sejarah mencatat dan mensejajarkan dirimu dengan sahabatmu Khalid bin Walid “ Syaifullah”.

Saad bi Abi Waqas yang dijuluki “Singa yang masih dengan cakarnya”, sahabat dan masih terhitung Paman Rasulullah berangkat dengan 4.000 pasukan terpilih dari Medinah, sepanjang perjalanan menuju Irak bergabung pula pasukan-pasukan kabilah Arab memenuhi panggilan Khalifah, diantara mereka terlihat Amr bin Ma’di Karib Az-Zabidi, Tulaihah bin Khuwailid Al-Asadi dan Asyi’as bi Qais al-Kindi yang merupakan pimpinan-pimpinan kabilah saat itu. Menyusul pula 8.000 putra terbaik dari Syam turut bergabung dipimpin oleh Hasyim bin Utbah, sehingga jumlah pasukan saat mendekati Qadisiyyah telah mencapai 36.000 orang, jumlah terbesar Pasukan Muslim yang pernah ada.

Selama masa persiapan, Saad terus berkomunikasi lewat surat dengan Khalifah tentang situasi dan kondisi saat itu dan atas petunjuk Khalifah Pasukan Muslim mulai bergeser dari Zu Qar ke Syaraf kemudian berlanjut ke Sydraf, berhenti cukup lama di Uzaib sebelum bergerak lagi mendekati Qadisiyyah.


Sudah 2 bulan sejak mereka bergeser dari Zu Qar dan telah 1 bulan mereka lalui di Uzaib, sampai akhirnya datang perintah untuk mengirimkan utusan ke Mada’in. Berangkatlah beberapa Pimpinan Kabilah untuk menemui Kisra Yazdigird untuk menyampaikan pesan Khalifah kepada Kisra Persia yang isinya mengajak masuk Islam atau bila menolak harus membayar jizyah atau perang. Betapa murka Kisra Yazdigird mendengarkan pesan tersebut dengan tegas ia menolak masuk Islam dan memilih Perang. 

bersambung.............................................

Qadisiyah 3


Re-Group dan Perang Buwaib/ Qadisiyah 3

Sambil menyusun kekuatan, Musanna memindahkan markas pasukan dari Ulais ke Marj As-sibakh, berita tentang Perang Jembatan telah tersebar di seluruh Jazirah, Khalifah memerintahkan mobilisasi pasukan untuk membantu Musanna, berturut-turut tiba pasukan pendukung dari kabilah-kabilah Arab termasuk Banu Namr (Nasrani) yang bersumpah untuk berperang bersama saudara-saudara muslimnya memerangi Persia, kemudian Banu Bajilah dipimpin oleh Jarir, Banu Azd dipimpin Arfajah, banu Kinanah dipimpin Galib bin Abdullah semua berangkat beserta anak dan isteri untuk bergabung dengan Musanna. Menyusul bergabung adalah sekelompok Pasukan Nasrani dipimpin Anas bin Hilal, kaum Nasrani Taglib dipimpin oleh Ibn Mirda Al Fihr. Terus berdatangan pasukan para kabilah dari seluruh Jazirah yang membuat mata Musanna berkaca-kaca tak kuat menahan haru….... Allahu Akbar.


Segera pasukan kompilasi ini bergerak menuju Buwaib dan karena saat itu Ramadhan Musanna meminta agar pasukannya berbuka puasa (iftar) dan Pasukan Persia dengan dipimpin Mehran pun telah bersiaga di seberang sungai. Belajar dari perang sebelumnya Musanna tidak mau menyeberang, dia menunggu Pasukan Persia yang menyeberang. Tidak berlangsung lama, terlihatlah Pasukan Persia bergerak, dengan barisan depan Pasukan Gajah mereka bergerak menghampiri Pasukan Jazirah. Pecahlah perang sengit antara kedua pasukan, satu demi satu mereka gugur dengan darah membasahi bumi. Dari kejauhan Musanna melihat posisi Mehran, kemudian dia mengampiri Anas bin Hilal dan Ibn Mirda seraya berkata : “ Anda orang Arab, sekalipun tak seagama dengan kami. Kalau anda melihat saya sudah menyerang Mehran, ikutlah menyerang bersamaku”. Demikian Musanna bergerak menuju Mehran, sepanjang jalannya Pasukan Persia bertumbangan, debu membubung tinggi dan sudah tidak jelas mana Pasukan Persia dan mana Pasukan Jazira, yang terdengar keras adalah teriakan Musanna : “Barang siapa membela agama Allah, maka Allah akan jadi penolongnya, Allahu Akbar”. Sejarah mencatat perang ini sebagai perang sepuluh, karena dari setiap pasukan jazirah rata-rata dapat membinasakan puluhan Pasukan Persia, suatu kombinasi antara semangat dan iman yang sungguh dahsyat. Sebuah kemenangan besar yang menewaskan ratusan ribu Pasukan Persia, di pihak Jazirah harus merelakan Mas’ud bin Harisah saudara Musanna dan Anas bin Hilal pimpinan kabilah Nasrani. Dipenghujung perang terdengar derap kaki kuda menghampiri Pasukan dan teriakan : ‘ saya budak Nasrani dari Banu Taglabi, saya telah membunuh Mehran”. Usai sudah satu babak peperangan panjang. Musanna memeluk saudaranya Mas’ud dan Anas bin Hilal, sungguh sedih Mussana, kesedihannya tidak hanya untuk adiknya, tapi juga untuk Anas, jelas sudah bahwa kesedihan tidak membedakan agama. Diatas ratusan ribu jenazah Pasukan Persia yang gugur dalam perang ini sekarang telah berdiri sebuah kota bernama Kufah. Setelah Perang Buwaib ini, Pasukan Muslim merangsek maju terus sampai ke perbatasan Sungai Tigris dimana Mada’in (Ibukota Persia) sudah berada dalam pandangan mata.

bersambung.........................

Qadisiyah 2


Abu Ubaid dan Perang Jembatan / Qadisiyah 2

Musanna berangkat lebih dahulu ke Hirah menemui pasukan yang ditinggalkannya, Abu Ubaid menyusul dengan 4000 pasukan dari Madinah, ditengah jalan bergabung pula pasukan dari suku-suku Jazirah sehingga jumlah pasukan menjadi 10.000 orang. Perang pertama berlangsung di Namariq antara Hirah dan Qadisiyah, Pasukan Persia yang dipimpin Javan dapat dihancurkan bahkan Javan sendiri tertawan oleh Pasukan Muslim. Perang selanjutnya berlangsung di Saqatiah, Pasukan Persia yang dipimpin Narsi hancur porak poranda dan meninggalkan harta jarahan yang cukup banyak. Pasukan Muslim dibawah pimpinan Abu Ubaid bergerak terus maju sampai ke Barusma dan menghancurkan Pasukan Persia dibawah pimpinan Jalinus yang bertahan disana. Musanna kembali ke Hirah setelah perang ini sementara Abu Ubaid dan pasukannya mundur ke Qus An-Natif menanti kedatangan Pasukan lawan diseberang sungai, terdengar kabar bahwa Pasukan Persia di mobilisasi besar-besaran dari Mada’in (Ibukota Persia) untuk menghancurkan Pasukan Muslim.

Akhirnya Pasukan Persia tiba dengan didahului Pasukan Gajah di barisan depan, sekarang antara dua pasukan ini hanya dibatasi oleh sungai dengan jembatan sebagai penghubungnya. Jumlah Pasukan Muslim tidak sampai 10.000 orang saat itu, sementara Musanna telah mendapat kabar dan baru bergerak dari Hirah untuk bergabung. Datanglah utusan Pasukan Persia membawa pesan dari Bahman Jadhuweh yang isinya “ kalau Pasukan Muslim tidak menyeberang maka merekalah yang akan menyeberangi jembatan”. Abu Ubaid dalam keadaan sangat percaya diri, dia telah mengantongi beberapa kemenangan sebelumnya, walaupun sudah diperingatkan oleh sahabat-sahabatnya untuk tidak menyeberang, dia berkeras untuk menyeberangi jembatan. Dipimpin sendiri oleh Abu Ubaid Pasukan bergerak menyeberang menuju pasukan musuh, segera hujan anak panah berhamburan menimpa pasukan muslim, pasukan yang berhasil menyeberang berhadapan dengan Pasukan Gajah dan pertempuranpun berlangsung sengit, gelombang pasukan Abu Ubaid menumbangkan Pasukan Gajah Persia satu demi satu, debu mengepul, derap kaki pasukan, gemerincing pedang dan teriakan menggema ke langit. Abu Ubaid makin bersemangat melihat Pasukan Gajah bertumbangan, sampai dia melihat seekor Gajah Putih besar di kejauhan dan segera dia memacu kudanya menghampiri Gajah tersebut, pergulatan berakhir dengan syahidnya Abu Ubaid, bendera segera diambil oleh Banu Syaqif (kaum Abu Ubaid) dan berturut-turut 7 pengganti Abu Ubaid ikut syahid dalam petempuran itu.


Musanna yang datang dari belakang melihat situasi yang sudah kacau balau pada Pasukan Muslim, segera dia mengambil bendera yang sudah jatuh, mengamuk sejadi-jadinya sambil memerintahkan sisa pasukan untuk mundur. Entah berapa banyak Pasukan Persia yang meregang nyawa karena kibasan pedangnya, sambil terus memerintahkan pasukannya mundur, Musanna menahan Pasukan Persia, tubuhnya sudah penuh dengan luka dan sebatang anak panah menancap di bahunya, tapi dia harus menyelamatkan sisa pasukannya, bersamanya ikut menahan Pasukan Persia agar tidak mengejar Pasukan Muslim adalah Abu Zaid At-Ta’I An-Nasrani dan Salit bin Qais. Setelah seluruh pasukannya menyeberang barulah Musanna menyeberang menyusul pasukan dengan meninggalkan Salit bin Qais yang syahid bersama ribuan pahlawan Islam yang gugur pada hari itu. Musanna kemudian memimpin pasukannya mundur untuk menyusun kekuatan kembali ke Marwahah terus ke Hirah dan menyusur ke selatan sampai ke Ulais. Pasukan Persia kembali ke Mada’in, hanya pasukan kecil yang dipimpin oleh Jarvan dan Mardansyah mencoba mengejar Musanna dan mereka berdua bersama pasukannya tewas ditangan Pasukan Muslim.

bersambung..........................................

Qadisiyah 1

Assalamualaikum wr wb

Akhirnya selesai juga.... Alhamdulillah

Dia Musana / Qadisiyah 1

Siang itu, ditengah terik matahari yang menyengat, terdengar derap kaki kuda disertai debu yg mengepul di belakangnya, kuda itu kuda perang yang gagah ditunggangi seorang lelaki berperawakan sedang, kepalanya berbalut kafeyah putih yang diikat kebelakang, jubahnya lusuh dan berdebu menutupi pedang yang tergantung dipinggangnya. Dia Musanna bin Harisah As-Syaibani Panglima Pasukan Muslim di Hirah (Irak) yang sepeninggal Khalid bin Walid untuk berperang melawan Romawi di Syam, berjuang bersama pasukannya  menahan laju Pasukan Persia. Kuda itu berhenti di depan Masjid Nabawi karena Musanna datang untuk menemui Khalifah Abubakar As-syidiq ra. guna meminta bantuan pasukan dalam menghadapi pasukan Persia.
Pada hari itu Khalifah sedang sakit keras dan berpulang ke Rahmatullah 2 hari kemudian, Senin petang 22 Agustus 832 M bertepatan dengan 21 Jumadil Akhir 13 H dan dimakamkan disamping Rasulullah malam itu juga. Selama 2 hari kemudian Madinah dibanjiiri umat yang mendoakan Sang Khalifah sekaligus berbaiat kepada Khalifah Pengganti Umar Ibn Khattab ra., sesuai wasiat Sang Khalifah.  Suasana duka tidak dapat berlangsung lama, setelah suasana mulai tenang, Khalifah dan para Sahabat duduk bersama Musanna membicarakan mobilisasi pasukan Madinah ke Hirah untuk menghadapi Persia.
Pada hari kedua, Khalifah Umar Ibn Khattab berpidato dihadapan umat sebelum mengimami Shalat Zuhur di Nabawi, di mimbar Nabawi Khalifah memulai pidato pertamanya dihadapan umat dengan mengucap Hamdalah yang dilanjutkan dengan ;
"Saudara-saudara! Saya hanya salah seorang dari kalian. Kalau tidak karena segan menolak tawaran Khalifah Rasulullah saya pun akan enggan memikul tanggung jawab ini."
Dia mengucapkan kata-kata itu dengan rasa haru, dengan rendah hati dan sangat berhati-hati, setelah itu beliau menengadah ke atas sambil berkata:
 "Allahumma ya Allah, aku ini sungguh keras, kasar, maka lunakkanlah hatiku! Allahumma ya Allah, aku sangat lemah, maka berilah aku kekuatan! Allahumma ya Allah, aku ini kikir, jadikanlah aku orang dermawan bermurah hati!"
 Umar berhenti sejenak, menunggu orang lebih tenang lagi. Kemudian sambungnya:
"Allah telah menguji kalian dengan saya, dan menguji saya dengan kalian. Sepeninggal sahabatku sekarang saya yang berada di tengah-tengah kalian. Tak ada persoalan kalian yang harus saya hadapi lalu diwakilkan kepada orang lain selain saya, dan tak ada yang tak hadir di sini lalu meninggalkan perbuatan terpuji dan amanat. Kalau mereka berbuat baik akan saya balas dengan kebaikan, tetapi kalau melakukan kejahatan terimalah bencana yang akan saya timpakan kepada mereka."

Pada hari ke 3 setelah pidato, Musanna dan Khalifah Umar berhasil membangkitkan semangat jihad kaum muslimin, terbentuk lah 1000 pasukan pertama yang siap berangkat bersama Musanna menuju Hirah dengan dipimpin oleh Abu Ubaid bin Mas’ud bin Amr As-Syaqafi.

bersambung....................................

Sejarah

  Bismillahirrahmanirrahim… Sejarah Sejarah adalah cerita tentang masa lalu, bisa jadi tentang kebaikan atau keburukan, kemegahan atau k...