Wednesday, June 24, 2020

PUSAKO TINGGI - ADAT MINANGKABAU

Pusako Tinggi di Minangkabau, sebuah tinjauan praktis

Dalam Adat Minangkabau, harta yang diwariskan terbagi menjadi 3 bagian :

  1. Pusako Tinggi, harta yang diwariskan berdasarkan garis perempuan (matrialchaat/matrilineal)
  2. Pusako Randah, disebut juga Harato Suarang, adalah harta hasil pencaharian kedua orang tua yang diwariskan berdasarkan Hukum Waris Islam (faraidh)
  3. Sako jo Pusako, harta yang berkaita dengan Gelar Adat, diwariskan dari Mamak ke Kemenakan

Kita akan membahas tentang Pusako Tinggi saja, nomor 2 dan 3 insya Allah akan kita bahas dilain waktu.

Latar Belakang

Pusako Tinggi adalah salah satu keunikan Adat Minangkabau, sudah sejak dahulu menjadi sumber masalah, mulai dari perkara tingkat kampung sampai perkara tingkat Mahkamah Agung. Mengapa demikian? Keunikannya membuat banyak yang tidak memahami hakikat dari Pusako Tinggi tersebut, bahwa nenek moyangnya sudah menyiapkan bagi keturunannya harta, agar tidak ada yang kelaparan. Pusako Tinggi juga merupakan sebuah Mahakarya nenek moyang Minangkabau dalam perspektif menjaga generasi selanjutnya dalam menghadapi dunia yang tidak dikenal dimasa depan.

Walau begitu tidak sedikit pula yang menentang, bahkan Syaikh Ahmad Khatib Al Minangkabawi putra Minang yang menjadi Imam Besar dan Khatib Masjidil Haram mempermasalahkan hal ini. Beliau menyanggah bahwa system waris Pusako Tinggi bertentangan dengan hukum waris Islam (faraidh), dimana waris anak laki dan perempuan adalah 2 : 1. Sementara adat Minangkabau berlandaskan “adat basandi syarak dan syarak basandi Kitabullah”.

Dasar Hukum Pusako Tinggi

Setelah gejolak yang tak terlihat bagaikan arus dalam dipermukaan tenang. Akhirnya para tokoh dan ulama mulai melakukan legitimasi agar tidak terjadi kekacauan. Dimulai dari Syaikh Abdul Karim Amrullah (ayah dari Buya HAMKA) yang juga murid dari Syaikh Ahmad Khatib Al Minangkabawi mengeluarkan fatwa bahwa : “Harta Pusako beda dengan harta pencaharian dan sama dengan harta wakaf dengan dalil qias pada harta musabalah di masa Khalifah Umar bin Khattab yang digunakan untuk kepentingan umum”. Pendapat yang sama disampaikan oleh Syaikh Sulaiman Arrasuli yang juga murid Syaikh Ahmad Khatib Al Minangkabawi.

Selanjutnya dalam Kongres Badan Permusyawaratan Alim Ulama, Ninik Mamak dan Cerdik Pandai Minangkabau pada tanggal 4 – 5 Mei 1952 disepakati bahwa untuk Pusako Tinggi berlaku Hukum Adat dan untuk Harta Pencaharian berlaku Hukum Islam (faraidh).

Seminar Hukum Adat Minangkabau yang digelar pada 1968 mempertegas rumusan kesimpulannya menjadi dua poin.

Pertama, terhadap harta pencaharian berlaku Hukum Faraidh, sedangkan terhadap harta pusaka berlaku Hukum Adat. Kedua, berhubung IKAHI Sumbar ikut serta mengambil keputusan dalam seminar ini, maka seminar menyerukan kepada seluruh hakim-hakim di Sumbar dan Riau supaya memperhatikan ketetapan seminar ini.

Akibat Hukum pada Pusako Tinggi

Dari keterangan diatas terlihat bahwa semua pihak mulai dari Ninik Mamak, Alim Ulama, Cerdik Pandai bahkan para Ahli Hukum sepakat bahwa untuk Pusako Tinggi berlaku Hukum Adat. Lalu Hukum Adat yang seperti apakah? Bila kita kembali ke fondasi dasar Adat Minang “Adat basandi Syarak, Syarak basandi Kitabullah” yang merupakan “Lex Superior”, maka jelas Pusako Tinggi adalah “Harta Wakaf”

Berdasarkan hal tersebut maka Pusako Tinggi sebagai harta wakaf adalah harta yang akan berlindung dibawah UU Wakaf No. 41 Th 2004 yang melarang harta wakaf untuk :

a.    dijadikan jaminan;

b.    disita;

c.    dihibahkan;

d.    dijual;

e.    diwariskan;

f.     ditukar; atau

g.    dialihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya.

Adapun ketentuan pidana yang diatur dalam UU No. 41 adalah :

Pasal 67 ayat (1) UU Wakaf sebagai berikut:

“Setiap orang yang dengan sengaja menjaminkan, menghibahkan, menjual, mewariskan, mengalihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya harta benda wakaf yang telah diwakafkan sebagaimana dimaksud dalam Pasat 40 atau tanpa izin menukar harta benda wakaf yang telah diwakafkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500 juta.”

Demikianlah sedikit analisa praktis tentang Pusako Tinggi di Alam Minangkabau, bila ada kesalahan saya mohon maaf dan kepada Allah Ta’ala saya mohon ampun dan bila ada kebenaran dalam tulisan diatas semata-mata karena kemurahan Allah Ta’ala saja.

Wallahul Musta’an wa Allahu Yahdikum

Wass

------- ilalang -------

 


No comments:

Post a Comment

Sejarah

  Bismillahirrahmanirrahim… Sejarah Sejarah adalah cerita tentang masa lalu, bisa jadi tentang kebaikan atau keburukan, kemegahan atau k...