Monday, July 29, 2019

Singapura (takkan melayu hilang di bumi)


Singapura (takkan melayu hilang di bumi)

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillah, tak pernah terbayangkan sebelumnya bilamana saya akan sering pulang pergi Jakarta – Singapura, ternyata takdir berkehendak demikian, setahun bisa sampai 5 kali bolak-balik.

Singapura, negeri yang dibangun oleh Prameswara anak dari Sang Nila Utama anak dari Demang Lebar Daun yang berasal dari Bukit Siguntang Palembang Sumatera Selatan, Indonesia. Negeri asalnya bernama Kerajaan Tumasik yang namanya sekarang diambil menjadi nama Perusahaan Negara Singapura “Temasek”. Ketika datang serangan dari utara, Prameswara berpindah dan mendirikan Malaka, keturunannya selanjutnya membangun Johor dan kemudian Melayu Riau, inilah asal muasal sesungguhnya “Bangsa Melayu”. Mereka yang bermukim di daerah inilah yang mendapatkan Legacy/Warisan sebagai penerus Bangsa Melayu.

Singapura sebagai negara dengan minim sumber daya alam, pada zaman Mr. Lee Kwan Yew membuat sebuah basis ekonomi sebagai negara penyedia jasa (services country), sebuah keputusan yang sangat tepat sehingga membuat Singapura yang juga dikenal sebagai dot country menjadi sebuah negara yang cukup disegani dalam kancah Internasional.

Hubungan emosional yang erat dengan Hongkong dan Taiwan akibat mayoritas pelaku ekonomi di negara ini sejak merdeka adalah dari etnis China (walaupun ada juga dari India dan negara lain) membuat ekonomi Singapura melesat melampaui negara-negara pemilik sumber daya alam berlimpah disekitarnya. Sistem perbankan yang baik membuat dana mengalir deras dari negara tetangga termasuk dari China, Jepang dan Taiwan.

Perkembangan system ekonomi berbasiskan jasa ini terlihat jelas sekarang, hampir tidak ada perusahaan besar dunia yang tidak memiliki kantor cabang disana, akan tetapi mereka memiliki strategi sendiri untuk perbankan, karena terlihat hanya perbankan local yang menjadi Bank Utama (Prime Bank). Sepertinya Arab Saudi harus belajar dari Singapura jika ingin berubah dari Petro country menjadi Services country.

Saya sempat terkagum-kagum saat melihat bagaimana Singapura menjaga betul warisan budayanya, rumah-rumah etnis dan kolonial bahkan kuburan dan masjid, sesuatu yang saat ini dibanyak negara mungkin sudah banyak yang hilang ditelan modernisasi. Bila kita berkeliling Singapura akan sangat terasa nuansa ini, hanya saja bila kita memahami sejarah, sebuah pertanyaan besar akan muncul, kenapa sebagian besar budaya yang dirawat adalah peninggalan etnis China? Jawabannya menarik, “mungkin memang merekalah yang membangun Singapura sejak masa sebelum merdeka sampai sekarang”. Lalu kemana etnis Melayu? Nah, inilah yang memperihatinkan saya.

Ada harga yang harus dibayar oleh pembangunan dan modernisasi, yaitu hilangnya “Bahasa Melayu”.

Upaya menjadi Kekuatan Ekonomi Dunia membuat Singapura harus mengedepankan Bahasa Inggris dalam kesehariannya, hal ini terutama karena Bahasa ini sudah menjadi Bahasa resmi sejak sebelum merdeka.

Kemudian Bahasa Mandarin, yang menjadi Bahasa perdagangan bagi etnis China disana. Menarik bagi saya terutama ketika mengobrol dengan beberapa China Singapura, generasi muda mereka ternyata mereka tidak berkiblat ke China Daratan, mereka lebih bangga dengan “saya China dan saya Singapura”.

Lalu Bahasa Urdu/India mengingat banyak etnis India yang sudah mukim sejak lama dan menjadi salah satu motor pembangunan di Singapura.

Bahasa Melayu nyaris lenyap, dalam penanda arah maupun pengumuman resmi, Bahasa ini selalu menjadi paling akhir atau ketiga sebelum Bahasa Urdu. Suatu hari saya berbicara dengan etnis Melayu yang menjadi supir disana, ketika saya tanya “anak2 dirumah menggunakan Bahasa apa”? dijawabnya “Bahasa Inggris”???.  

Pemerintah Singapura saya yakin paham betul dengan hal ini, apalagi saat tahun lalu berkunjung saya melihat bagaimana pemerintah berupaya dengan membuat kampaye “gunakan Bahasa” yang dipasang di bus-bus umum. Apalagi kita semua tahu bahwa Bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa resmi ASEAN dan akar Bahasa Indonesia adalah Bahasa Melayu.

Dalam pemahaman saya “Bahasa” adalah “Identitas”. Hilangnya orang Aztec, Inca atau Amazon bukan karena keturunannya tidak ada, tetapi karena Bahasa mereka tidak lagi dipakai, itu juga yang terjadi dengan orang Indian di Amerika.

Penetrasi Bahasa Inggris diseluruh dunia dengan menunggangi “perdagangan internasional” seharusnya tidak mengubur Bahasa asli penduduknya. Sebagaimana pepatah melayu “esa hilang dua terbilang, takkan melayu hilang dibumi”

Akankan melayu hilang di Singapura?

Wassalam.

------- ilalang -------


Singapore (takkan melayu hilang di bumi)


Bismillahir rahmanir Rahim

Alhamdulillah, it was never imagined before when I would often commute Jakarta - Singapore, it turned out that fate would be so, a year could be up to 5 times round trip.

Singapore, the country built by Prameswara son of Sang Nila Utama, a child from Demang Lebar Daun originating from Bukit Siguntang Palembang, South Sumatra, Indonesia. His native country is called the Kingdom of Tumasik whose name is now taken as the name of the Singapore State Company "Temasek". When the attack from the north came, Prameswara moved and founded Malacca, his descendants then built Johor and then Riau Malays, this was the true origin of the "Malay Nation". Those who live in this area get the Legacy / Heritage as the successor of the “Bangsa Melayu”.

Singapore as a country with minimal natural resources, at the time of Mr. Lee Kwan Yew made an economic base as a service country, a very appropriate decision that made Singapore, also known as dot country, a country that was quite respected in the international arena.

The close emotional connection with Hong Kong and Taiwan due to the majority of economic actors in this country since independence is of ethnic Chinese (although there are also from India and other countries) making Singapore's economy accelerate beyond the countries that have abundant natural resources around it. A good banking system makes funds flow from neighboring countries including China, Japan and Taiwan.

The development of this service-based economic system is clearly visible now, almost no major global companies do not have branch offices there, but they have their own strategies for banking, because it is seen that only local banks become the Main Bank (Prime Bank). It seems that Saudi Arabia must learn from Singapore if they want to change from Petro country to Services country.

I was amazed when I saw how Singapore maintained its cultural heritage, ethnic and colonial houses and even cemeteries and mosques, something that in many countries might have been lost in the modernization. If we go around Singapore it will feel this ambiance, it's just that if we understand history, a big question will arise, why is most of the culture that is cared for is ethnic Chinese heritage? The answer is interesting, "maybe they were the ones who built Singapore since the time before independence until now". Then where is the ethnic Malays? Well, this is what concerns me.

There is a price to be paid by development and modernization, namely the loss of "Malay Language".

Efforts to become a World Economic Power make Singapore must prioritize English in their daily lives, this is mainly because this language has become the official language since before independence.

Then Mandarin, which is the trade language for ethnic Chinese there. Interesting to me especially when chatting with some Chinese Singaporeans, their young generation turned out they were not oriented to Mainland China, they were more proud of "I am China and I am Singapore".

Then Urdu / Indian Language, considering that many ethnic Indians have been living for a long time and become one of the motor development in Singapore.

Malay language almost vanished, in the direction markers and official announcements, this language always became the last or third before Urdu. One day I spoke with ethnic Malays who were drivers there, when I asked "What children at home use the language"? He answered "English”?.

The Singaporean government is sure that I understand this very well, especially when I visited the last year and see how the government tried by making a "use bahasa language" campaign installed on public buses. Moreover, we all know that Indonesian is used as the official language of ASEAN and the roots of Indonesian are Malay.

In my understanding "Language" is "Identity". The loss of the Aztecs, the Incas or the Amazon was not because their descendants did not exist, but because their language was no longer used, that was also the case with Indians in America.

Penetration of English throughout the world by riding on "international trade" should not bury the native language of its inhabitants. As the Malay proverb "esa hilang dua terbilang, takkan melayu hilang dibumi"

Will Malay Language disappear in Singapore?

Wassalam.

------- ilalang -------



Wednesday, July 17, 2019

Kaifiat Sholat

Bismillahirrahmanirrahim..

Kaifiat Sholat

Kaifiat adalah tatacara atau aturan dalam melaksanakan ibadah. Saya hampir tidak pernah mendengar kata ini dalam ceramah atau tausiah dari Pak Kyai atau Pak Ustad, baik di pengajian masjid, musholla atau tivi sekalipun. Atau bisa saja saya yang kudet alias kurang update? Allahu’alam.

Ada apa dengan kaifiat? Kata ini sering muncul belakangan ini dalam kepala saya, terutama sejak saya menulis tentang sholat beberapa waktu yang lalu, namun tetap belum nyambung. Sampai akhirnya saya mencoba merenungi kembali mengenai fadlillah sholat yang dilansir dalam Al-Ankabut : 45 “Inna sholata tanha anil fahsya iwal munkar” – sungguh sholat itu mencegahmu dari perbuatan keji dan munkar.

Beberapa waktu lalu pernah saya tulis di blog mengenai sholat dan fadlillah ini, saat itu saya membayangkan bahwa kemungkinan besar tidak tune in nya fadlillah tersebut pada mereka yang melaksanakan sholat dikarenakan gagal Fatihah, makanya disana saya bahas mengenai asbabun nuzul Surat Al Fatihah sampai kepada tidak boleh hilangnya 14 tasydid dalam melafazkannya.

Suatu hari saya mendapatkan pelajaran tentang wudhu, bertambah lagi input mengenai kaifiat sholat didalam benak saya, sehingga akhirnya muncul sebuah analogy tentang ini.
“Bila kita makan tanpa aturan, tanpa cuci tangan, mengunyah terburu-buru atau tanpa dikunyah, menelan dengan cepat dan lain-lain”

Apa yang terjadi, kenyangkah kita? tentu kenyang karena perut telah terisi, bermanfaatkah? Belum tentu, karena tangan yang kotor dapat membawa penyakit, makan tanpa dikunyah membuat makanan akan sulit dicerna dan kerja lambung menjadi extra, menelan dengan cepat akan memicu resiko tersedak, dan lain-lain.

Kira-kira seperti itulah sholat, bila kita sholat tanpa kaifiat (tatacara/aturan), berpahalakah kita? jawabnya tentu berpahala karena sudah melakukan ibadah. Lalu apakah Al-Ankabut 45 akan berlaku? Nanti dulu, sama seperti orang makan tadi, karena terserapnya makanan dengan baik dan menjadi manfaat bagi tubuh adalah fadlilah, maka bilamana sholat tanpa kaifiat yang benar, sepertinya kita hanya mendapat pahala saja dan tidak fadlilahnya.

Apa saja kaifiat sholat?

1.       Wudhu, selain yang wajib sebagaimana Al-Maidah : 6, maka yang sunnahpun harus sempurna, ditambah dengan berserah diri serta hati memohon agar Allah Ta’ala ridho memberikan kesucian karena kita akan menghadap Dzat Yang Maha Suci. Ada pengharapan sebagai seorang hamba untuk berharap-harap ridho dari Dzat Yang Maha Mulia.

2.       Melaksanakan rukun sholat secara Tartil, berurutan. Baik dan benar dalam gerakan, baik dan benar dalam bacaan.

3.       Bacaan yang harus terdengar (minimal telinga sendiri), Takbiratul Ihram, Takbir, Al Fatihah, Tasyahud awal dan akhir, salam. (catatan: syir bukan berarti baca dalam hati, tetapi lembut paling tidakl sampai ditelinga sendiri, sementara Jahr bermakna keras atau lantang)

4.       Khusus Al Fatihah, 14 tasydid tidak boleh hilang

5.       Khusuk, dalam arti mengerti dan memahami betul dalam keadaan menghadap dan bercakap-cakap dengan Dzat Yang Maha Kuasa sehingga hati tidak lagi mampu bercakap-cakap yang lain karena sudah dipakai sebagai sarana komunikasi dengan Dzat Yang Maha Tinggi.

Demikianlah semoga bermanfaat dan dapat membuat sholat kita mendapatkan fadlilah yang dijanjikan Allah Ta’ala.

Allahu’alam bissawab, bila tak berkenan saya mohon ma’af dan pada Allah Ta’ala saya mohon ampun.

Wallahul Musta’an wa Allahu Yahdikum
Barakallahu li walakum
Wass

------- ilalang -------



Monday, July 15, 2019

Dongeng Bocah


Dongeng bocah (pengobat rindu)

Suatu hari setelah berakhirnya Perang Uhud, Rasulullah saw berkumpul bersama sahabat setelah mengumpulkan jenazah para sahabat yang syahid, termasuk paman tercinta Rasulullah saw Sayyidina Hamzah ra. 

Rasulullah saw sendiri terluka setelah sebuah anak panah kafir Quraisy melesat nyaris mengenai kepala, untung meleset dan mengenai rantai pelindung kepala. Rantai yang putus itu menancap di pelipis Rasulullah saw dan darisanalah darah mengalir. 

Rasulullah saw berkata : “siapa yang mau mencabut rantai ini?”, seketika para sahabat berdiri akan tetapi Abu Ubaidah Al Jarrah lebih dahulu mendekati Rasulullah saw dan berkata : “biarkan aku mencabutnya Yaa Rasulullah”. Ternyata Abu Ubaidah mencabutnya dengan menggunakan giginya, seketika terdengar suara berderak dan para sahabat berebut ingin melihat rantai yang menancap tersebut. Pecah gelak tertawa para sahabat termasuk Rasulullah saw ketika melihat bukan rantai yang tercabut melainkan 2 gigi depan Abu Ubaidah yang rontok. Demikianlah sejak itu Abu Ubaidah Al Jarrah mendapat gelar baru bila bergurau yaitu Si Ompong.

Kisah ini dulu sering diceritakan waktu Ananda masih SD dan seringkali dia minta untuk mengulang cerita ini “aby… cerita sahabat ompong dong..”. Hahaha dan setiap kali ditanya siapa sahabat Rasulullah saw yang ompong, pasti jawabnya lantang “Abu Ubaidah..”. Subhanallah… sungguh indah masa-masa itu dan demikian cepat waktu berlalu, tak terasa Ananda sekarang sudah remaja dan jauh dari rumah. Tetap istiqomah ya nak, jihadmu adalah belajar dengan baik, guncanglah dunia dengan ilmu dan guncanglah langit dengan ibadahmu.

Allahuma Ya Allah.. ampuni kami semua, berkahi kami, rahmati kami dan kumpulkan kami semua bersama para Aulia-Mu dan para Syahid-Mu, aamiinn…

------- ilalang -------

Friday, July 12, 2019

Ada apa dengan kita... ?


Bismillahirrahmanirrahim…

Happy Sayyidul Aayaam

Ada apa dengan kita...?

Segala puja dan puji hanya bagi Allah Ta’ala, shalawat serta salam hanya tercurah keharibaan Baginda Nabi Rasulullah saw. Saudara dan sahabatku yang dirahmati Allah swt, mari bersyukur atas segala nikmat dan karunia yang telah kita terima, terlebih untuk karunia Iman dan Islam, Allahuma a’inni ‘ala dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibaadatik, aamiinn…

Mengapa kita menghujat?, mengapa kita mencaci? Terutama dalam urusan beragama wabil khusus dalam urusan khilafiyah?. Beberapa waktu yang lalu saya pernah membuat tulisan yang saya unggah di FB, isinya “Ada suatu masa dimana sunnah digadang-gadang dan fardlu terabaikan, sebagaimana firqah (golongan) diutamakan dan ukhuwah (persatuan) diabaikan.” Dalam menuliskan ini perlu waktu berhari-hari bagi saya untuk mentafakuri dimana meletakkan “terabaikan” dan dimana meletakkan “diabaikan”

Kita tidak akan membahas secara detail karena khawatir ilmu saya masih jauh dari cukup untuk membahasnya, saya hanya akan mencoba menghadirkan contoh-contoh saja dan semoga saudara dan sahabat dapat menyimpulkannya.

Ada kisah tentang Dzul Khuwaisirah At Tamimi An Najdi yang pernah memprotes Rasulullah saw soal keadilan saat pembagian hasil rampasan perang. Protes ini membangkitkan kemarahan sahabat yg kemudian ditenangkan oleh Rasulullah sambil berkata : biarkan dia! Sesungguhnya dia memiliki pengikut yang sholat kalian terasa remeh dibandingkan sholatnya, puasa kalian terasa remeh dibandingkan dengan puasanya, mereka terlepas dari agama sebagaimana anak panah yang terlepas dari busurnya……” HR. Muslim, (2/743 dan 744).

Kisah satunya tentang orang yang sama, dimana sahabat Khalid bin Walid ra bertanya tentang dia kepada Rasulullah : ““Wahai Rasulullah, orang ini memiliki semua bekas dari ibadah-ibadah sunnahnya: matanya merah karena banyak menangis, wajahnya memiliki dua garis di atas pipinya bekas airmata yang selalu mengalir, kakinya bengkak karena lama berdiri sepanjang malam (tahajjud) dan janggut mereka pun lebat”.

Rasulullah saw menjawab : “camkan makna ayat ini : “qul in’kuntum tuhib’būnallāh fattabi’unī… “ (QS Ali Imran : 31) – Katakanlah: “Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. karena Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.

Khalid bin Walid ra bertanya, “Bagaimana caranya ya Rasulullah ? ”.
Nabi shallallahu alaihi wasallam menjawab, “Jadilah orang yang ramah seperti aku, bersikaplah penuh kasih, cintai orang-orang miskin dan papa, bersikaplah lemah-lembut, penuh perhatian dan cintai saudara-saudaramu dan jadilah pelindung bagi mereka.” (Shahih Muslim, Jilid. 17, No.171).

Ada lagi kisah tentang Abdurrahman ibn Muljam yang saat dikirim mengajarkan Alquran di Mesir membawa surat Kalifah yg isinya “Yang membawa surat ini adalah Abdurrahman ibn Muljam, seorang hafidz  dan salah satu sahabat yang terbaik dalam soal Alquran”. Beberapa tahun kemudian, orang inilah yang membunuh Sayyidina Ali bin Abithalib sambil melantunkan ayat Alquran.

Apa yang kita dapat:

1.       Ada orang yang merasa dirinya sangat benar dalam beragama (sehingga orang lain pasti salah) padahal saat itu Rasulullah saw masih hidup, coba bayangkan, sampai Rasulullah saw menyatakan : “pengikut orang itu akan menganggap sholat dan puasa kalian remeh dibanding sholat dan puasanya”. Dimasa Rasulullah saw saja orang seperti ini ada, bagaimana dimasa sekarang? Tentu banyak…

2.       Ada orang yang tampilan fisiknya luar biasa. Bayangkan mata merah karena banyak menangis, ada 2 gurat di pipi bekas air mata dan kaki bengkak karena banyak berdiri sholat. Ini adalah orang yang sama dengan orang nomor satu diatas. Banyakkah saat ini? kalo cuma mata merah dan berjanggut saya rasa banyak, tapi yg sampai bergurat pipi dan kaki bengkak mungkin jarang.

3.       Ada orang yang tampilan ilmunya luar biasa. Bayangkan bila orang ini dikenal sebagai Hafidz (penghapal) Alquran terbaik bahkan termasuk salah seorang yang dikategorikan “sahabat” Rasulullah saw. Banyakkah dimasa ini?, kalau hafidz cukup banyak saya rasa.

 Lalu apa hubungannya?

Rasulullah saw telah membuat garis tegas untuk urusan agama ini, bila kalian cinta Allah Ta’ala maka fatabi’uni (ikutlah aku) dalam hadits lain Rasulullah saw berkata bila kalian tidak mengikuti aku maka Laisa minni (bukan umatku). Kemudian bagaimana caranyapun Rasulullah saw telah membuat acuan yaitu : “Jadilah orang yang ramah seperti aku, bersikaplah penuh kasih, cintai orang-orang miskin dan papa, bersikaplah lemah-lembut, penuh perhatian dan cintai saudara-saudaramu dan jadilah pelindung bagi mereka.” (Shahih Muslim, Jilid. 17, No.171).

Orang-orang seperti dicontohkan diatas biasanya membentuk golongan (firqah) yang ekslusive, terbiasa menghujat, mencaci bahkan mengkafirkan saudaranya karena mereka merasa diri mereka, ibadah mereka lebih baik dari saudaranya yang lain. Sebagian dari mereka mengeraskan hal-hal yang sunnah sehingga yang wajibpun terabaikan, bayangkan kepatuhan terhadap Rasulullah saw (wajib) dapat mereka abaikan, apalagi kepatuhan terhadap Pemimpin (Sayyidina Ali bin Abithalib ra / Khalifah). Makanya Rasulullah berkata : “mereka terlepas dari agamanya sebagaimana panah lepas dari busurnya”   

Jadi kita telah diberikan contoh-contoh, lalu mana yang mau diikuti terserah dengan kita saja sepanjang tidak bertentangan dengan apa yang disampaikan Rasulullah saw.

Allahu’alam bissawab
Barakallahu li walakum
Wass

------- ilalang -------







Wednesday, July 10, 2019

Ampuni kami


Ampuni Kami
(Al Fatihah)

Ampuni kami Ya Allah
Setiap hari kami membaca Bismillahirrahmanirrahim
Namun tetap saja bercokol angkuhnya hati
Merasa hebat sendiri
Merasa keadaan adalah hasil upaya diri
Lupa bahwa Engkau adalah asbabul asbab

Ampuni kami Ya Allah
Setiap hari kami membaca alhamdulillahirrabbil ‘alamin
Namun tetap saja menghambur puja dan puji
Pada manusia dan bentuk-bentuk ciptaan lainnya
Lupa bahwa hanya padaMu lah selayaknya segala puja puji

Ampuni kami Ya Allah
Setiap hari kami membaca Arrahmaanirrahim
Namun hati kami berselimutkan benci
Yang mencetuskan segala sindiran dan caci maki
Lupa bahwa kasih sayangMu selalu menyirami

Ampuni kami Ya Allah
Setiap hari kami membaca Malikiyaumiddin
Namun tak terlihat pada sikap kami sehari-hari
Tak ingat kami bahwa esok akan mati
Lupa bahwa menghadapMu adalah ujung hari

Ampuni kami Ya Allah
Setiap hari kami membaca Iyyakana’buduwa Iyyakanasyta’in
Namun kenyataan begitu banyak yang menundukkan kami
Begitu banyak pula permintaan tolong pada ciptaanMu
Lupa bahwa hanya Engkau yang patut atas itu semua

Ampuni kami Ya Allah
Setiap hari kami membaca Ihdinashshiratal Mustaqim
Namun selalu saja kami mencari jalan sendiri
Merasa tahu merasa paling benar merasa pintar
Lupa bahwa Shiratal Mustaqim itu ada dalam genggamanMu

Ampuni kami Ya Allah
Setiap hari kami membaca Shiratalladzina an’amta alaihim
Namun bukan jalan yang Engkau beri ni’mat yang kami tempuh
Warna warni dunia menutupi jalan yang Kau tunjukki itu
Lupa bahwa hanya yang Engkau ridhoi yg dapat melihatnya

Ampuni kami Ya Allah
Setiap hari kami membaca Ghairil maghdu bi’alaihim waladldloollin
Namun jalan sesat inilah yang selalu terlihat
Sarat dengan warna warni dunia dan tipuannya
Lupa bahwa inilah lawan kami yang sesungguhnya

Ampuni kami Ya Allah
Setiap hari kami membaca Allahu Akbar
Namun tak nampak sikap kami yang mengakbarkanMu
Yang kami akbarkan justru ciptaan dan bentuk-bentuk dunia
Lupa bahwa dengan Akbar Mu semua tiada

Allahuma Ya Allah
Ampuni kami semua.

------- ilalang -------

Monday, July 8, 2019

Toleransi

Bismillahirrahmanirrahim…

Toleransi

Ada sebuah cerita tentang anak saya yang bersekolah di negeri orang, umurnya saat itu barulah 15 tahun. Berbagai pertanyaan dari sahabat dan kolega mengarah ke saya soal kenapa anak sekecil itu dibiarkan bersekolah jauh dari orang tua. Sulit memang menjawabnya, terlebih dia anak tunggal, akan tetapi nawaitu untuk memberikan yang terbaik bagi dirinya melandasi hal itu, lalu didasari pula oleh kenyataan bahwa ibadahnya jauh lebih baik dari saya pada saat usia yang sama.

Bersekolah di negeri orang ternyata membuat kita sebagai orang tua harus berfikir extra, awalnya kita survey ke sebuah dormitory dalam rangka mencari tempat tinggal, setelah melihat bahwa dari 600 warganya hanya dia sendiri yang muslim, kami mundur. Setelah mendapat sekolah dan homestay ada lagi masalah, dimana dia akan sholat dan bagaimana dengan sholat jumat? Kedua hal ini sudah menjadi pertanyaan anak saya sejak awal.

Setelah bicara dengan para guru dan mendapat keyakinan bahwa dia akan diizinkan untuk melaksanakan sholat disekolah, barulah kami tenang dan dapat meninggalkannya disana. Begitulah akhirnya dia mulai bersekolah ditempat baru, teman baru, guru baru dan semua baru. Semua baik-baik saja sampai akhirnya dia mengabarkan pada ibunya bahwa setiap jumat dia selalu terlambat masuk kelas siang karena harus sholat jumat dan terburu-buru makan siang. Miris memang, tapi kita tidak mempunyai solusi apapun, kita menganggap itulah resiko yang harus dihadapi, jalani saja.

Tahun kedua bersekolah, kami menyempatkan diri bertemu dengan guru-gurunya, setelah ngobrol panjang lebar soal sekolah akhirnya sampailah pertanyaan tentang ibadah. Cukup mengejutkan jawaban dari wali kelasnya dan saya ragu apakah disini kita akan mendapat perlakuan yang sama, jawaban itu adalah :
1.       Anak saya mempunyai tempat sholat di perpustakaan/library
2.       Jam pelajaran hari jumat diundur satu jam agar anak saya tidak terlambat masuk kedalam kelas.

Luar biasa bukan? Hanya karena satu orang, sekolah mengambil kebijaksanaan untuk memundurkan jam pelajaran. Subhanallah…. Kami sendiri tidak habis fikir, kenapa jadi seperti itu, sungguh Allah Maha Mengetahui.

Suatu hari saat bertelepon dengan ibunya, masa itu sedang ramai demo religi di tanah air dan ibunya bertanya bagaimana tanggapannya (karena ternyata dia mengikuti berita tanah air juga). Sebuah jawaban sederhana meluncur dari mulutnya : “mereka begitu karena tidak pernah merasakan menjadi minoritas bu”. Sebuah jawaban yang menohok dari seorang anak bangsa.

Semoga bermanfaat

------- ilalang -------

Keinginan

Bismillahirrahmanirrahim....
Keinginan
Keinginan, apakah keinginan itu? Keinginan adalah hasrat akan sesuatu, yang dalam perjalanannya akan mendapat dorongan dari nafs.
Keinginan tidaklah selalu tidak baik, seringkali dia berupa suatu hasrat untuk berbuat kebaikan. Disisi ini peran nafs sangatlah penting. Nafs yg tidak terjaga akan membuat keinginan itu bercampur dengan penyakit hati lainnya, sehingga bisa jadi apa yang semula adalah keinginan berbuat baik dengan cepat berubah menjadi ujub, riya, sum'ah atau takabur.
Bagaimana merasakannya? Cukup rasakan gerak-gerik hati, manakala dia meronta-ronta bahkan menutupi akal budi, waspadalah... Nafs sedang berjuang untuk menyesatkan kita. Jadi apabila niat baik saja bisa dengan mudah dibelokkan oleh nafs, apalagi untuk niat yang tidak baik.
Lalu bagaimana menjaganya? Tidaklah cukup ternyata ilmu pengetahuan yang kita miliki untuk mewaspadai gerakan ini, dia teramat halus dan perlahan, sampai terkadang kita sendiri tak menyadari kalau sudah terbuai oleh kelicikannnya.
Para masyaikh menyadarkan kita, tentang mengapa Alquran begitu rupa memerintahkan kita untuk berzikir. Ternyata inilah salah satu fadlilahnya, zikirlah yg dapat menghancurkan gerakan-gerakan nafs yg melenceng tersebut. Zikir membuat kita senantiasa terhubung dengan Dzat Yang Membolak-balikkan hati, sehingga terjaga dari licinnya kesesatan.
Demikian saudara dan sahabatku, semoga bermanfaat. 
Allahu'alam bissawab

------- ilalang -------

Sejarah

  Bismillahirrahmanirrahim… Sejarah Sejarah adalah cerita tentang masa lalu, bisa jadi tentang kebaikan atau keburukan, kemegahan atau k...