Singapura (takkan
melayu hilang di bumi)
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillah, tak pernah terbayangkan
sebelumnya bilamana saya akan sering pulang pergi Jakarta – Singapura, ternyata
takdir berkehendak demikian, setahun bisa sampai 5 kali bolak-balik.
Singapura, negeri yang dibangun oleh Prameswara
anak dari Sang Nila Utama anak dari Demang Lebar Daun yang berasal dari Bukit
Siguntang Palembang Sumatera Selatan, Indonesia. Negeri asalnya bernama Kerajaan
Tumasik yang namanya sekarang diambil menjadi nama Perusahaan Negara Singapura “Temasek”.
Ketika datang serangan dari utara, Prameswara berpindah dan mendirikan Malaka,
keturunannya selanjutnya membangun Johor dan kemudian Melayu Riau, inilah asal
muasal sesungguhnya “Bangsa Melayu”. Mereka yang bermukim di daerah inilah yang
mendapatkan Legacy/Warisan sebagai penerus Bangsa Melayu.
Singapura sebagai negara dengan minim sumber
daya alam, pada zaman Mr. Lee Kwan Yew membuat sebuah basis ekonomi sebagai
negara penyedia jasa (services country),
sebuah keputusan yang sangat tepat sehingga membuat Singapura yang juga dikenal
sebagai dot country menjadi sebuah
negara yang cukup disegani dalam kancah Internasional.
Hubungan emosional yang erat dengan Hongkong
dan Taiwan akibat mayoritas pelaku ekonomi di negara ini sejak merdeka adalah dari
etnis China (walaupun ada juga dari India dan negara lain) membuat ekonomi
Singapura melesat melampaui negara-negara pemilik sumber daya alam berlimpah
disekitarnya. Sistem perbankan yang baik membuat dana mengalir deras dari
negara tetangga termasuk dari China, Jepang dan Taiwan.
Perkembangan system ekonomi berbasiskan jasa
ini terlihat jelas sekarang, hampir tidak ada perusahaan besar dunia yang tidak
memiliki kantor cabang disana, akan tetapi mereka memiliki strategi sendiri
untuk perbankan, karena terlihat hanya perbankan local yang menjadi Bank Utama
(Prime Bank). Sepertinya Arab Saudi
harus belajar dari Singapura jika ingin berubah dari Petro country menjadi Services
country.
Saya sempat terkagum-kagum saat melihat
bagaimana Singapura menjaga betul warisan budayanya, rumah-rumah etnis dan kolonial
bahkan kuburan dan masjid, sesuatu yang saat ini dibanyak negara mungkin sudah
banyak yang hilang ditelan modernisasi. Bila kita berkeliling Singapura akan
sangat terasa nuansa ini, hanya saja bila kita memahami sejarah, sebuah
pertanyaan besar akan muncul, kenapa sebagian besar budaya yang dirawat adalah
peninggalan etnis China? Jawabannya menarik, “mungkin memang merekalah yang
membangun Singapura sejak masa sebelum merdeka sampai sekarang”. Lalu kemana
etnis Melayu? Nah, inilah yang memperihatinkan saya.
Ada harga yang harus dibayar oleh pembangunan
dan modernisasi, yaitu hilangnya “Bahasa Melayu”.
Upaya
menjadi Kekuatan Ekonomi Dunia membuat Singapura harus mengedepankan Bahasa
Inggris dalam kesehariannya, hal ini terutama karena Bahasa ini sudah menjadi Bahasa
resmi sejak sebelum merdeka.
Kemudian Bahasa Mandarin, yang menjadi Bahasa perdagangan
bagi etnis China disana. Menarik bagi saya terutama ketika mengobrol dengan
beberapa China Singapura, generasi muda mereka ternyata mereka tidak berkiblat
ke China Daratan, mereka lebih bangga dengan “saya China dan saya Singapura”.
Lalu
Bahasa Urdu/India mengingat banyak etnis India yang sudah mukim sejak lama dan
menjadi salah satu motor pembangunan di Singapura.
Bahasa Melayu nyaris lenyap, dalam penanda arah
maupun pengumuman resmi, Bahasa ini selalu menjadi paling akhir atau ketiga
sebelum Bahasa Urdu. Suatu hari saya berbicara dengan etnis Melayu yang menjadi
supir disana, ketika saya tanya “anak2 dirumah menggunakan Bahasa apa”?
dijawabnya “Bahasa Inggris”???.
Pemerintah Singapura saya yakin paham betul
dengan hal ini, apalagi saat tahun lalu berkunjung saya melihat bagaimana
pemerintah berupaya dengan membuat kampaye “gunakan Bahasa” yang dipasang di
bus-bus umum. Apalagi kita semua tahu bahwa Bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa
resmi ASEAN dan akar Bahasa Indonesia adalah Bahasa Melayu.
Dalam pemahaman saya “Bahasa” adalah “Identitas”.
Hilangnya orang Aztec, Inca atau Amazon bukan karena keturunannya tidak ada,
tetapi karena Bahasa mereka tidak lagi dipakai, itu juga yang terjadi dengan
orang Indian di Amerika.
Penetrasi Bahasa Inggris diseluruh dunia dengan
menunggangi “perdagangan internasional” seharusnya tidak mengubur Bahasa asli
penduduknya. Sebagaimana pepatah melayu “esa
hilang dua terbilang, takkan melayu hilang dibumi”
Akankan melayu hilang di Singapura?
Wassalam.
Singapore (takkan melayu hilang di bumi)
Bismillahir rahmanir Rahim
Alhamdulillah, it was never
imagined before when I would often commute Jakarta - Singapore, it turned out
that fate would be so, a year could be up to 5 times round trip.
Singapore, the country built by
Prameswara son of Sang Nila Utama, a child from Demang Lebar Daun
originating from Bukit Siguntang Palembang, South Sumatra, Indonesia. His
native country is called the Kingdom of Tumasik whose name is now taken as the
name of the Singapore State Company "Temasek". When the attack from
the north came, Prameswara moved and founded Malacca, his descendants then
built Johor and then Riau Malays, this was the true origin of the "Malay
Nation". Those who live in this area get the Legacy / Heritage as the
successor of the “Bangsa Melayu”.
Singapore as a country with
minimal natural resources, at the time of Mr. Lee Kwan Yew made an economic
base as a service country, a very appropriate decision that made Singapore,
also known as dot country, a country that was quite respected in the
international arena.
The close emotional connection
with Hong Kong and Taiwan due to the majority of economic actors in this
country since independence is of ethnic Chinese (although there are also from
India and other countries) making Singapore's economy accelerate beyond the
countries that have abundant natural resources around it. A good banking system
makes funds flow from neighboring countries including China, Japan and Taiwan.
The development of this
service-based economic system is clearly visible now, almost no major global
companies do not have branch offices there, but they have their own strategies
for banking, because it is seen that only local banks become the Main Bank
(Prime Bank). It seems that Saudi Arabia must learn from Singapore if they want
to change from Petro country to Services country.
I was amazed when I saw how
Singapore maintained its cultural heritage, ethnic and colonial houses and even
cemeteries and mosques, something that in many countries might have been lost
in the modernization. If we go around Singapore it will feel this ambiance,
it's just that if we understand history, a big question will arise, why is most
of the culture that is cared for is ethnic Chinese heritage? The answer is
interesting, "maybe they were the ones who built Singapore since the time
before independence until now". Then where is the ethnic Malays? Well,
this is what concerns me.
There is a price to be paid by
development and modernization, namely the loss of "Malay Language".
Efforts to become a World
Economic Power make Singapore must prioritize English in their daily lives,
this is mainly because this language has become the official language since
before independence.
Then Mandarin, which is the trade
language for ethnic Chinese there. Interesting to me especially when chatting
with some Chinese Singaporeans, their young generation turned out they were not
oriented to Mainland China, they were more proud of "I am China and I am
Singapore".
Then Urdu / Indian Language,
considering that many ethnic Indians have been living for a long time and
become one of the motor development in Singapore.
Malay language almost vanished,
in the direction markers and official announcements, this language always
became the last or third before Urdu. One day I spoke with ethnic Malays who were
drivers there, when I asked "What children at home use the language"?
He answered "English”?.
The Singaporean government is
sure that I understand this very well, especially when I visited the last year and see how the government tried by making a "use bahasa language"
campaign installed on public buses. Moreover, we all know that Indonesian is
used as the official language of ASEAN and the roots of Indonesian are Malay.
In my understanding
"Language" is "Identity". The loss of the Aztecs, the Incas
or the Amazon was not because their descendants did not exist, but because
their language was no longer used, that was also the case with Indians in
America.
Penetration of English throughout
the world by riding on "international trade" should not bury the
native language of its inhabitants. As the Malay proverb "esa hilang dua terbilang, takkan melayu
hilang dibumi"
Will Malay Language disappear in
Singapore?
Wassalam.
------- ilalang -------
This comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDelete