Monday, July 29, 2019

Singapura (takkan melayu hilang di bumi)


Singapura (takkan melayu hilang di bumi)

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillah, tak pernah terbayangkan sebelumnya bilamana saya akan sering pulang pergi Jakarta – Singapura, ternyata takdir berkehendak demikian, setahun bisa sampai 5 kali bolak-balik.

Singapura, negeri yang dibangun oleh Prameswara anak dari Sang Nila Utama anak dari Demang Lebar Daun yang berasal dari Bukit Siguntang Palembang Sumatera Selatan, Indonesia. Negeri asalnya bernama Kerajaan Tumasik yang namanya sekarang diambil menjadi nama Perusahaan Negara Singapura “Temasek”. Ketika datang serangan dari utara, Prameswara berpindah dan mendirikan Malaka, keturunannya selanjutnya membangun Johor dan kemudian Melayu Riau, inilah asal muasal sesungguhnya “Bangsa Melayu”. Mereka yang bermukim di daerah inilah yang mendapatkan Legacy/Warisan sebagai penerus Bangsa Melayu.

Singapura sebagai negara dengan minim sumber daya alam, pada zaman Mr. Lee Kwan Yew membuat sebuah basis ekonomi sebagai negara penyedia jasa (services country), sebuah keputusan yang sangat tepat sehingga membuat Singapura yang juga dikenal sebagai dot country menjadi sebuah negara yang cukup disegani dalam kancah Internasional.

Hubungan emosional yang erat dengan Hongkong dan Taiwan akibat mayoritas pelaku ekonomi di negara ini sejak merdeka adalah dari etnis China (walaupun ada juga dari India dan negara lain) membuat ekonomi Singapura melesat melampaui negara-negara pemilik sumber daya alam berlimpah disekitarnya. Sistem perbankan yang baik membuat dana mengalir deras dari negara tetangga termasuk dari China, Jepang dan Taiwan.

Perkembangan system ekonomi berbasiskan jasa ini terlihat jelas sekarang, hampir tidak ada perusahaan besar dunia yang tidak memiliki kantor cabang disana, akan tetapi mereka memiliki strategi sendiri untuk perbankan, karena terlihat hanya perbankan local yang menjadi Bank Utama (Prime Bank). Sepertinya Arab Saudi harus belajar dari Singapura jika ingin berubah dari Petro country menjadi Services country.

Saya sempat terkagum-kagum saat melihat bagaimana Singapura menjaga betul warisan budayanya, rumah-rumah etnis dan kolonial bahkan kuburan dan masjid, sesuatu yang saat ini dibanyak negara mungkin sudah banyak yang hilang ditelan modernisasi. Bila kita berkeliling Singapura akan sangat terasa nuansa ini, hanya saja bila kita memahami sejarah, sebuah pertanyaan besar akan muncul, kenapa sebagian besar budaya yang dirawat adalah peninggalan etnis China? Jawabannya menarik, “mungkin memang merekalah yang membangun Singapura sejak masa sebelum merdeka sampai sekarang”. Lalu kemana etnis Melayu? Nah, inilah yang memperihatinkan saya.

Ada harga yang harus dibayar oleh pembangunan dan modernisasi, yaitu hilangnya “Bahasa Melayu”.

Upaya menjadi Kekuatan Ekonomi Dunia membuat Singapura harus mengedepankan Bahasa Inggris dalam kesehariannya, hal ini terutama karena Bahasa ini sudah menjadi Bahasa resmi sejak sebelum merdeka.

Kemudian Bahasa Mandarin, yang menjadi Bahasa perdagangan bagi etnis China disana. Menarik bagi saya terutama ketika mengobrol dengan beberapa China Singapura, generasi muda mereka ternyata mereka tidak berkiblat ke China Daratan, mereka lebih bangga dengan “saya China dan saya Singapura”.

Lalu Bahasa Urdu/India mengingat banyak etnis India yang sudah mukim sejak lama dan menjadi salah satu motor pembangunan di Singapura.

Bahasa Melayu nyaris lenyap, dalam penanda arah maupun pengumuman resmi, Bahasa ini selalu menjadi paling akhir atau ketiga sebelum Bahasa Urdu. Suatu hari saya berbicara dengan etnis Melayu yang menjadi supir disana, ketika saya tanya “anak2 dirumah menggunakan Bahasa apa”? dijawabnya “Bahasa Inggris”???.  

Pemerintah Singapura saya yakin paham betul dengan hal ini, apalagi saat tahun lalu berkunjung saya melihat bagaimana pemerintah berupaya dengan membuat kampaye “gunakan Bahasa” yang dipasang di bus-bus umum. Apalagi kita semua tahu bahwa Bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa resmi ASEAN dan akar Bahasa Indonesia adalah Bahasa Melayu.

Dalam pemahaman saya “Bahasa” adalah “Identitas”. Hilangnya orang Aztec, Inca atau Amazon bukan karena keturunannya tidak ada, tetapi karena Bahasa mereka tidak lagi dipakai, itu juga yang terjadi dengan orang Indian di Amerika.

Penetrasi Bahasa Inggris diseluruh dunia dengan menunggangi “perdagangan internasional” seharusnya tidak mengubur Bahasa asli penduduknya. Sebagaimana pepatah melayu “esa hilang dua terbilang, takkan melayu hilang dibumi”

Akankan melayu hilang di Singapura?

Wassalam.

------- ilalang -------


Singapore (takkan melayu hilang di bumi)


Bismillahir rahmanir Rahim

Alhamdulillah, it was never imagined before when I would often commute Jakarta - Singapore, it turned out that fate would be so, a year could be up to 5 times round trip.

Singapore, the country built by Prameswara son of Sang Nila Utama, a child from Demang Lebar Daun originating from Bukit Siguntang Palembang, South Sumatra, Indonesia. His native country is called the Kingdom of Tumasik whose name is now taken as the name of the Singapore State Company "Temasek". When the attack from the north came, Prameswara moved and founded Malacca, his descendants then built Johor and then Riau Malays, this was the true origin of the "Malay Nation". Those who live in this area get the Legacy / Heritage as the successor of the “Bangsa Melayu”.

Singapore as a country with minimal natural resources, at the time of Mr. Lee Kwan Yew made an economic base as a service country, a very appropriate decision that made Singapore, also known as dot country, a country that was quite respected in the international arena.

The close emotional connection with Hong Kong and Taiwan due to the majority of economic actors in this country since independence is of ethnic Chinese (although there are also from India and other countries) making Singapore's economy accelerate beyond the countries that have abundant natural resources around it. A good banking system makes funds flow from neighboring countries including China, Japan and Taiwan.

The development of this service-based economic system is clearly visible now, almost no major global companies do not have branch offices there, but they have their own strategies for banking, because it is seen that only local banks become the Main Bank (Prime Bank). It seems that Saudi Arabia must learn from Singapore if they want to change from Petro country to Services country.

I was amazed when I saw how Singapore maintained its cultural heritage, ethnic and colonial houses and even cemeteries and mosques, something that in many countries might have been lost in the modernization. If we go around Singapore it will feel this ambiance, it's just that if we understand history, a big question will arise, why is most of the culture that is cared for is ethnic Chinese heritage? The answer is interesting, "maybe they were the ones who built Singapore since the time before independence until now". Then where is the ethnic Malays? Well, this is what concerns me.

There is a price to be paid by development and modernization, namely the loss of "Malay Language".

Efforts to become a World Economic Power make Singapore must prioritize English in their daily lives, this is mainly because this language has become the official language since before independence.

Then Mandarin, which is the trade language for ethnic Chinese there. Interesting to me especially when chatting with some Chinese Singaporeans, their young generation turned out they were not oriented to Mainland China, they were more proud of "I am China and I am Singapore".

Then Urdu / Indian Language, considering that many ethnic Indians have been living for a long time and become one of the motor development in Singapore.

Malay language almost vanished, in the direction markers and official announcements, this language always became the last or third before Urdu. One day I spoke with ethnic Malays who were drivers there, when I asked "What children at home use the language"? He answered "English”?.

The Singaporean government is sure that I understand this very well, especially when I visited the last year and see how the government tried by making a "use bahasa language" campaign installed on public buses. Moreover, we all know that Indonesian is used as the official language of ASEAN and the roots of Indonesian are Malay.

In my understanding "Language" is "Identity". The loss of the Aztecs, the Incas or the Amazon was not because their descendants did not exist, but because their language was no longer used, that was also the case with Indians in America.

Penetration of English throughout the world by riding on "international trade" should not bury the native language of its inhabitants. As the Malay proverb "esa hilang dua terbilang, takkan melayu hilang dibumi"

Will Malay Language disappear in Singapore?

Wassalam.

------- ilalang -------



1 comment:

  1. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete

Sejarah

  Bismillahirrahmanirrahim… Sejarah Sejarah adalah cerita tentang masa lalu, bisa jadi tentang kebaikan atau keburukan, kemegahan atau k...