Bismillahirrahmanirrahim…
Happy Sayyidul Aayaam
Ada apa dengan kita...?
Segala puja dan puji hanya bagi Allah Ta’ala, shalawat
serta salam hanya tercurah keharibaan Baginda Nabi Rasulullah saw. Saudara dan
sahabatku yang dirahmati Allah swt, mari bersyukur atas segala nikmat dan
karunia yang telah kita terima, terlebih untuk karunia Iman dan Islam, Allahuma
a’inni ‘ala dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibaadatik, aamiinn…
Mengapa kita menghujat?, mengapa kita mencaci? Terutama
dalam urusan beragama wabil khusus dalam urusan khilafiyah?. Beberapa waktu
yang lalu saya pernah membuat tulisan yang saya unggah di FB, isinya “Ada
suatu masa dimana sunnah digadang-gadang dan fardlu terabaikan, sebagaimana
firqah (golongan) diutamakan dan ukhuwah (persatuan) diabaikan.” Dalam menuliskan
ini perlu waktu berhari-hari bagi saya untuk mentafakuri dimana meletakkan “terabaikan”
dan dimana meletakkan “diabaikan”
Kita tidak akan membahas secara detail karena
khawatir ilmu saya masih jauh dari cukup untuk membahasnya, saya hanya akan
mencoba menghadirkan contoh-contoh saja dan semoga saudara dan sahabat dapat
menyimpulkannya.
Ada kisah tentang Dzul Khuwaisirah At Tamimi An
Najdi yang pernah memprotes Rasulullah saw soal keadilan saat pembagian hasil rampasan
perang. Protes ini membangkitkan kemarahan sahabat yg kemudian ditenangkan oleh
Rasulullah sambil berkata : “biarkan dia! Sesungguhnya dia
memiliki pengikut yang sholat kalian terasa remeh dibandingkan sholatnya, puasa
kalian terasa remeh dibandingkan dengan puasanya, mereka terlepas dari agama
sebagaimana anak panah yang terlepas dari busurnya……” HR. Muslim,
(2/743 dan 744).
Kisah satunya tentang orang yang
sama, dimana sahabat Khalid bin Walid ra bertanya tentang dia kepada Rasulullah
: ““Wahai Rasulullah, orang ini memiliki semua bekas dari ibadah-ibadah
sunnahnya: matanya merah karena banyak menangis, wajahnya memiliki dua garis di
atas pipinya bekas airmata yang selalu mengalir, kakinya bengkak karena lama
berdiri sepanjang malam (tahajjud) dan janggut mereka pun lebat”.
Rasulullah
saw menjawab : “camkan makna ayat ini : “qul in’kuntum tuhib’būnallāh fattabi’unī…
“ (QS Ali Imran : 31) – Katakanlah: “Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku,
niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. karena Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang”.
Khalid
bin Walid ra bertanya, “Bagaimana caranya ya Rasulullah ? ”.
Nabi shallallahu alaihi wasallam
menjawab, “Jadilah orang yang ramah seperti aku, bersikaplah penuh kasih, cintai
orang-orang miskin dan papa, bersikaplah lemah-lembut, penuh perhatian dan
cintai saudara-saudaramu dan jadilah pelindung bagi mereka.” (Shahih Muslim, Jilid. 17, No.171).
Ada
lagi kisah tentang Abdurrahman ibn Muljam yang saat dikirim mengajarkan Alquran
di Mesir membawa surat Kalifah yg isinya “Yang membawa surat ini adalah
Abdurrahman ibn Muljam, seorang hafidz
dan salah satu sahabat yang terbaik dalam soal Alquran”. Beberapa tahun
kemudian, orang inilah yang membunuh Sayyidina Ali bin Abithalib sambil melantunkan
ayat Alquran.
Apa
yang kita dapat:
1.
Ada orang yang merasa dirinya sangat benar dalam beragama
(sehingga orang lain pasti salah)
padahal saat itu Rasulullah saw masih hidup, coba bayangkan, sampai Rasulullah
saw menyatakan : “pengikut orang itu akan menganggap sholat dan puasa kalian
remeh dibanding sholat dan puasanya”. Dimasa Rasulullah saw saja orang seperti
ini ada, bagaimana dimasa sekarang? Tentu banyak…
2.
Ada orang yang tampilan fisiknya luar biasa. Bayangkan mata merah karena banyak menangis, ada 2 gurat di
pipi bekas air mata dan kaki bengkak karena banyak berdiri sholat. Ini adalah orang
yang sama dengan orang nomor satu diatas. Banyakkah saat ini? kalo cuma mata
merah dan berjanggut saya rasa banyak, tapi yg sampai bergurat pipi dan kaki
bengkak mungkin jarang.
3.
Ada orang yang tampilan ilmunya luar biasa. Bayangkan bila orang ini dikenal sebagai Hafidz (penghapal)
Alquran terbaik bahkan termasuk salah seorang yang dikategorikan “sahabat” Rasulullah saw. Banyakkah
dimasa ini?, kalau hafidz cukup banyak saya rasa.
Lalu apa hubungannya?
Rasulullah
saw telah membuat garis tegas untuk urusan agama ini, bila kalian cinta Allah
Ta’ala maka fatabi’uni (ikutlah aku) dalam hadits lain Rasulullah saw
berkata bila kalian tidak mengikuti aku maka Laisa minni (bukan
umatku). Kemudian bagaimana caranyapun Rasulullah saw telah membuat acuan yaitu
: “Jadilah
orang yang ramah seperti aku, bersikaplah penuh kasih, cintai orang-orang
miskin dan papa, bersikaplah lemah-lembut, penuh perhatian dan cintai
saudara-saudaramu dan jadilah pelindung bagi mereka.” (Shahih Muslim,
Jilid. 17, No.171).
Orang-orang
seperti dicontohkan diatas biasanya membentuk golongan (firqah) yang ekslusive,
terbiasa menghujat, mencaci bahkan mengkafirkan saudaranya karena mereka merasa
diri mereka, ibadah mereka lebih baik dari saudaranya yang lain. Sebagian dari
mereka mengeraskan hal-hal yang sunnah sehingga yang wajibpun terabaikan,
bayangkan kepatuhan terhadap Rasulullah saw (wajib) dapat mereka abaikan,
apalagi kepatuhan terhadap Pemimpin (Sayyidina Ali bin Abithalib ra / Khalifah).
Makanya Rasulullah berkata : “mereka
terlepas dari agamanya sebagaimana panah lepas dari busurnya”
Jadi
kita telah diberikan contoh-contoh, lalu mana yang mau diikuti terserah dengan
kita saja sepanjang tidak bertentangan dengan apa yang disampaikan Rasulullah
saw.
Allahu’alam bissawab
Barakallahu li walakum
Wass
-------
ilalang -------
No comments:
Post a Comment