Bismillahirrahmanirrahim..
Assalamualaikum wr wb
Telah lebih 3 bulan lamanya tidak menulis, hampir saja berfikir bahwa telah selesai masa tulis menulis ini karena tidak terbersit sedikitpun ide menulis sebagaimana sebelumnya. Sampailah kemarin dalam perjalanan pulang kerumah, tiba-tiba ada sebuah kalimat yang melintas dikepala, segera ditangkap agar tak pergi lagi. Kalimat yang tidak panjang dan semoga menjadi awal yang baru dalam urusan tulis menulis ini, amiinn....
Ustadz Abdul Somad (semoga Allah merahmatinya dan keluarganya), anak Riau yang jadi fenomena belakangan ini, suaranya menggelegar ke penjuru negeri, menafikan suka atau tidak suka, suaranya merupakan letupan yang terpendam dari rangkaian perjalanannya dalam menuntut ilmu, mengisi ruang-ruang religi yang berbalut kehampaan pada saat ini, menghardik jiwa-jiwa yang berbalut kesombongan atas kefanaan duniawi.
Saya tidak pula terlalu sering mendengarkan ceramah beliau di you tube, tidak pula selalu bersesuaian dengan pendapatnya dan bukan pula karena sama-sama anak Melayu, tapi sore kemarin kalimat yang melintas di kepala seperti ini :
"Abdul Somad dari Riau adalah sebuah buku yang terbuka,
barang siapa tidak memanfaatkannya niscaya termasuk orang yang merugi
barang siapa tidak berkenan dengan pendapatnya hendaknya cukuplah itu untuk dirinya sendiri, sampai Allah memberikan kemampuan padanya untuk membuat hujjah atas keberatannya.
barang siapa menutup sebuah buku yang terbuka, bersedihlah.. karena niscaya Allah akan menutup pintu-pintu ilmu baginya diatas muka bumi ini"
Demikianlah suguhan di sore yang syahdu ini, semoga bermanfaat bagi kita semua terutama bagi diri saya pribadi.
Allahu 'alam bissawab
Barakallahu li walakum
Wass
ACT
Friday, January 12, 2018
Thursday, September 28, 2017
Keyakinan (Faith)
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamualaikum wr wb..
Sebuah tulisan tertunda dan terlantar sekian lama, baru tertulis separuh jalan dan terhenti entah karena apa, akhirnya dengan sisa kemalasan yang ada, dipaksakanlah diri untuk menuntaskannya, alhamdulillah..... semoga berkenan....
Faith – Keyakinan
Tulisan tentang keyakinan ini
dimulai dengan cerita atau drama yang terjadi saat Pilkada DKI beberapa waktu
yang lalu, dimana selama berbulan-bulan mata, telinga dan otak kita dijejali
dengan kata-kata penistaan. Berawal dari seorang cagub non-muslim yang mengutip
ayat Alquran saat berbicara didepan umum. Bagaikan menyambut umpan matang dari
pemain sayap suatu kesebelasan, begitu banyak pemain yang secara tiba-tiba
menjadi striker/penyerang, serombongan pemain belakang mulai dari center back,
bek kiri dan bek kanan, gelandang kiri dan gelandang kanan, bahkan sampai
kiperpun ikut maju meramaikan kotak penalty, semua merasa menjadi striker.
Ada apa ini dan apa yang terjadi?
Fenomena ini kemudian bergulir di dunia debat, mulai dari debat dunia maya,
dunia sandiwara sampai dunia nyata. Semua yang merasa tahu, mulai dari yang
tahu sedikit, tahu banyak, tahu bulat sampe yang sebenernya gak tahu apa-apa
ikut nimbrung bicara dan pada dasarnya semua tidak menjernihkan bahkan
memperkeruh suasana. Rombongan yang ngerasa ngerti politik berteriak “ini soal
PILKADA!!”, kemudian yang ngerasa ngerti soal agama menjawab “Ini soal IMAN”
dan yang gak ngerti dua-duanya malah akhirnya mahfum bahwa PILKADA ternyata
bukan soal IMAN. Kenapa demikian? Karena gak nyambung, wong yang satu ngomong
apa… yang lain ngomong apa.
Mari kita coba untuk kupas
persoalan ini dengan hati yang lapang dan ilmu yang seadanya, lhooo..? Karena
kalau ilmu kita sudah terlalu tinggi urusan kayak gini cuma bikin mangkel dan geregetan
yang pada akhirnya hanya akan menimbulkan hil-hil yang mustahal dan membuat
lahan penistaan baru.
Masalah PILKADA, benarkah
demikian?.. Dari timing/waktu kejadian/tempus delicti (lhoooo…..) sangat
mungkin, karena yang berbicara didepan massa adalah salah satu calon yang ikut
pilkada, walaupun pembicaraannya tidak berhubungan dengan PILKADA tapi
kesalahannya dapat dijadikan sebagai kuda troya oleh lawannya dalam PILKADA. Dengan
segala macam anomaly dan sustainable pressure akhirnya kita semua tahu seperti
apa endingnya.
Masalah IMAN, yang jadi
pertanyaan IMAN siapa?.. yang berbicara, yang menonton, yang mendengar atau
yang mendengar dari orang lain?... mungkin anda sudah bisa memprediksi
jawabannya, monggo mas… Urusan yang satu ini sangat sensitif, karena secara
teoritis logika diletakkan dibelakang sehingga kalau dijadikan debat hanya akan
membuat urat-urat leher jadi tegang (makanya Pak Kyai ngelarang debat soal
agama). Iman bersanding apik dengan yang namanya Keyakinan, yang satu merupakan
selimut dari yang satunya dan itu kata orang pinter keyakinan itu harganya
muahaalllll.
Saking sensitifnya masalah ini,
kita sudah gak perduli lagi bahwa menafsirkan Alquran itu adalah haknya Mufasir
dengan seabreg persyaratannya. Kita sudah gak mau tahu bahwa Rasulullah saw itu
sangat pemaaf dan sangat bijak dan sangat santun dan sangat arif (silahkan
membaca lagi cerita/sejarah dalam Sirah Nabawiah atau Biografi Baginda yang
ditulis oleh Muhammad Husein Haikal ataupun Karen Amstrong). Anehnya saya gak
nemu contoh yang maki-maki orang, wong dilempar batu aja malah didoain selamat
yang ngelempar. Terus kita niru siapa??? Keyakinan yang mana???
Terlalu panjang nih Mukadimahnya,
malah ngawur… Baiklah, keyakinan atau faith atau apapun namanya adalah sesuatu
yang tidak kasat mata, tidak terlihat akan tetapi akan melandasi dan mewarnai
setiap gerak dan tingkah laku manusia. Khusus untuk orang Islam keyakinan itu
dipoles dan di install oleh yang namanya Rukun Islam, kemudian di elaborasikan
dan di ejawantahkan oleh yang namanya Rukun Iman, jelas !!!. Pasti ga jelas,
wong saya aja ribed.
Intinya begini, anda dipastikan
belum memiliki identitas keyakinan yang jelas bilamana anda tidak paham soal
Syahadat, tapi anda tetap Islam kalau sudah melafazkan Syahadat. Sebagaimana
pada tulisan terdahulu tentang Syahadat, kita telah mahfum bahwa Syahadat
adalah sebuah gerbang atau “gate” yang merupakan “starting point” mengenai
kapan seseorang diakui atau resmi menjadi seorang Muslim, konotasi ini tentulah
lebih pas bilamana kita pakaikan pada kondisi seorang Muallaf. Bagaimana dengan
“Mukallaf” atau orang yang lahir dari kedua orang tua yang Muslim? Bagi
Mukallaf indentitas itu melekat secara otomatis saat dia lahir sebagaimana azaz
“ius sanguinis” pada system kewarganegaraan.
Kembali pada keyakinan, bahwasanya
syahadat selain sebagai gerbang identitas juga merupakan gerbang keyakinan. Memahami
dengan baik tentang apa itu Syahadat akan menjadi pendorong aktif/”booster”
saat melakukan rangkaian ibadah yang terdapat dalam Rukun Islam, dan tidak
hanya itu. Pemahaman Syahadat yang mumpuni akan membimbing seseorang dalam
mengaplikasikan apa yang terdapat dalam Rukun Iman secara an sich.
Supaya lebih jelas, kita akan
lihat pada diagram dibawah ini
Dari diagram diatas, seyogyanya
dapat kita paham mengapa Syahadat disebut sebagai Gerbang Keyakinan, akan sulit
kita memahami bila tidak menggunakan alat peraga seperti diagram diatas. Nah
sekarang mungkin baru dapat kita pahami betapa pentingnya Syahadat dan
bahwasanya Syahadat bukanlah sebuah “lipsing” atau kata-kata tanpa makna. Tanpa
memahami Syahadat niscaya untaian peribadatan yang dilakukan pada Rukun Islam
menjadi hampa tak bermakna dan tanpa memahami Syahadat niscaya Rukun Iman yang
tanpa wujud itu menjadi sesuatu yang absurd saja.
Allahu'alam bissawab
Wassalam
ACT
Monday, September 4, 2017
Love (the droplets of God's Majesty)
Assalamualaikum wr wb
Setelah tertahan sekian lama, ditimbang-timbang baik buruknya, akhirnya lepas juga ke dunia maya, selamat menikmati, mohon maaf bagi yang tidak berkenan.............
Love - Cinta
Setelah tertahan sekian lama, ditimbang-timbang baik buruknya, akhirnya lepas juga ke dunia maya, selamat menikmati, mohon maaf bagi yang tidak berkenan.............
Love - Cinta
Rasa-rasanya sangat sulit mendefinisikan kata ini,
terlalu banyak faktor yang mempengaruhi, terlalu banyak kewenangan yang
mengangkanginya, terlalu banyak hal yang membuat dia tersisih bahkan
tercampakkan, yang membuat keberadaannya menjadi tiada yang membuat
kehadirannya menjadi sirna, pupus dalam belantara syahwat dan nafsu manusia,
menghilang diantara kecongkakan dan kesombongan hewani.
Bila hari ini aku menulis tentang cinta, maka
jangan berharap ada erotisme disana, jangan menunggu cerita antara dada dan
paha, tidak…. Bukan dan bukan itu, aku akan bercerita tentang sisi lain dari
cinta, tentang betapa agungnya, tentang betapa indahnya, tentang betapa bahagia
mereka yang mendapatkan dan memilikinya.
Cinta adalah keagungan Ilahiah, dia menetes dari
taman-taman surgawi (raudhatun Jannah), dia mengalir dari khazanah Ar-rahman
dan Ar-rahim. Cinta tercipta saat Sang Raja berkehendak dengan Maha
berkehendaknya sehingga terciptalah Nur Muhammad, lalu dengan Nur Muhammad
terciptalah Kalam yang dengannya Allah menciptakan Lauhul Mahfuz lalu alam
semesta.
Allah Ta’ala kemudian memberikan gambaran tentang
bagaimana mencintai dalam Hadist Qudsi sebagai berikut :
“Bila diantara hambaku gemar beribadah Sunnah, maka
Aku mencintainya, dan bila Aku mencintainya, maka bila dia melihat Aku menjadi
matanya, bila dia memegang Aku menjadi tangannya, bila dia berjalan Aku menjadi
kakinya…..”
Mungkin redaksi hadistnya tidak persis seperti itu
tapi itulah kira2 isinya, lihatlah betapa Zat yang Maha Agung, Yang Maha
Tinggi, Raja Diraja, menurunkan derajatnya sehingga mencapai kerendahan manusia
hanya karena Cinta, sungguh betapa dahsyatnya….asyadu..(lebih dahsyat dari
itu).
Manifestasi cinta di atas muka bumi ini kemudian
berpendar, menyebar, mengisi ruang-ruang dialam semesta, menyentuh menyapa
semua makhluk ciptaan Allah sehingga Induk harimau mengangkat cakarnya dari
anaknya.
Cinta
adalah keagungan dari sebuah rasa yang sedemikian indahnya sehingga Allah
Ta’ala menggunakannya dalam koneksitas Pencipta dan Hamba. Getaran rasa cinta
inilah yang kemudian berbuah tindakan yang disebut kasih berselimutkan rasa
generasi ke 2 dari cinta yang bernama sayang.
Dalam
penetrasinya pada qalbu manusia kemudian cinta melakukan splitsing/pembelahan
diri demi menjangkau kategori-kategori yang sudah menjadi Qada/Ketentuan
Ilahiah akan tetapi tidak mengurangi maknanya hanya berbeda-beda dalam
aplikasinya. (lhooo.. katanya cinta tak mungkin terbagi…??? Tar..jangan protes
dulu)
Derajat
tertinggi disemaikan oleh Cinta kepada Rabbul Jalil, sang maha pencipta dan
penguasa alam semesta. Diperlukan upaya yang luar biasa untuk merasakan derajat
ini, usaha yang terus menerus ditopang dengan ketangguhan fisik untuk menembus
lapisan-lapisan dalam pencapaiannya.
Derajat
kedua disemaikan oleh Cinta kepada Rasulullah saw, sang Kekasih Allah manusia
tersuci dan ruh teragung yang pernah hadir dibelantara bumi ini. Sebagaimana
hal diatas pada derajat ini diperlukan upaya dan kepatuhan atas sunnahnya,
risalah yang dibawanya dan copy paste atas akhlak terpujinya. Terdapat hubungan
erat pada derajat ini dengan derajat diatasnya karena pada Hadist Qudsi Allah
berfirman : “Barang siapa mencintai Rasulku maka penduduk langit mencintainya
dan bila penduduk langit mencintainya maka Aku mencintainya”.
Pada
kedua derajat diatas diperlukan upaya-upaya dan kesungguhan luar biasa dari
manusia (terutama karena statusnya sebagai hamba) agar dapat meraihnya,
sehingga terlihat bagaikan one way activity, padahal sesungguhnya tidaklah
demikian karena setiap kegiatan ubudiah yang dilakukan hamba maka Allah Ta’ala
meresponnya dengan jangkauan yang berlipat ganda sebagaimana Hadist Qudsi :
“Bila hambaKu mendekatiKu sejengkal maka Aku mendekatinya sehasta dan bila dia
mendekatiKu dengan berjalan maka Aku mendekatinya dengan berlari”
Derajat selanjutnya
disemaikan kepada Makhluk Ciptaan Allah, dalam hal ini yang kita bahas adalah
manusia (naas) yang kemudian terbagi sebagai berikut :
- Cinta Orang tua kepada anak, penuh dengan
limpahan kasih yang berselimut rasa sayang, dihiasi dengan pengorbanan bagaikan
tanpa henti sampai ajal menjemput, makanya ada isitilah “anak tetaplah anak
setua apapun dia”. Sebaliknya cinta sang anak kepada orang tua hampir2 tak
terlihat, terkadang dimasa tua sang anak bahkan menghindarinya sementara orang
tua pun tak pernah berharap apa2 dari sang anak. Situasi paradox ini akan
mencair saat salah satu telah berpulang, jembatan doa dan untaian airmata akan
menjadi buah dari cinta.
- Cinta kepada sahabat, bersifat reciprocal
(timbal balik) terkadang mutualisme (saling melengkapi). Saat ini sudah sangat
jarang terlihat. Cinta jenis ini biasanya berada diwilayah para Wali Allah,
dimana kebutuhan, kekaguman, penghormatan bercampur baur jadi satu dalam
munajat ubudiah pada Allah Ta’ala. Cinta ini dicontohkan oleh Para Sahabat
Rasulullah (Saaditina Abubakri wa Umar wa Utsman wa Ali wa Hasan wa Husein
Radiallahuanhum) serta para Tabii’in. Ada sebuah cerita lokal, sepulang berguru
ke Madinah, pulang lah Syaikh Arsyad Al Banjari dan sahabatnya Syaikh Samad Al
Palembani ke Indonesia. Syaikh Arsyad kembali ke Martapura Kalsel dan Syaikh
Samad pulang ke Palembang Sumsel. Tidak sampai setahun tidak tahan ternyata
kedua sahabat ini berpisah, akhirnya berangkatlah Syaikh Samad menyusul
sahabatnya di Kalimantan Selatan. Berdua mereka menulis begitu banyak buku yang
menjadi acuan pesantren2 di Kalimantan dan Indonesia.
- Cinta laki-laki dan wanita, bergandeng
dengan fitrah manusia yang berpasang-pasangan terkadang dimulai dengan lontaran
syahwat mengenai bentuk dan rupa, kemudian berputar pada logika tentang materi,
baik itu harta, keturunan dan lainnya. Sebagian besar dari kita terkadang tidak
pernah maju, hanya berputar putar pada syahwat dan logika itu saja sehingga
begitu keduanya sudah tak begitu penting di masa tua, yang mereka sebut cinta
itupun memudar. Tidak banyak yang memahami bahwa perasaan suka kepada lain
jenis saat mereka remaja sesungguhnya merupakan percikan rasa cinta yang
sesungguhnya, dimana bentuk dan rupa belum menjadi tumpuan dan materi belum
terfikirkan. Hanya saja setelah menerima banyak pengaruh dan informasi duniawi,
cinta yang lugu itupun terabaikan.
Kenapa
kita tertarik dengan lawan jenis? Syaikhuna pernah berkata : “jangan heran
kalau kalian merasa begitu dekat dengan seseorang padahal kalian baru
mengenalnya, sesungguhnya para Ruh berkumpul berkelompok-kelompok pada pohon di
Arsy, mungkin saja orang baru yang kau rasa sangat dekat itu adalah sahabat Ruh
dalam kelompok yang sama dengan Ruh mu”. Dalam dunia modern kita sebut ini
chemistry. Bisa jadi cinta yang berkobar dalam kalbumu dikarenakan rindunya Ruh
pada sahabatnya di alam Ruh sana.
Terdapat
kekeliruan mendasar pada sebagian besar manusia saat ini, sebagian kita
menganggap bahwa cinta merupakan dasar dari suatu perkawinan/pernikahan,
padahal tidaklah harus demikian walaupun jika demikian mungkin akan lebih baik.
Kita ambil contoh pada Rasulullah saw; berawal sebagai pegawai Siti Khadijah
yang sangat jujur dan dipercaya sehingga membuat jatuh hati sang majikan,
sementara Rasulullah saat itu sangat menjaga kepercayaan dari majikannya dalam
melakukan pekerjaan/perdagangan. Saat Siti Khadijah menyampaikan maksud untuk
menikah dengannya, Rasulullah bingung, “bagaimana mungkin, aku tidak punya
apa-apa sementara usia terpaut jauh 15 tahun”. Siti Khadijah hanya mengatakan
“cukup jawab engkau bersedia atau tidak, selebihnya biar menjadi urusanku”.
Demikianlah bila kita cermati dimanakah “cinta” ? Jawabnya saat itu tidak ada,
cinta itu bersemi dan menggelora setelah mereka berumah tangga, Siti Khadijah
menjadi wanita yang menjadi istri, saudara sekaligus partner dari Rasulullah.
Dialah tempat Rasulullah menangis ketakutan saat wahyu pertama turun, usapannya
pada kepala Rasulullah menghentikan gemetar Rasulullah dalam selimutnya saat
turun ayat “Yaa Ayyuhal Mudatstsir”. Demikan besar cinta yang terakumulasi
dalam kehidupan mereka sehingga saat wafatnya Siti Khadijah Al Kubro,
Rasulullah menetapkan sebagai tahun duka cita. Hal ini diakui oleh istri-istri
Rasulullah setelah itu, baik Siti Aisyah, Hafsah, Zainab dan Ummu Salamah mengakui bahwa tidak ada cinta sebesar cinta Rasulullah dan Siti Khadijah Al
Kubro. Pengorbanannya, kesabarannya tak ada tanding, sampai suatu saat Jibril
as turun dan berkata kepada Rasulullah “Yaa Rasulullah, sampaikan kepada
istrimu Khadijah bahwa Allah menyampaikan salam, dan baginya telah disiapkan
sebuah rumah disurga dimana tak ada lagi keluh kesah”. Luar biasa, Allah Ta’ala
menyampaikan salam. Manusia mana yang bisa mendapatkan kehormatan setinggi itu.
Dan itu semua karena cintanya, no reserve.
Lalu
bagaimana dengan isteri Rasulullah yang lain? Mereka cukup puas mendapatkan
kasih sayang dari Rasulullah. Ini juga penegasan bahwa perkawinan tidak selalu
berdasarkan cinta, Siti Aisyah menjadi isteri karena dia anak Sayyidina
Abubakar as, ini motif politik untuk mempererat ukhuwah para sahabat dimasa
awal. Hafsah adalah anak Sayyidina Umar yang ketika suaminya syahid diambil
sebagai istri, ini juga politis, Zainab yang dicemburui oleh isteri2 lainnya
adalah isteri dari Zaid bin haritsah anak angkat Rasulullah, diambil sebagai
isteri saat suaminya syahid dalam perang. Hampir semua isteri setelah Khadijah
bermotifkan sama (kecuali isteri terakhir – Romawi Mesir karena hadiah). Semua
isteri tersebut sepakat bahwa cinta Rasulullah hanya pada Khadijah al Kubro
Ummul Mukminin.
Bagaimana
dengan kita? Terkadang kita sendiri bingung mencontoh siapa, mengambil definisi
yang mana dan meyakini apa? Seperti disampaikan diatas bahwa perkawinan tidak
harus didasari cinta tapi bila didasari cinta mungkin akan lebih baik.
Terkadang juga kita terburu-buru melihat pria/wanita yang menarik, mendapatkan
respon, kemudian meng-klaim bahwa itulah cinta, atau ada orang yang sangat dan
penuh perhatian pada kita, mendengarkan semua curhat kita dan memberikan semua
yang hal kebetulan kita harapkan, lalu kita menyebut itulah cinta.
Berdasarkan
penjelasan terdahulu dan contoh kisah dari Rasulullah, ternyata cinta itu tidak
berhubungan dengan syahwat dan logika. Sangat tidak logis manakala seorang
janda kaya berdarah bangsawan yang bisa saja kawin dengan bangsawan manapun,
malah memilih pegawainya. Ada getaran yang tak dapat ditolaknya, getaran yang
membuang semua teori dari logikanya. Getaran yang sama mungkin juga dirasakan
Rasulullah, akan tetapi logikanya menolaknya untuk beberapa lama, sampai logika
itu sendiri tak mampu menahan getaran tersebut. Getaran itulah yang menyemaikan
apa yang dinamakan cinta yang kemudian menjadi nafas dari perkawinan mereka.
Mengenai syahwat, come-on…. Jarak mereka 15 tahun, mungkin kalau Rasulullah mau
yang bohai dan muda saat itu juga banyak.
Jelas
sudah bahwa cinta itu ternyata anti-logika,
kebahagiaan orang yang dicintai lebih utama dari kebahagiaannya, no reserve.
Tak perduli apa yang terjadinya dengan dirinya, karena kebahagiaan orang yang
dicintai sudah merupakan anugerah yang luar biasa.
Cinta pada Derajat 1 dan 2 kita sebut Cinta Ukhrowi, sementara Cinta Duniawi untuk menunjukkan cinta selain itu. Sangat mudah untuk mendeteksi
apakah cinta ukhrowi tertanam pada diri kita, getarannya sangat terasa dan
memiliki jenjang yang sangat banyak, terutama pada menuju cinta ilahi. Beberapa
contoh tentang rasa dalam cinta ilahi adalah sebagai berikut :
1. Bergetar dadanya saat mendengar azan,
“panggilan sang kekasih”
2. Mengalir airmatanya saat mengakhiri tasyahud
dalam sholat, “berpisah dengan kekasih”
3. Rasa sesal luar biasa saat tertinggal
sholat walaupun dapat mengqodonya
Demikianlah sangat
banyak yang lain dan mungkin berbeda-beda rasa bagi tiap orang akan tetapi
intinya tetap satu Rasa Cinta. Rasa cinta yang menggebu-gebu menyulut
kegembiraan saat berjumpa (sholat), kerinduan yang mengguncang (haji),
kegigihan untuk berbagi (zakat/sedekah) dan keberharapan yang tak pernah putus
(puasa).
Allahu’alam
bissawab
Barakalllahu li
walakum
Wassalamualaikum wr wb
Wassalamualaikum wr wb
ACT
Wednesday, August 30, 2017
The Ultimate Weapon (DOA)
Bismillahirrahmanirrahim...
Doa
Adalah bagian yang tak terpisahkan dalam hidup
manusia, sebuah rangkaian kata-kata yang diluncurkan oleh lisan manusia
terutama saat dirinya berada pada keadaan penuh harap atau keadaan tak berdaya.
Doa dilepaskan oleh manusia sebagai pertanda ketidakmampuannya dalam menghadapi
atau menyikapi sesuatu, doa juga meruntuhkan dan meluluhlantakkan ego manusia
yang terkadang terjebak dalam kejumawaan dan kesombongan pengetahuan dunia yang
dimilikinya. Disisi lain, doa merupakan sebuah pengakuan atas eksistensi Dzat
Yang Maha Kuasa dan Maha Berkehendak yaitu Sang Rabbul Jalil.
Doa dalam pengertian “permintaan” atau
“permohonan.” Seperti dalam Al-Quran surah Al-Mu’min ayat 60 dibawah ini.
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ
60. Dan Tuhanmu berfirman: “Mohonlah
(mintalah) kamu kepada-Ku, pasti Aku perkenankan (permintaan) kamu itu.
Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku [1327] akan masuk
neraka Jahannam dalam keadaan hina dina”.
Doa adalah sebuah pembuktian atas kedudukan antara
seorang Tuan dan Hamba, dimana seorang Tuan sampai kapanpun tetaplah akan
menjadi Tuan begitupun seorang hamba, tetaplah akan menjadi seorang hamba.
Karena itulah maka tipuan dunia yang seolah-olah mengangkat kedudukan seorang
manusia sesungguhnya hanyalah permainan dunia belaka, karena sebagai Tuan maka
Hak prerogative Allah saja yang dapat mengangkat derajat seseorang baik dalam
urusan dunia maupun urusan akhirat.
Kembali kepada doa, terdapat 2 perspektif yang
dapat kita ambil dalam membicarakan masalah ini, yang pertama adalah
konsep syariat yang dalam bahasa sederhana akan melihat doa dari sisi
"syarat dan ketentuan berlaku" dan yang kedua adalah konsep hakikat
yang lebih mengutamakan hati/qalbu sebagaimana dinyatakan dalam hadist dibawah
ini :
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ صَخْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ اللَّهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى أَجْسَامِكُمْ وَلاَ إِلَى صُوَ رِكُمْ ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ
“Diriwayatkan
dari Abu Hurairah Abdirrahman bin Syahrin radhiyallahu ‘anhu, ‘Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, ‘Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada
tubuh kalian dan tidak pula kepada rupa kalian, tetapi Dia melihat kepada hati
kalian.” (Diriwayatkan Muslim)
Bila kita mengacu pada konsep
pembelajaran (ta'lim) dunia tareqat dimana terdapat syarat "tidak ada
tareqat tanpa syariat" maka jelas sudah kedua hal diatas bukanlah pilihan,
melainkan bagaimana kita memandang dan menyikapinya sesuai dengan keadaan (hal)
dan derajat pemahaman (maqom) masing-masing kita.
Kita tidak akan membahas doa dalam konsep syariat
ataupun hakikat, akan tetapi kita akan mengupas mengenai apa sesungguhnya doa
tersebut dan untuk apa ada doa? Para masyaikh meyampaikan bahwa Allah Ta'ala
memberikan doa sebagai sebuah senjata canggih yang luar biasa kepada hambaNya
yang bernama manusia, senjata tersebut sangat luar biasa karena salah satu
keampuhannya adalah dapat merubah ketetapan Allah Ta'ala. Sampai disini kita
akan bertanya-tanya, ketetapan yang mana? Untuk dapat menjawab pertanyaan itu
lebih dahulu kita harus membedah mengenai Ketetapan Allah Ta'ala atau yang
lebih sering kita sebut "Takdir".
Rasulullah saw pernah menyatakan bahwa Lauhil
Mahfuz yang yang berisikan tulisan tentang ketetapan atas manusia sudah selesai
ditulis 50.000 tahun sebelum manusia pertama dicptakan (Adam as). Nah,
bagaimana mungkin tulisan mengenai manusia sejak awal sampai manusia terakhir
(termasuk kita) dapat dirubah? Disini kita harus memahami tentang apa yang
dimaksud Takdir. Sayyidina Ali ra ketika ditanya tentang takdir hanya menjawab
"sumur yang dalam", ketikan ditanya lagi dijawab "samudra yang
luas" dan ketika yang bertanya makin penasaran beliau berkata "bila
engkau menghendaki suatu kejadian, maka yang akan terjadi adalah kehendakmu
atau kehendak Allah", dijawab "Kehendak Allah", kemudian beliau
menerangkan "itulah yang dimaksud dengan takdir".
Bila kita mau lebih teliti mencermati maksud dari
Sayyidina Ali ra, maka akan kita dapatkan kata kunci tentang
"kehendak" dan bahwa Allah Ta'ala telah menuliskan kehendaknya
tentang manusia dalam bentuk ketetapan pada Lauhil Mahfuz, akan tetapi
Sayyidina tidak menjelaskan secara rinci mengenai ketetapan tersebut, termasuk
bahwa diantaranya ada yang dapat dirubah oleh sebuah senjata yang bernama
"Doa".
Untuk mengetahui ketetapan yang mana yang dapat
dirubah, maka kita akan membedah dulu tentang ketetapan Allah yang terbagi
menjadi :
1. Qada, Ketetapan yang tidak dapat atau mungkin
dirubah, karena bila dirubah dapat merusak harmonisasi alam semesta termasuk
juga disini mengenai lahir dan matinya seorang manusia. Ketetapan ini hanya
menyangkut dihembuskan ruh dan dicabutnya ruh, tidak termasuk tatacaranya,
karena tatacaranya bisa saja termasuk dalam jenis ketetapan selanjutnya.
2. Qadar, ketetapan yang dapat dirubah, terbagi 2 :
a. Qadar Qubro, ketetapan besar,
inilah yang dapat dirubah dengan doa dan perubahan yang dilakukan semata-mata
atas kehendak Allah Ta'ala..
b. Qadar Sugro, ketetapan
kecil, ini dapat dirubah dengan akal manusia, dengan upaya dan ikhtiar termasuk
ijtihad. Menarik membahas tetntang Qadar Sugro ini karena kita akan dihadapkan
pada teori logika sebagaimana pengetahuan manusia. Teori ini pada intinya
mengatur tentang sebab akibat atas keputusan yang diambil manusia tentang suatu
hal atau kejadian. Agak mirip dengan teori varian pada permainan catur, bahwa
setiap langkah yang kita ambil terdapat berbagai varian yang merupakan langkah
selanjutnya, hanya saja bila varian catur masih dapat kita tulis, maka varian
dalam ketetapan ini tidak mungkin ditulis karena varian yang dihasilkan atas
satu langkah yang diambil, bisa saja sejuta atau semilyar langkah varian,
mungkini inilah yang dimaksud oleh Sayyidina Ali ra sebagai "sumur yang
dalam" atau "samudra yang luas".
Bila kita cermati terlihat bahwa doa dapat merubah
apa yang sudah ditulis sebagai Qadar Qubro yang merupakan ketetapan Allah
Ta'ala. Disini dapat kita renungkan kedahsyatan doa, bahwasanya Allah Ta'ala,
Yang Maha Kuasa, Yang Maha Berkehendak, Yang Berdiri Sendiri dengan segala ke
Maha-an Nya, ternyata mau merubah ketetapanNya, apakah itu bukan dahsyat
namanya? Tentulah doa tersebut terpancar dari hati/qalbu yang tulus, penuh
kerendahan sehingga Allah Ta'ala tergugah dan memenuhi permintaannya. Selain
itu jangan lupa tentang apa yang diajarkan oleh dunia syariat bahwa agar doa
anda terjawab sebagaimana ayat Quran diatas haruslah diingat "syarat dan
ketentuan berlaku"
Demikian semoga bermanfaat.
Billahi taufiq wal hidayah
Barakallahu li walakum
Wasalam
ACT
Tuesday, August 29, 2017
Rise and Fall Venice from East (Palembang Darussalam)
Bismillahirrahmanirrahim…
Pengantar.
Dongeng ini dibuat untuk memenuhi
janji kepada sahabatku RM. Zein Abidin 12 tahun yang lalu, bahan untuk narasi
dongeng diambil dari berbagai sumber yang tidak dapat disebutkan satu persatu
termasuk imajinasi. Harap pembaca tidak menganggap ini sebagai sejarah karena
dibuat sebagai cerita dongeng biasa. Agar dongeng ini dapat menjadi sejarah,
sangat diperlukan koreksi, masukan dan tambahan dari semua yang membaca dan
berkepentingan dengan dongeng ini. Apabila tidak ada masukan, tambahan atau
koreksi apapun dari pembaca, maka dongeng ini tetaplah akan menjadi dongeng
saja. Karena itu saya menghimbau, terutama kepada sahabat, rekan dan para
dzuriyat agar dapat melengkapi dongeng ini sehingga kita akan mendapatkan
sebuah sejarah tentang indahnya Kerajaan Palembang Darussalam yang kita
banggakan.
Awan hitam menggayut di atas
langit Demak, sebuah berita duka datang dari seberang, Patih Unus menantu Raden Patah yang menjadi
penguasa Demak dikabarkan gugur dalam peperangan melawan Portugis di Malaka,
pasukannya hancur dan yang berhasil lolos tidak kembali ke Demak, sebagian
merapat di Banten dan menetap disana. Hal ini disebabkan huru-hara yang terjadi
di Keraton Demak sepeninggal Patih Unus, terjadi perebutan kekuasaan antara
anak-anak Raden Patah, Pangeran Trenggono (anak Permaisuri) dan Pangeran Kikin
(anak selir dari Jipang) saling berebut pengaruh untuk menjadi raja, sementara
menantu-menantunya Fatahillah dan Pangeran Pasarean tak mampu berbuat apa-apa
karena disibukkan dengan konsolidasi pasukan Demak-Cirebon yang sedang bergerak
kearah barat.
Huru-hara ini memicu pertikaian
berdarah, Pangeran Mukmin anak tertua Pangeran Trenggono yang membela ayahnya
mengutus seorang perwiranya untuk membunuh Pangeran Kikin. Malam itu gugurlah
Pangeran Kikin dalam sebuah duel di tepi sungai, hal ini dikenang masyarakat
Demak dengan memberikan gelar “Pangeran Sekar Seda ing Lepen” yang berarti “Bunga yang Gugur di tepi
Sungai” kepada Pangeran Kikin. Ketegangan
akibat pertikaian ini makin menjadi, pihak yang berafiliasi dengan keluarga
Pangeran Kikin yang berbasis di Jipang merasa tertekan oleh Pihak Pangeran
Trenggono yang berkuasa, akhirnya memilih pergi. Eksodus ini dilakukan oleh 24
bangsawan yang berafiliasi ke Adipati Jipang berlayar menuju tanah Palembang
dipimpin oleh Ki Gede Ing Suro yang ayahnya dulu pernah diperintahkan oleh
Raden Patah untuk menyerang Portugis di Malaka dari Palembang. Mereka mendarat
di Palembang tahun 1547.
Sementara di Demak, silih
berganti korban berjatuhan, Pangeran Mukmin atau Sunan Prawata tewas ditangan
orang suruhan Arya Penangsang /Adipati Jipang anak Pangeran Kikin pada tahun
1549, tak sampai disitu, Pangeran Hadari suami dari Ratu Kalinyamat juga ikut
di bunuh yang memicu legenda sumpah Ratu Kalinyamat “tidak akan berhenti tapa
sebelum ada yang membawakan kepala Arya Penangsang kehadapannya”. Akhirnya
Hadiwijaya/Joko Tingkir Adipati Pajang yang juga menantu Pangeran Trenggono membuat sebuah
aliansi untuk menghancurkan Arya Penangsang, dibantu oleh Ki Gede Pemahanan dan
anaknya Sutawijaya mereka menyerbu Demak dan dengan sebuah siasat setelah
perang tak kunjung berhenti akhirnya Arya Penangsangpun tumbang. Murid Sunan
Kudus itu meregang nyawa setelah ususnya yang terburai putus oleh kerisnya
sendiri. Berakhirlah masa Kerajaan Demak, singgasana kemudian diboyong pindah
ke Pajang dan Ki Gede Pemanahan serta anaknya mendapatkan hadiah tanah dari
Hadiwijaya yang kemudian diberi nama Mataram.
Terdapat simpang siur angka tahun
dari para sejarawan mengenai peristiwa pada era ini, De Graaf, Pigeaud maupun
Tomi Pires dan beberapa sejarawan Indonesia berbeda pendapat soal angka tahun. Agar
alur cerita tetap terjaga, maka kita harus mengambil jalan tengah, bila Patih
Unus gugur tahun 1521, maka Trenggono berkuasa sampai tahun 1546, selanjutnya
Prawata memerintah hanya 3 tahun karena 1549 dia dibunuh oleh Arya Penangsang,
selanjutnya Arya Penangsang tumbang ditangan aliansi Hadiwijaya/Joko Tingkir
dan Sutawijaya pada tahun yang sama.
Kita kembali ke cerita eksodus
para bangsawan Demak ke Palembang.
Terdapat banyak versi mengenai cerita awal ini, bahkan para sejarawan
tidak menemukan kesepakatan dalam hal ini,
beberapa hal yang menjadi perdebatan antara lain:
1. Ki
Sido Ing Lautan dan Ki Gede Ing Suro sebenarnya satu orang, ada yang sepakat
tapi lebih banyak yang tidak.
2. Ki
Sido Ing Lautan adalah anak dari Pangeran Purbaya dan cucu dari Raden Patah,
versi ini sama dengan silsilah yang dibuat Kerajaan Belanda tapi kalau melihat
tahun sepertinya tidak mungkin Cucu dan Kakek hidup pada generasi yang sama
3. Ki
Sido Ing Lautan adalah anak Ki Sedareja dan merupakan cucu dari Raden Kusen
adik dari Raden Patah, versi ini juga sama seperti nomor 2
4. Ki
Sido Ing Lautan adalah Putra Raden Patah yang dikirim untuk memobilisasi
pasukan laut dari Palembang dan bersama aliansi maritime kerajaan-kerajaan
wilayah barat menyerbu Portugis di Malaka tahun 1512, gugur disana. Versi inilah
sepertinya yg mengaburkan sejarah sehingga ada yang berpendapat Ki Gede Ing
Suro adalah anak Patih Unus.
Dari 4 versi tersebut, kita cari
jalan tengah yang paling masuk akal dan dapat mengisi celah kekacauan cerita
walaupun mungkin tidak 100% benar. Hipotesanya adalah sebagai berikut :
“Ki Sido Ing Lautan gugur di
Malaka saat menyerang Portugis tahun 1512 (Sumber : Buku “Sejarah Daerah
Sumatera Selatan”, tulisan Drs. Ma’moen Abdullah, hal. 59-71). saat
itu anaknya masih kecil dan pada tahun 1547 anaknya Ki Gede Ing Suro memimpin eksodus
24 bangsawan Demak ke Palembang karena ayahnya pernah berkuasa sebagai pimpinan
disana”
Dengan hipotesa diatas kita
akhirnya mendapatkan alur tahun yang lumayan mendekati, karena 3 tahun setelah
mendarat di Palembang yaitu tahun 1550 mereka kedatangan Joko Tingkir atau
Hadiwijaya yang baru berkuasa setelah mengalahkan Arya Penangsang setahun
sebelumnya. Joko Tingkir datang dengan nama Mas Karebet, menemui para bangsawan
yang eksodus ini sekaligus mengabarkan kematian Arya Penangsang pimpinan Jipang
afiliasi mereka. Akhirnya tercapai kesepakatan dan Ki Gede Ing Suro dinobatkan
menjadi Raja Kerajaan Palembang yang tunduk dibawah wilayah Kerajaan Pajang
sebagai penerus Kerajaan Demak.
Sebelum masuk ke cerita Kerajaan
Palembang dalam wilayah Demak/Pajang, kita akan mundur dulu melihat Kerajaan
Palembang saat masih dalam wilayah Kerajaan Majapahit sebagaimana diceritakan
dalam blog https://arditamin.blogspot.co.id/2017/01/the-forgotten-story.html
.
Kerajaan Palembang dalam wilayah Majapahit
1. Aria
Damar (Tan Swan Liong) (1455 – 1486)
Kemudian
berganti nama menjadi Ario Dillah adalah Putra Brawijaya I yang pada zaman Ratu
Suhita (Majapahit) dikirim ke Palembang untuk mengurus wilayah tersebut atas
nama Majapahit. Mendirikan keraton Kuto Gawang yang berlokasi di Pabrik PT
PUSRI sekarang, keraton tersebut hancur dan habis di bakar Belanda tahu 1659.
Tiba di Palembang 1440 bersama Sunan Ampel dan keratonnya berdiri tahun 1455
bersamaan dengan tibanya selir Brawijaya 5 yang kemudian menjadi isterinya.
2. Adipati
Karang Widara (1486 - ………)
Tidak diketahui
asal usulnya, tetapi menurut cerita dia menggantikan Ario Dillah yang pada
akhir masa pemerintahannya diterpa berbagai masalah sehingga dibuang ke Cirebon
dan wafat disana.
Kerajaan Palembang dibawah wilayah Demak/Pajang/Mataram
1. Pangeran
Sido Ing Lautan (………… - 1512)
Runtuhnya
Majapahit dan berdirinya Kerajaan Demak membuat situasi pemerintahan berubah,
tidak diketahui apakah Adipati Karang Widara sebagai wakil Majapahit masih
memerintah di Palembang atau tidak. Akan tetapi sejarah mencatat Demak 2 kali
menyerang Portugis di Malaka (http://nationalgeographic.co.id/berita/2015/07/kisah-raja-muda-dari-demak-yang-menantang-portugis)
dan serangan pertama tahun 1512-1513 adalah gabungan dari Pasukan Demak dan
Pasukan Palembang. Kisah ini memunculkan sebuah nama Pangeran Sido Ing Lautan
yang menjadi misteri karena banyaknya versi cerita tentangnya. Sebuah versi
mengatakan bahwa dia adalah kerabat Raden Patah yang sudah bersama sejak dari
Palembang. Ketika Demak merencanakan menyerang Malaka 1512, Pangeran Sido Ing
Lautan diperintahkan ke Palembang untuk memobilisasi pasukan dan kemudian
bergabung dengan Pasukan Demak yang dipimpin Patih Unus. Dalam pertempuran di
Malaka tersebut Sang Pangeran gugur sementara Patih Unus mundur kembali ke
Demak. Sejak itulah namanya dikenal sebagai Pangeran Sido Ing Lautan sementara Patih
Unus mendapat gelar Pangeran Sabrang Lor.
2. Ki
Gede Ing Suro (1547 – 1572)
Setelah masa
“interregnum”selama 32 tahun. Datanglah anak dari Pangeran Sido Ing Lautan yang
saat ayahnya berangkat menyerang Portugis di Malaka masih berusia kanak-kanak. Ki Gede Ing Suro datang bersama 24 bangsawan Demak lainnya yang
hijrah ke Palembang kembali ke tanah leluhurnya, mendarat di Palembang tahun
1547. Pada tahun 1550 Ki Gede Ing Suro di nobatkan menjadi Raja di Kerajaan
Palembang yang diakui oleh Kerajaan Demak yang saat itu sudah pindah ke Pajang.
Berkuasa selama 26 tahun, dalam versi lain 22 tahun dan karena tidak memiliki
anak, kekuasaan selanjutnya dipegang oleh adiknya Ki Gede Ing Suro Muda.
3. Ki
Gede Ing Suro Muda (1572 – 1589)
Raja ini adalah
adik dari Ki Gede Ing Suro yang menggantikan kakaknya menjadi raja, saudara
perempuannya menikah dengan Ki Gede Ing Ilir yang kemudian melahirkan penerus
raja Kerajaan Palembang selanjutnya. Pada Masa ini dibangun kompleks Pemakaman
Raja-Raja “Gedingsuro”.
4. Pangeran
Kimas Dipati (1589 – 1594)
Anak dari Ki
Gede Ing Ilir yang menggantikan pamannya karena tidak memiliki penerus
5. Pangeran
Madi Angsoka (1594 – 1629)
Saudara dari
Pangeran Kimas Dipati, pada masa ini terjadi “Perang Kafir” melawan Banten yang
disebabkan hasutan Pangeran Mas anak Arya Pangiri cucu Sunan Prawata/Demak yang
membuat cerita bahwa Kerajaan Palembang
masih kafir dan belum Islam, cerita ini kemungkinan besar berlatar belakang
dendam karena Kerajaan Palembang berasal dari pelarian aliansi Adipati Jipang
yang membunuh kakeknya. Mendapat masukan itu, spontan Raja Banten saat itu Maulana
Muhammad yang masih muda menjadi panas, semangat dakwah mengislamkan nusantara
yang berbaur dengan darah muda membuatnya segera membuat rencana penyerangan
bersama dengan Pasukan Lampung yang menjadi tandemnya. Lahirlah motto “Lamun
Banten di hareup Lampung di Buri, lamun Banten di Buri Lampung di hareup”.
Perang berlangsung berhari-hari di Sungai Musi yang berakhir dengan gugurnya
Maulana Muhammad dan mundurnya pasukan Banten kembali ke pangkalannya.
6. Pangeran
Madi Alit (1629 – 1630)
Meninggalnya Pangeran
Madi Angsoka, memicu perebutan kekuasaan antara saudaranya dengan menantunya
(Pangeran Jambi) yang akhirnya dimenangkan oleh saudaranya Pangeran Madi Alit,
Raja ini hanya memerintah 1 tahun saja karena terbunuh dalam suatu perselisihan
dalam keraton.
7. Pangeran
Made Soka / Raden Aria (1630 – 1636)
Menggantikan
saudaranya Pangeran Made Alit, disebut juga Pangeran Sido Ing Puro karena
meninggal didalam Pura.
8. Pangeran
Sido ing Kenayan (1636 – 1652)
Menggantikan
saudaranya, istri atau Sang Permaisuri sangat terkenal pada masyarakat
Palembang yang disebut Ratu Sinuhun, Sang Ratu membuat sebuah karya
ketatanegaraan yang sangat terkenal disebut “Undang-undang Simbur Cahaya”
9. Pangeran
Sido Ing Pasarean (1652 – 1653)
Pangeran Sido
Ing Kenayan wafat tidak meninggalkan keturunan, yang menggantikannya justru
adalah saudara Ratu Sinuhun yaitu
Pangeran Ali Seda Ing Pasarean yang masih keponakannya sendiri. Ratu Sinuhun
dan Pangeran Pasarean adalah anak Nyi Gede Ing Pembayun saudara dari Pangeran
Sido Ing Kenayan yang kawin dengan Tumenggung Mancanegara dari Cirebon. Dengan
naiknya Pangeran Sido Ing Pasarean menjadi Raja Palembang maka beralihlah nasab
Raja-raja Palembang selanjutnya dari Demak ke Cirebon.
10. Pangeran
Sido Ing Rajek (1653 – 1660)
Raja ini
memerintah hanya setahun dan meninggal mendadak ditempat tidur, digantikan oleh
anaknya Pangeran Sido Ing Rajek. Pada masa ini terjadi penyerangan oleh Pasukan
Belanda yang membakar kota Palembang (1659) sehingga Raja mundur samapi ke
Indera Laya. Pangeran Sido Ing Rajek meninggal di Indera Laya dan kemudian
dimakamkan di dusun Saka Tiga.
Kerajaan Palembang Darussalam
1. Raden
Tumenggung/Kimas Endi Ario Kesumo ( 1659 -1706)
Adalah adik dari
Pangeran Sido Ing Rajek, kemudian dikenal sebagai Sunan Cinde Walang yang
menyatakan melepaskan diri dari wilayah Mataram sehingga Kerajaan Palembang
Darussalam berdiri sendiri, Gelar lengkapnya adalah Sultan Abdurrahman
Khalifatul Mukminin Sayyidul Imam. Pada masa ini didirikan Keraton Beringin
janggut dan Kompleks Pemakaman Raja Cinde Walang.
2. Sultan
Muhammad Mansyur (1706 – 1714)
Nama panjangnya
Sultan Muhammad Mansyur Jayo Ing Lago adalah anak dari Sultan Abdurrahman. Pada
masa ini pemerintahan sudah mulai mendapat gangguan dari VOC/Belanda.
3. Sultan
Komaruddin/Raden Uju (1714 – 1724)
Menggantikan
kakaknya menjadi raja selama 10 tahun
4. Sultan
Mahmud Badaruddin Jayo Wikramo (1724 – 1758)
Anak dari Sultan
Muhammad Mansyur. Pada masa ini dibangun Keraton Kuto Batu atau Kuto Lamo pada
tahun 1737. Dibangun pula Kompleks Pemakaman Sultan Kawah Tengkurep pada masa
ini.
5. Sultan
Ahmad Najamuddin Adi Kesumo (1758 – 1776)
Anak dari Sultan
Mahmud Badaruddin Jayo Wikramo
6. Sultan
Muhammad Bahauddin ( 1776 – 1803)
Anak dari Sultan
Ahmad Najamuddin Adi Kesumo Pada masa ini dibangun Keraton Kuto Besak pada
tahun 1791 – 1797 yang langsung ditempati Sultan begitu selesai, sementara
Keraton Kuto Batu ditempati Putra Mahkota Sultan Mahmud Badaruddin II yang saat
itu bergelar Pangeran Ratu.
7. Sultan
Mahmud Badaruddin II/Susuhunan Mahmud Badaruddin (1803 – 1812)
Anak dari Sultan
Muhammad Bahauddin yang menggantikan ayahnya menjadi Raja di Palembang bukanlah
sahabat Belanda, masa pemerintahannya penuh dengan drama perjuangan, bagaimana
Sultan sebagai raja berusaha keras untuk mempertahankan bukan hanya kehormatannya
tapi juga kedaulatan rakyatnya. Ditengah kekalutan akibat penaklukan Inggris
atas Jawa pada tahun 1811, Sultan membantai delapan puluh dua orang (24 nya
adalah Belanda) Garnizun Belanda di Loji
Sungai Aur Palembang. Pada tahun 1812 Inggris menyerang dan merampok Keraton
Palembang serta mengangkat adiknya Sultan Ahmad Najamuddin menjadi Raja dengan gelar Susuhunan Diyauddin, sang
Sultan berhasil melarikan diri, akan tetapi tahun 1813 dia menyerah dan kembali
ke Palembang menjadi Raja kembali sampai Rafless menolak ketetapan tersebut dan
kembali mengangkat adiknya menjadi Raja. Demikianlah campur tangan Inggris dan
Belanda dalam pemerintahan Kerajaan Palembang Darussalam yang mengakibatkan
ketegangan antara dua bersaudara yang menjadi Raja ini.
8. Sultan
Ahmad Najamuddin I/Susuhunan Diyauddin (1813 – 1818)
Menjadi Raja
setelah Ketetapan Residen Palembang atas pengangkatan kembali Sultan Mahmud
Badaruddin II ditolak Raflfes.
Memerintah dalam aroma ketegangan karena kakaknya yang seharusnya menjadi Raja
masih berada di Palembang. Suasana ini berlangsung sampai tahun 1818 dimana
Belanda mengirimkan satu ekspedisi ke Palembang menangkap dan mengasingkan
Sultan Ahmad Najamuddin/Susuhunan Diyauddin ke Batavia kemudian ke Cianjur.
9. Sultan
Mahmud Badaruddin II/Susuhunan Mahmud Badaruddin (1818 – 1821)
Penangkapan
Sultan Ahmad Najamuddin tidak membuat Kerajaan Palembang takluk, karena disana
masih ada Sultan Mahmud badaruddin II yang segera memimpin pemerintahan.
Belanda kembali mengirimkan ekspedisi pada tahun 1819 akan tetapi dapat
dikalahkan oleh sang Sultan. Pada Tahun 1821 Belanda menghimpun pasukan besar
yang terdiri dari 4.000 orang serdadu. Serangan pertama dapat dipatahkan oleh
pasukan Palembang, tapi serangan kedua berhasil menembus pertahanan mereka dan
Sultan Mahmud Badaruddin II diasingkan ke Ternate. Anak tertua Sultan yang diangkat
menjadi Putra Mahkota dengan memakai gelar pamannya Sultan Ahmad Najamuddin II
Pangeran Ratu ikut ditangkap Belanda dan diasingkan ke Ternate.
10. Sultan
Ahmad Najamuddin III Prabu Anom (1821 -1825)
Adalah anak dari
Susuhunan Diyauddin yang menjadi raja setelah ayah, paman dan sepupunya
ditangkap dan diasingkan Belanda. Memimpin pemberontakan pada 29 November 1824
namun akhirnya tertangkap Belanda tanggal 15 Oktober 1825 dan diasingkan ke Banda
19 Oktober 1825 kemudian ke Manado.
11. Pangeran
Kramo Jayo (1825 – 1851)
Pangeran Keramo Jayo menantu Sultan Mahmud Badaruddin II diangkat
oleh pemerintah Belanda sebagai Rijksbe-stuurder. Pada tahun 1851, karena diduga
mengorganisir pemberontakan di pedalaman, ia ditangkap dan diasingkan ke
Probolinggo dan wafat tanggal 5 Mei 1862. Semenjak itu jabatan Rijksbe-stuurder
dihapuskan dan jabatan tertinggi orang pribumi hanya demang dan berakhirlah
Kejayaan Kerajaan Palembang Darussalam.
Allahu'alam bissawab
Wass
ACT
Friday, August 18, 2017
Sholat
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamualaikum wr wb...
Sholat
Sebetulnya materi ini sudah
terkurung begitu lama dalam rongga kepala, hanya saja nafs berseteru dengan
akal mengenai mana yang harus dibahas lebih dulu, syahadat kah? Atau sholat?.
Banyak yang melatarbelakangi perseteruan itu, antara lain mana yang lebih
penting untuk dipahami antara keduanya. Suatu saat Syahadat memenangkan
pertarungan itu, sehingga terlontarlah tulisan bertajuk “syahadatain” beberapa
tahun yang lalu. Akan tetapi tulisan itu berhenti hanya satu episode sementara
materi yang sudah tercanangkan ada bergulung-gulung dikepala. Akhirnya waktu
berlalu begitu saja, “syahadatain” macet tanpa sebab sementara “sholat”masih
terus berada di antrian.
Akhirnya kuputuskan untuk memulai
tulisan tentang “sholat” dan melupakan dulu “syahadatain”, insya Allah suatu
saat nanti akan bersambung lagi. Karena bila tidak, materi tentang sholat ini
akan dengan gampang tertimbun lagi oleh sampah dunia.
Apakah Sholat?
Berdasarkan turun perintahnya,
maka sholat adalah hadiah yang diberikan oleh Allah Azza wa Jalla kepada
Rasulullah dan ummatnya. Hadiah tersebut disampaikan langsung, tidak melalui
malaikat Jibril as yang tugasnya menyampaikan wahyu. Belum ada seorang nabipun
yang dipanggil dan berhadapan langsung dengan Allah Ta’ala, bahkan Nabi Musa as
baru melihat cahayanya saja sudah jatuh pingsan. Rasulullah dipanggil Mi’raj
oleh Allah Ta’ala, diperlihatkan berbagai hal termasuk surga dan neraka dan
akhirnya dipanggil menghadap untuk menerima perintah sholat. Luar biasa bukan,
Pemimpin kita dipanggil oleh Pemilik Semesta Alam dan menerima hadiah berupa
sholat yang diperuntukkan bagi Pemimpin dan kita semua ummatnya. Dapat kita
bayangkan bahwa sebelum kita lahir keatas dunia ini, sudah ada hadiah dari
Pemilik Alam Raya ini yang diperuntukkan bagi kita. Saat menerima hadiah
tersebut Rasulullah berulang kali bolak balik mohon agar jumlahnya diperkecil
dari 50 sampai akhirnya menjadi 5 sehari semalam, bukan karena tidak berterima
kasih, akan tetapi lebih kepada tahu diri atas kemampuan ummatnya, dibantu juga
oleh keterangan para nabi yang menjelaskan kewajiban yang sama pada ummatnya.
Kenapa Sholat?
Rasulullah saw adalah Habibullah
(kekasih Allah) sehingga ummatnyapun adalah ummat dari sang kekasih, karena itu
sebagai ummat dari sang kekasih kita diberikan begitu banyak hadiah oleh Azza
wa Jalla, salah satunya adalah sholat. Agar lebih lengkap sesungguhnya hadiah
bagi ummat Rasulullah tersebut adalah : “waya syahadatani wa aiyyidatum al
Imani, wa saumu wa sholatu wahajju wa zakatu”. Yang pertama adalah syahadat
yang memperkokoh dan menyempurnakan iman, kemudian puasa kemudian sholat
kemudian haji kemudian zakat. Tuh….. banyak kan hadiahnya, terima kasih dong
sama Allah Ta’ala.
Kembalike pertanyaan diatas
“kenapa sholat?”. Saking sayangnya Allah Ta’ala kita diberikan sholat sebagai
perisai bagi kita untuk menghadapi semua cobaan, godaan dan rayuan baik dari
syaitan maupun dari dunia. Alquran menerangkan kepada kita dalam Surat
Al-Ankabut : 45 yang bunyinya : “Inna
sholata tanha anil fahsya I wal munkar” yang terjemahan bebasnya kira-kira
“sesungguhnya sholat itu mencegahmu dari
perbuatan keji dan munkar”. Artinya adalah bilamana kita sholat maka kita
akan terhindarkan dari perbuatan keji dan munkar, dahsyat bukan? Itu adalah
janji Allah Ta’ala yang jelas berbeda dengan janji kita, janji boss, janji
majikan, janji pacar dan janji manusia lainnya karena : “Innaka la tuhliful
mi’ad” (HR Baihaqy), Allah itu tak pernah ingkar janji.
Janji Allah Ta’ala ini kemudiaan
menjadi fenomena setelah kita melihat orang-orang yang kelihatannya ahli sholat
tapi pada kenyataannya, korupsi, mencuri, melakukan pelecehan seksual dan
banyak lagi perbuatan-perbuatan yang tergolong keji dan munkar. Lalu apa yang
salah?
Berangkat dari hadist diatas
jelas bahwa Allah Ta’ala tidak mungkin ingkar atas janjinya yang tercantum
dalam Al-Ankabut : 45. Maka, bilamana sang pelaku adalah seorang ahli sholat,
kemungkinan besar “sholatnya” yang
salah. Waahhhh…. Ini baru gawaaattt. Mungkinkah itu? Jawabannya sangat mungkin,
oleh karena itu kita akan coba membedah sholat secara sederhana.
1.
Rukun
sholat.
Ada 13 rukun
sholat, sejak niat sampai tasyahud akhir, apabila semua terpenuhi maka secara
formal sholatnya sah dan Al-Ankabut 45 berlaku padanya.
2.
Bacaan
sholat
Alquran Surat
Annisa : 43 menjelaskan : “Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu
mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam
keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. Dan jika
kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau
kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka
bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu.
Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.”
Sepintas terjemahan tersebut biasa saja, tapi bila kita renungkan kalimat
awalnya, terutama kalimat “sampai kau mengerti apa yang kau ucapkan”, nyeeessss……
terasa deh .. kena jantungnya.
Tenyata ada 2 topik menyangkut sholat
yang dapat kita bedah, kita akan ulas dari bawah dulu, mengenai nomor 2 bacaan
sholat dan ternyata termasuk juga mengenai khusuk dan tidak, tidaklah
membatalkan sholat, artinya sholat tetap sah walaupun kita gak ngerti apa yang
dibaca dan tetap sah secara formal walaupun ternyata sholat sambal ngebayangin
hutang. Jadi karena sholatnya sah maka Al-Ankabut 45 harusnya tetap berlaku.
Gak mungkin korupsi, dll
Kita bedah rukun sholat sekarang. Dari
13 rukun sholat hanya 2 rukun saja yang berupa bacaan atau 3 bila bersama
Takbiratul Ihram. Apa saja itu, Al Fatihah dan Tasyahud (awal dan akhir),
selebihnya adalah gerakan. Tak ada aturan khusus mengenai Takbiratul Ihram,
yang penting lafaznya benar, mengenai tasyahud juga begitu walaupun terdapat
khilafiyah soal kata “sayyidina” tetap saja sah secara formal apabila sudah
dibaca. Yang cukup mengejutkan adalah Al-Fatihah, tidak banyak yang tahu bahwa
dari 14 tasdid/sabdu pada Al-Fatihah tidak boleh ada yang tertinggal (https://arditamin.blogspot.co.id/2017/01/memory-and-gemeinschaft.html), sehingga
bila ada tertinggal maka bukan AlFatihah namanya, kalau bukan AlFatihah maka
tidak sah sholatnya. Waduhhhhh……
Al Fatihah
Berdasarkan asbabun nuzulnya, suatu
saat Malaikat Jibril as mendatangi Rasulullah saw dan berkata : “wahai kekasih
Allah, hari ini pintu langit terbuka, seluruh penduduk langit turun ke
muka bumi untuk mengantarkan satu surat
yang belum pernah diturunkan kepada Nabi manapun, surat itu bernama
Al-Fatihah”. Bayangkan betapa dahsyatnya surat ini, seluruh penduduk langit
turun hanya untuk mengantarkannya saja. Demikianlah Surat yang luar biasa ini
kemudian dijadikan sebagai penghulu Alquran. Menjadi symbol alam semesta dengan
7 ayatnya mewakili 7 lapis bumi dan 7 lapis langit serta 7 hari penciptaan alam
semesta.
Kita tidak akan membahas mengenai
Fadlilah dari Al-Fatihah akan tetapi hanya mencoba mencari tahu kenapa
orang-orang yang kelihatannya ahli sholat tetapi masih saja berbuat keji dan
munkar. Dan bila benar itu karena Al-Fatihah….. sungguh ternyata kita masih harus
belajar lagi tentang Al-Fatihah.
Yuk…belajar Al-Fatihah lagi………………………………
1. Ada 14
tasdid (sabdu)
2. Ghairil
Maghdu, tidak bergetar karena itu Ghin mati bukan Rho mati
3. Waladdlollin,
dlo dibaca panjang 6 harakat
4. Dst…dst…dst
Allahu’alam bissawab
Subscribe to:
Posts (Atom)
Sejarah
Bismillahirrahmanirrahim… Sejarah Sejarah adalah cerita tentang masa lalu, bisa jadi tentang kebaikan atau keburukan, kemegahan atau k...
-
Assalamualaikum Wr. Wb Segala puji bagi Allah Subhanahu Wata'ala. Kita memuji, memohon pertolongan dan meminta ampun kepadaNya. K...
-
Sebuah cerita ironi dari Negeri Tetangga tentang makhluk bernama Pajak Pajak Pajak adalah dana yang dikumpulkan dari masyarakat seb...
-
Pusako Tinggi di Minangkabau, sebuah tinjauan praktis Dalam Adat Minangkabau, harta yang diwariskan terbagi menjadi 3 bagian : Pusako Ti...