Bismillahirrahmanirrahim
Assalamualaikum wr wb..
Sebuah tulisan tertunda dan terlantar sekian lama, baru tertulis separuh jalan dan terhenti entah karena apa, akhirnya dengan sisa kemalasan yang ada, dipaksakanlah diri untuk menuntaskannya, alhamdulillah..... semoga berkenan....
Faith – Keyakinan
Tulisan tentang keyakinan ini
dimulai dengan cerita atau drama yang terjadi saat Pilkada DKI beberapa waktu
yang lalu, dimana selama berbulan-bulan mata, telinga dan otak kita dijejali
dengan kata-kata penistaan. Berawal dari seorang cagub non-muslim yang mengutip
ayat Alquran saat berbicara didepan umum. Bagaikan menyambut umpan matang dari
pemain sayap suatu kesebelasan, begitu banyak pemain yang secara tiba-tiba
menjadi striker/penyerang, serombongan pemain belakang mulai dari center back,
bek kiri dan bek kanan, gelandang kiri dan gelandang kanan, bahkan sampai
kiperpun ikut maju meramaikan kotak penalty, semua merasa menjadi striker.
Ada apa ini dan apa yang terjadi?
Fenomena ini kemudian bergulir di dunia debat, mulai dari debat dunia maya,
dunia sandiwara sampai dunia nyata. Semua yang merasa tahu, mulai dari yang
tahu sedikit, tahu banyak, tahu bulat sampe yang sebenernya gak tahu apa-apa
ikut nimbrung bicara dan pada dasarnya semua tidak menjernihkan bahkan
memperkeruh suasana. Rombongan yang ngerasa ngerti politik berteriak “ini soal
PILKADA!!”, kemudian yang ngerasa ngerti soal agama menjawab “Ini soal IMAN”
dan yang gak ngerti dua-duanya malah akhirnya mahfum bahwa PILKADA ternyata
bukan soal IMAN. Kenapa demikian? Karena gak nyambung, wong yang satu ngomong
apa… yang lain ngomong apa.
Mari kita coba untuk kupas
persoalan ini dengan hati yang lapang dan ilmu yang seadanya, lhooo..? Karena
kalau ilmu kita sudah terlalu tinggi urusan kayak gini cuma bikin mangkel dan geregetan
yang pada akhirnya hanya akan menimbulkan hil-hil yang mustahal dan membuat
lahan penistaan baru.
Masalah PILKADA, benarkah
demikian?.. Dari timing/waktu kejadian/tempus delicti (lhoooo…..) sangat
mungkin, karena yang berbicara didepan massa adalah salah satu calon yang ikut
pilkada, walaupun pembicaraannya tidak berhubungan dengan PILKADA tapi
kesalahannya dapat dijadikan sebagai kuda troya oleh lawannya dalam PILKADA. Dengan
segala macam anomaly dan sustainable pressure akhirnya kita semua tahu seperti
apa endingnya.
Masalah IMAN, yang jadi
pertanyaan IMAN siapa?.. yang berbicara, yang menonton, yang mendengar atau
yang mendengar dari orang lain?... mungkin anda sudah bisa memprediksi
jawabannya, monggo mas… Urusan yang satu ini sangat sensitif, karena secara
teoritis logika diletakkan dibelakang sehingga kalau dijadikan debat hanya akan
membuat urat-urat leher jadi tegang (makanya Pak Kyai ngelarang debat soal
agama). Iman bersanding apik dengan yang namanya Keyakinan, yang satu merupakan
selimut dari yang satunya dan itu kata orang pinter keyakinan itu harganya
muahaalllll.
Saking sensitifnya masalah ini,
kita sudah gak perduli lagi bahwa menafsirkan Alquran itu adalah haknya Mufasir
dengan seabreg persyaratannya. Kita sudah gak mau tahu bahwa Rasulullah saw itu
sangat pemaaf dan sangat bijak dan sangat santun dan sangat arif (silahkan
membaca lagi cerita/sejarah dalam Sirah Nabawiah atau Biografi Baginda yang
ditulis oleh Muhammad Husein Haikal ataupun Karen Amstrong). Anehnya saya gak
nemu contoh yang maki-maki orang, wong dilempar batu aja malah didoain selamat
yang ngelempar. Terus kita niru siapa??? Keyakinan yang mana???
Terlalu panjang nih Mukadimahnya,
malah ngawur… Baiklah, keyakinan atau faith atau apapun namanya adalah sesuatu
yang tidak kasat mata, tidak terlihat akan tetapi akan melandasi dan mewarnai
setiap gerak dan tingkah laku manusia. Khusus untuk orang Islam keyakinan itu
dipoles dan di install oleh yang namanya Rukun Islam, kemudian di elaborasikan
dan di ejawantahkan oleh yang namanya Rukun Iman, jelas !!!. Pasti ga jelas,
wong saya aja ribed.
Intinya begini, anda dipastikan
belum memiliki identitas keyakinan yang jelas bilamana anda tidak paham soal
Syahadat, tapi anda tetap Islam kalau sudah melafazkan Syahadat. Sebagaimana
pada tulisan terdahulu tentang Syahadat, kita telah mahfum bahwa Syahadat
adalah sebuah gerbang atau “gate” yang merupakan “starting point” mengenai
kapan seseorang diakui atau resmi menjadi seorang Muslim, konotasi ini tentulah
lebih pas bilamana kita pakaikan pada kondisi seorang Muallaf. Bagaimana dengan
“Mukallaf” atau orang yang lahir dari kedua orang tua yang Muslim? Bagi
Mukallaf indentitas itu melekat secara otomatis saat dia lahir sebagaimana azaz
“ius sanguinis” pada system kewarganegaraan.
Kembali pada keyakinan, bahwasanya
syahadat selain sebagai gerbang identitas juga merupakan gerbang keyakinan. Memahami
dengan baik tentang apa itu Syahadat akan menjadi pendorong aktif/”booster”
saat melakukan rangkaian ibadah yang terdapat dalam Rukun Islam, dan tidak
hanya itu. Pemahaman Syahadat yang mumpuni akan membimbing seseorang dalam
mengaplikasikan apa yang terdapat dalam Rukun Iman secara an sich.
Supaya lebih jelas, kita akan
lihat pada diagram dibawah ini
Dari diagram diatas, seyogyanya
dapat kita paham mengapa Syahadat disebut sebagai Gerbang Keyakinan, akan sulit
kita memahami bila tidak menggunakan alat peraga seperti diagram diatas. Nah
sekarang mungkin baru dapat kita pahami betapa pentingnya Syahadat dan
bahwasanya Syahadat bukanlah sebuah “lipsing” atau kata-kata tanpa makna. Tanpa
memahami Syahadat niscaya untaian peribadatan yang dilakukan pada Rukun Islam
menjadi hampa tak bermakna dan tanpa memahami Syahadat niscaya Rukun Iman yang
tanpa wujud itu menjadi sesuatu yang absurd saja.
Allahu'alam bissawab
Wassalam
ACT
No comments:
Post a Comment