(dalam perspektif anak rantau)
Bismillahirrahmanirrahim……
Sebagai anak minang yang lahir di rantau dan besar di rantau, tentunya pengetahuan tentang adat istiadat Minangkabau sangatlah tipis. Beda dengan mereka yang lahir dan besar di Ranah Minang. Walaupun begitu sebagai anak rantau yang dinegeri orang dipanggil “orang Padang”, ada sebuah rasa ingin tahu yang besar tentang adat istiadat Minangkabau, karena suka atau tidak mereka yg memanggil kita “orang padang” tersebut sedikit banyak akan bertanya tentang itu.
Mengapa demikian? Adat Minangkabau itu unik dan berbeda dengan adat istiadat daerah lain di Nusantara, keunikan inilah yang memicu rasa ingin tahu teman dan rekan yang berasal dari daerah lain.
Beberapa pertanyaan menyangkut adat yang paling sering ditanya :
1. Adat minang penerima waris adalah perempuan, kok beda sama Hukum Islam? Katanya adat basandi syarak?
2. Laki-laki minang kalau kawin sama orang daerah lain, nanti dikampungnya kawin lagi.
3. Dalam adat Minang kok perempuan yang melamar?
Nah, 3 pertanyaan ini saja bisa membuat anak rantau seperti saya kejepit lidah alias ga bisa jawab, lalu predikat “orang padang” tadi semakin menjadi bahan ejekan. Untungnya Ayahanda dulu sering bercerita tentang Adat Minang, sehingga sedikit banyak ada bahan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Sebelum menjawab pertanyaan tersebut diatas, ada baiknya kita ulas dulu tentang keunikan Adat Istiadat Minangkabau.
a. Sistem Keluarga
Orang Minang hidup berkaum-kaum yang pada tatanan sosialnya berjenjang dari Nagari, Suku, Kaum, Perut dan Jurai (Keluarga Inti). Mereka yang satu perut (beberapa keluarga) biasanya tinggal dalam 1 Rumah Gadang dan mereka yang satu kaum biasanya tinggal di 1 lokasi yang sama. Berbeda dengan system guyub pada masyarakat Jawa apalagi Keluarga Batih pada masayarakat Sunda. Ikatan psikologi masyarakat kaum akan lebih kental karena mereka berasal dari keturunan yang sama, hidup ditempat yang sama dan sawahpun biasanya berdekatan
b. Sistem Kekeluargaan
Inilah keunikan utama, adat Minangkabau berjalan dengan system Matriarchat/Matrilineal dimana suku diturunkan menurut garis Ibu, begitu juga Harta Pusaka Tinggi.
c. Sistem Adat
Masuknya agama Islam diserap total oleh masyarakat minang, sehingga Adat merendahkan diri dan meninggikan agama yang dikenal dengan “Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah”, yang artinya sandaran Adat adalah Hukum Syariat yang bersandar pada Alquran. Tidak ada satu daerahpun di Nusantara ini yang menyerap Islam secara komunal, yang umum adalah diserap secara individual.
1. Tentang Waris / Faraidh
Tak kurang dari Putera kebanggaan Minangkabau Syaikh Ahmad Khatib Al Minangkabawi, Imam Besar dan Khatib Masjidil Haram menggugat soal ini. Beliau menyatakan bahwa system ini telah melanggar Hukum Faraidh (Waris Islam) yang secara tegas mengatur pembagian 2 : 1 bagi anak laki-laki dan perempuan sebagai ashobah (Penghabis) dalam system waris. Sementara itu Ulama-ulama Minangkabau di Nusantara termasuk Harimau Nan Salapan dan Imam Bonjol tidak mempermasalahkan urusan ini. Akhirnya murid beliau sendiri Syaikh Abdul Karim Amrullah mengeluarkan fatwa bahwa Pusako Tinggi diturunkan berdasarkan Harta Wakaf dan bukan Faraidh.
Ada 3 macam cara beralihnya harta di Minangkabau berdasarkan waris.
a. Pusako Tinggi, diwariskan berdasarkan garis perempuan (matrilineal)
b. Pusako Randah atau Harato Suarang (harta pencaharian orang tua yang didapat semasa hidupnya) diwariskan berdasarkan Hukum Waris Islam (Faraidh)
c. Sako jo Pusako, Harta yang berkaitan dengan gelar, diwariskan dari pemegang gelar (Mamak) kepada penerima gelar (Kemenakan)
2. Tentang Mamak
Mamak adalah pelindung bagi keluarga dan kaumnya, zaman dahulu bila anak laki-laki merantau kemudian menikah di rantau dengan orang luar, biasanya keluarga akan berupaya agar si anak laki-laki tak putus hubungan dengan keluarga dan kampungnya. Hal ini dikarenakan saat itu bila kawin dengan orang luar berarti “Hilang Mamak”, hilang pelindung keluarga. Padahal seharusnya tidaklah seperti itu, hukum adat Minangkabau mengenal system angkat/adopsi, maka jika sang anak laki-laki kawin dengan orang luar, maka sebaiknya upayakan agar si istri mau diadatkan dikampung, diangkat anak oleh Induk Bako suaminya, sehingga ikatan keluarga dan kampung tetap terjaga.
3. Adat Bajapuik
Ini juga salah satu keunikan adat Minangkabau, dimana setelah menikah laki-laki akan diboyong tinggal dirumah perempuan, karena itu keluarga perempuan yang datang pada keluarga laki-laki untuk menjemput (bajapuik). Adat ini tidaklah seperti yang dibayangkan, ada kisah mengenai laki-laki di Padang dibeli dan lain sebagainya, saat ini hanya seremonialnya saja yang masih ada, dahulupun sebenarnya yang cukup kuat memakai adat ini hanya di daerah Pariaman saja.
Demikian kiranya bermanfaat, lebih dan kurang mohon maaf, segala bentuk masukan akan merupakan kehormatan dan barokah dari Allah Ta’ala.
Wallahu Musta’an wa Allahu Yahdikum
Wassalamualaikum wr wb
------- ilalang -------