Thursday, September 28, 2017

Keyakinan (Faith)

Bismillahirrahmanirrahim
Assalamualaikum wr wb..

Sebuah tulisan tertunda dan terlantar sekian lama, baru tertulis separuh jalan dan terhenti entah karena apa, akhirnya dengan sisa kemalasan yang ada, dipaksakanlah diri untuk menuntaskannya, alhamdulillah..... semoga berkenan....

Faith – Keyakinan

Tulisan tentang keyakinan ini dimulai dengan cerita atau drama yang terjadi saat Pilkada DKI beberapa waktu yang lalu, dimana selama berbulan-bulan mata, telinga dan otak kita dijejali dengan kata-kata penistaan. Berawal dari seorang cagub non-muslim yang mengutip ayat Alquran saat berbicara didepan umum. Bagaikan menyambut umpan matang dari pemain sayap suatu kesebelasan, begitu banyak pemain yang secara tiba-tiba menjadi striker/penyerang, serombongan pemain belakang mulai dari center back, bek kiri dan bek kanan, gelandang kiri dan gelandang kanan, bahkan sampai kiperpun ikut maju meramaikan kotak penalty, semua merasa menjadi striker.

Ada apa ini dan apa yang terjadi? Fenomena ini kemudian bergulir di dunia debat, mulai dari debat dunia maya, dunia sandiwara sampai dunia nyata. Semua yang merasa tahu, mulai dari yang tahu sedikit, tahu banyak, tahu bulat sampe yang sebenernya gak tahu apa-apa ikut nimbrung bicara dan pada dasarnya semua tidak menjernihkan bahkan memperkeruh suasana. Rombongan yang ngerasa ngerti politik berteriak “ini soal PILKADA!!”, kemudian yang ngerasa ngerti soal agama menjawab “Ini soal IMAN” dan yang gak ngerti dua-duanya malah akhirnya mahfum bahwa PILKADA ternyata bukan soal IMAN. Kenapa demikian? Karena gak nyambung, wong yang satu ngomong apa… yang lain ngomong apa.

Mari kita coba untuk kupas persoalan ini dengan hati yang lapang dan ilmu yang seadanya, lhooo..? Karena kalau ilmu kita sudah terlalu tinggi urusan kayak gini cuma bikin mangkel dan geregetan yang pada akhirnya hanya akan menimbulkan hil-hil yang mustahal dan membuat lahan penistaan baru.

Masalah PILKADA, benarkah demikian?.. Dari timing/waktu kejadian/tempus delicti (lhoooo…..) sangat mungkin, karena yang berbicara didepan massa adalah salah satu calon yang ikut pilkada, walaupun pembicaraannya tidak berhubungan dengan PILKADA tapi kesalahannya dapat dijadikan sebagai kuda troya oleh lawannya dalam PILKADA. Dengan segala macam anomaly dan sustainable pressure akhirnya kita semua tahu seperti apa endingnya.

Masalah IMAN, yang jadi pertanyaan IMAN siapa?.. yang berbicara, yang menonton, yang mendengar atau yang mendengar dari orang lain?... mungkin anda sudah bisa memprediksi jawabannya, monggo mas… Urusan yang satu ini sangat sensitif, karena secara teoritis logika diletakkan dibelakang sehingga kalau dijadikan debat hanya akan membuat urat-urat leher jadi tegang (makanya Pak Kyai ngelarang debat soal agama). Iman bersanding apik dengan yang namanya Keyakinan, yang satu merupakan selimut dari yang satunya dan itu kata orang pinter keyakinan itu harganya muahaalllll.

Saking sensitifnya masalah ini, kita sudah gak perduli lagi bahwa menafsirkan Alquran itu adalah haknya Mufasir dengan seabreg persyaratannya. Kita sudah gak mau tahu bahwa Rasulullah saw itu sangat pemaaf dan sangat bijak dan sangat santun dan sangat arif (silahkan membaca lagi cerita/sejarah dalam Sirah Nabawiah atau Biografi Baginda yang ditulis oleh Muhammad Husein Haikal ataupun Karen Amstrong). Anehnya saya gak nemu contoh yang maki-maki orang, wong dilempar batu aja malah didoain selamat yang ngelempar. Terus kita niru siapa??? Keyakinan yang mana???

Terlalu panjang nih Mukadimahnya, malah ngawur… Baiklah, keyakinan atau faith atau apapun namanya adalah sesuatu yang tidak kasat mata, tidak terlihat akan tetapi akan melandasi dan mewarnai setiap gerak dan tingkah laku manusia. Khusus untuk orang Islam keyakinan itu dipoles dan di install oleh yang namanya Rukun Islam, kemudian di elaborasikan dan di ejawantahkan oleh yang namanya Rukun Iman, jelas !!!. Pasti ga jelas, wong saya aja ribed.

Intinya begini, anda dipastikan belum memiliki identitas keyakinan yang jelas bilamana anda tidak paham soal Syahadat, tapi anda tetap Islam kalau sudah melafazkan Syahadat. Sebagaimana pada tulisan terdahulu tentang Syahadat, kita telah mahfum bahwa Syahadat adalah sebuah gerbang atau “gate” yang merupakan “starting point” mengenai kapan seseorang diakui atau resmi menjadi seorang Muslim, konotasi ini tentulah lebih pas bilamana kita pakaikan pada kondisi seorang Muallaf. Bagaimana dengan “Mukallaf” atau orang yang lahir dari kedua orang tua yang Muslim? Bagi Mukallaf indentitas itu melekat secara otomatis saat dia lahir sebagaimana azaz “ius sanguinis” pada system kewarganegaraan.

Kembali pada keyakinan, bahwasanya syahadat selain sebagai gerbang identitas juga merupakan gerbang keyakinan. Memahami dengan baik tentang apa itu Syahadat akan menjadi pendorong aktif/”booster” saat melakukan rangkaian ibadah yang terdapat dalam Rukun Islam, dan tidak hanya itu. Pemahaman Syahadat yang mumpuni akan membimbing seseorang dalam mengaplikasikan apa yang terdapat dalam Rukun Iman secara an sich.

Supaya lebih jelas, kita akan lihat pada diagram dibawah ini
 

Dari diagram diatas, seyogyanya dapat kita paham mengapa Syahadat disebut sebagai Gerbang Keyakinan, akan sulit kita memahami bila tidak menggunakan alat peraga seperti diagram diatas. Nah sekarang mungkin baru dapat kita pahami betapa pentingnya Syahadat dan bahwasanya Syahadat bukanlah sebuah “lipsing” atau kata-kata tanpa makna. Tanpa memahami Syahadat niscaya untaian peribadatan yang dilakukan pada Rukun Islam menjadi hampa tak bermakna dan tanpa memahami Syahadat niscaya Rukun Iman yang tanpa wujud itu menjadi sesuatu yang absurd saja.

Allahu'alam bissawab
Wassalam

ACT

Monday, September 4, 2017

Love (the droplets of God's Majesty)

Assalamualaikum wr wb

Setelah tertahan sekian lama, ditimbang-timbang baik buruknya, akhirnya lepas juga ke dunia maya, selamat menikmati, mohon maaf bagi yang tidak berkenan.............

Love - Cinta


Rasa-rasanya sangat sulit mendefinisikan kata ini, terlalu banyak faktor yang mempengaruhi, terlalu banyak kewenangan yang mengangkanginya, terlalu banyak hal yang membuat dia tersisih bahkan tercampakkan, yang membuat keberadaannya menjadi tiada yang membuat kehadirannya menjadi sirna, pupus dalam belantara syahwat dan nafsu manusia, menghilang diantara kecongkakan dan kesombongan hewani.
Bila hari ini aku menulis tentang cinta, maka jangan berharap ada erotisme disana, jangan menunggu cerita antara dada dan paha, tidak…. Bukan dan bukan itu, aku akan bercerita tentang sisi lain dari cinta, tentang betapa agungnya, tentang betapa indahnya, tentang betapa bahagia mereka yang mendapatkan dan memilikinya.
Cinta adalah keagungan Ilahiah, dia menetes dari taman-taman surgawi (raudhatun Jannah), dia mengalir dari khazanah Ar-rahman dan Ar-rahim. Cinta tercipta saat Sang Raja berkehendak dengan Maha berkehendaknya sehingga terciptalah Nur Muhammad, lalu dengan Nur Muhammad terciptalah Kalam yang dengannya Allah menciptakan Lauhul Mahfuz lalu alam semesta.
Allah Ta’ala kemudian memberikan gambaran tentang bagaimana mencintai dalam Hadist Qudsi sebagai berikut :
“Bila diantara hambaku gemar beribadah Sunnah, maka Aku mencintainya, dan bila Aku mencintainya, maka bila dia melihat Aku menjadi matanya, bila dia memegang Aku menjadi tangannya, bila dia berjalan Aku menjadi kakinya…..”
Mungkin redaksi hadistnya tidak persis seperti itu tapi itulah kira2 isinya, lihatlah betapa Zat yang Maha Agung, Yang Maha Tinggi, Raja Diraja, menurunkan derajatnya sehingga mencapai kerendahan manusia hanya karena Cinta, sungguh betapa dahsyatnya….asyadu..(lebih dahsyat dari itu).
Manifestasi cinta di atas muka bumi ini kemudian berpendar, menyebar, mengisi ruang-ruang dialam semesta, menyentuh menyapa semua makhluk ciptaan Allah sehingga Induk harimau mengangkat cakarnya dari anaknya.
Cinta adalah keagungan dari sebuah rasa yang sedemikian indahnya sehingga Allah Ta’ala menggunakannya dalam koneksitas Pencipta dan Hamba. Getaran rasa cinta inilah yang kemudian berbuah tindakan yang disebut kasih berselimutkan rasa generasi ke 2 dari cinta yang bernama sayang.
Dalam penetrasinya pada qalbu manusia kemudian cinta melakukan splitsing/pembelahan diri demi menjangkau kategori-kategori yang sudah menjadi Qada/Ketentuan Ilahiah akan tetapi tidak mengurangi maknanya hanya berbeda-beda dalam aplikasinya. (lhooo.. katanya cinta tak mungkin terbagi…??? Tar..jangan protes dulu)
Derajat tertinggi disemaikan oleh Cinta kepada Rabbul Jalil, sang maha pencipta dan penguasa alam semesta. Diperlukan upaya yang luar biasa untuk merasakan derajat ini, usaha yang terus menerus ditopang dengan ketangguhan fisik untuk menembus lapisan-lapisan dalam pencapaiannya.
Derajat kedua disemaikan oleh Cinta kepada Rasulullah saw, sang Kekasih Allah manusia tersuci dan ruh teragung yang pernah hadir dibelantara bumi ini. Sebagaimana hal diatas pada derajat ini diperlukan upaya dan kepatuhan atas sunnahnya, risalah yang dibawanya dan copy paste atas akhlak terpujinya. Terdapat hubungan erat pada derajat ini dengan derajat diatasnya karena pada Hadist Qudsi Allah berfirman : “Barang siapa mencintai Rasulku maka penduduk langit mencintainya dan bila penduduk langit mencintainya maka Aku mencintainya”.
Pada kedua derajat diatas diperlukan upaya-upaya dan kesungguhan luar biasa dari manusia (terutama karena statusnya sebagai hamba) agar dapat meraihnya, sehingga terlihat bagaikan one way activity, padahal sesungguhnya tidaklah demikian karena setiap kegiatan ubudiah yang dilakukan hamba maka Allah Ta’ala meresponnya dengan jangkauan yang berlipat ganda sebagaimana Hadist Qudsi : “Bila hambaKu mendekatiKu sejengkal maka Aku mendekatinya sehasta dan bila dia mendekatiKu dengan berjalan maka Aku mendekatinya dengan berlari”
Derajat selanjutnya disemaikan kepada Makhluk Ciptaan Allah, dalam hal ini yang kita bahas adalah manusia (naas) yang kemudian terbagi sebagai berikut :
- Cinta Orang tua kepada anak, penuh dengan limpahan kasih yang berselimut rasa sayang, dihiasi dengan pengorbanan bagaikan tanpa henti sampai ajal menjemput, makanya ada isitilah “anak tetaplah anak setua apapun dia”. Sebaliknya cinta sang anak kepada orang tua hampir2 tak terlihat, terkadang dimasa tua sang anak bahkan menghindarinya sementara orang tua pun tak pernah berharap apa2 dari sang anak. Situasi paradox ini akan mencair saat salah satu telah berpulang, jembatan doa dan untaian airmata akan menjadi buah dari cinta.
- Cinta kepada sahabat, bersifat reciprocal (timbal balik) terkadang mutualisme (saling melengkapi). Saat ini sudah sangat jarang terlihat. Cinta jenis ini biasanya berada diwilayah para Wali Allah, dimana kebutuhan, kekaguman, penghormatan bercampur baur jadi satu dalam munajat ubudiah pada Allah Ta’ala. Cinta ini dicontohkan oleh Para Sahabat Rasulullah (Saaditina Abubakri wa Umar wa Utsman wa Ali wa Hasan wa Husein Radiallahuanhum) serta para Tabii’in. Ada sebuah cerita lokal, sepulang berguru ke Madinah, pulang lah Syaikh Arsyad Al Banjari dan sahabatnya Syaikh Samad Al Palembani ke Indonesia. Syaikh Arsyad kembali ke Martapura Kalsel dan Syaikh Samad pulang ke Palembang Sumsel. Tidak sampai setahun tidak tahan ternyata kedua sahabat ini berpisah, akhirnya berangkatlah Syaikh Samad menyusul sahabatnya di Kalimantan Selatan. Berdua mereka menulis begitu banyak buku yang menjadi acuan pesantren2 di Kalimantan dan Indonesia.
- Cinta laki-laki dan wanita, bergandeng dengan fitrah manusia yang berpasang-pasangan terkadang dimulai dengan lontaran syahwat mengenai bentuk dan rupa, kemudian berputar pada logika tentang materi, baik itu harta, keturunan dan lainnya. Sebagian besar dari kita terkadang tidak pernah maju, hanya berputar putar pada syahwat dan logika itu saja sehingga begitu keduanya sudah tak begitu penting di masa tua, yang mereka sebut cinta itupun memudar. Tidak banyak yang memahami bahwa perasaan suka kepada lain jenis saat mereka remaja sesungguhnya merupakan percikan rasa cinta yang sesungguhnya, dimana bentuk dan rupa belum menjadi tumpuan dan materi belum terfikirkan. Hanya saja setelah menerima banyak pengaruh dan informasi duniawi, cinta yang lugu itupun terabaikan.
Kenapa kita tertarik dengan lawan jenis? Syaikhuna pernah berkata : “jangan heran kalau kalian merasa begitu dekat dengan seseorang padahal kalian baru mengenalnya, sesungguhnya para Ruh berkumpul berkelompok-kelompok pada pohon di Arsy, mungkin saja orang baru yang kau rasa sangat dekat itu adalah sahabat Ruh dalam kelompok yang sama dengan Ruh mu”. Dalam dunia modern kita sebut ini chemistry. Bisa jadi cinta yang berkobar dalam kalbumu dikarenakan rindunya Ruh pada sahabatnya di alam Ruh sana.
Terdapat kekeliruan mendasar pada sebagian besar manusia saat ini, sebagian kita menganggap bahwa cinta merupakan dasar dari suatu perkawinan/pernikahan, padahal tidaklah harus demikian walaupun jika demikian mungkin akan lebih baik. Kita ambil contoh pada Rasulullah saw; berawal sebagai pegawai Siti Khadijah yang sangat jujur dan dipercaya sehingga membuat jatuh hati sang majikan, sementara Rasulullah saat itu sangat menjaga kepercayaan dari majikannya dalam melakukan pekerjaan/perdagangan. Saat Siti Khadijah menyampaikan maksud untuk menikah dengannya, Rasulullah bingung, “bagaimana mungkin, aku tidak punya apa-apa sementara usia terpaut jauh 15 tahun”. Siti Khadijah hanya mengatakan “cukup jawab engkau bersedia atau tidak, selebihnya biar menjadi urusanku”. Demikianlah bila kita cermati dimanakah “cinta” ? Jawabnya saat itu tidak ada, cinta itu bersemi dan menggelora setelah mereka berumah tangga, Siti Khadijah menjadi wanita yang menjadi istri, saudara sekaligus partner dari Rasulullah. Dialah tempat Rasulullah menangis ketakutan saat wahyu pertama turun, usapannya pada kepala Rasulullah menghentikan gemetar Rasulullah dalam selimutnya saat turun ayat “Yaa Ayyuhal Mudatstsir”. Demikan besar cinta yang terakumulasi dalam kehidupan mereka sehingga saat wafatnya Siti Khadijah Al Kubro, Rasulullah menetapkan sebagai tahun duka cita. Hal ini diakui oleh istri-istri Rasulullah setelah itu, baik Siti Aisyah, Hafsah, Zainab dan Ummu Salamah mengakui bahwa tidak ada cinta sebesar cinta Rasulullah dan Siti Khadijah Al Kubro. Pengorbanannya, kesabarannya tak ada tanding, sampai suatu saat Jibril as turun dan berkata kepada Rasulullah “Yaa Rasulullah, sampaikan kepada istrimu Khadijah bahwa Allah menyampaikan salam, dan baginya telah disiapkan sebuah rumah disurga dimana tak ada lagi keluh kesah”. Luar biasa, Allah Ta’ala menyampaikan salam. Manusia mana yang bisa mendapatkan kehormatan setinggi itu. Dan itu semua karena cintanya, no reserve.
Lalu bagaimana dengan isteri Rasulullah yang lain? Mereka cukup puas mendapatkan kasih sayang dari Rasulullah. Ini juga penegasan bahwa perkawinan tidak selalu berdasarkan cinta, Siti Aisyah menjadi isteri karena dia anak Sayyidina Abubakar as, ini motif politik untuk mempererat ukhuwah para sahabat dimasa awal. Hafsah adalah anak Sayyidina Umar yang ketika suaminya syahid diambil sebagai istri, ini juga politis, Zainab yang dicemburui oleh isteri2 lainnya adalah isteri dari Zaid bin haritsah anak angkat Rasulullah, diambil sebagai isteri saat suaminya syahid dalam perang. Hampir semua isteri setelah Khadijah bermotifkan sama (kecuali isteri terakhir – Romawi Mesir karena hadiah). Semua isteri tersebut sepakat bahwa cinta Rasulullah hanya pada Khadijah al Kubro Ummul Mukminin.
Bagaimana dengan kita? Terkadang kita sendiri bingung mencontoh siapa, mengambil definisi yang mana dan meyakini apa? Seperti disampaikan diatas bahwa perkawinan tidak harus didasari cinta tapi bila didasari cinta mungkin akan lebih baik. Terkadang juga kita terburu-buru melihat pria/wanita yang menarik, mendapatkan respon, kemudian meng-klaim bahwa itulah cinta, atau ada orang yang sangat dan penuh perhatian pada kita, mendengarkan semua curhat kita dan memberikan semua yang hal kebetulan kita harapkan, lalu kita menyebut itulah cinta.
Berdasarkan penjelasan terdahulu dan contoh kisah dari Rasulullah, ternyata cinta itu tidak berhubungan dengan syahwat dan logika. Sangat tidak logis manakala seorang janda kaya berdarah bangsawan yang bisa saja kawin dengan bangsawan manapun, malah memilih pegawainya. Ada getaran yang tak dapat ditolaknya, getaran yang membuang semua teori dari logikanya. Getaran yang sama mungkin juga dirasakan Rasulullah, akan tetapi logikanya menolaknya untuk beberapa lama, sampai logika itu sendiri tak mampu menahan getaran tersebut. Getaran itulah yang menyemaikan apa yang dinamakan cinta yang kemudian menjadi nafas dari perkawinan mereka. Mengenai syahwat, come-on…. Jarak mereka 15 tahun, mungkin kalau Rasulullah mau yang bohai dan muda saat itu juga banyak.
Jelas sudah bahwa cinta itu ternyata anti-logika, kebahagiaan orang yang dicintai lebih utama dari kebahagiaannya, no reserve. Tak perduli apa yang terjadinya dengan dirinya, karena kebahagiaan orang yang dicintai sudah merupakan anugerah yang luar biasa.
Cinta pada Derajat 1 dan 2 kita sebut Cinta Ukhrowi, sementara Cinta Duniawi untuk menunjukkan cinta selain itu. Sangat mudah untuk mendeteksi apakah cinta ukhrowi tertanam pada diri kita, getarannya sangat terasa dan memiliki jenjang yang sangat banyak, terutama pada menuju cinta ilahi. Beberapa contoh tentang rasa dalam cinta ilahi adalah sebagai berikut :
1. Bergetar dadanya saat mendengar azan, “panggilan sang kekasih”
2. Mengalir airmatanya saat mengakhiri tasyahud dalam sholat, “berpisah dengan kekasih”
3. Rasa sesal luar biasa saat tertinggal sholat walaupun dapat mengqodonya

Demikianlah sangat banyak yang lain dan mungkin berbeda-beda rasa bagi tiap orang akan tetapi intinya tetap satu Rasa Cinta. Rasa cinta yang menggebu-gebu menyulut kegembiraan saat berjumpa (sholat), kerinduan yang mengguncang (haji), kegigihan untuk berbagi (zakat/sedekah) dan keberharapan yang tak pernah putus (puasa).

Allahu’alam bissawab
Barakalllahu li walakum
Wassalamualaikum wr wb


ACT




Wednesday, August 30, 2017

The Ultimate Weapon (DOA)

Bismillahirrahmanirrahim...

Doa

Adalah bagian yang tak terpisahkan dalam hidup manusia, sebuah rangkaian kata-kata yang diluncurkan oleh lisan manusia terutama saat dirinya berada pada keadaan penuh harap atau keadaan tak berdaya. Doa dilepaskan oleh manusia sebagai pertanda ketidakmampuannya dalam menghadapi atau menyikapi sesuatu, doa juga meruntuhkan dan meluluhlantakkan ego manusia yang terkadang terjebak dalam kejumawaan dan kesombongan pengetahuan dunia yang dimilikinya. Disisi lain, doa merupakan sebuah pengakuan atas eksistensi Dzat Yang Maha Kuasa dan Maha Berkehendak yaitu Sang Rabbul Jalil.

Doa dalam pengertian “permintaan” atau “permohonan.” Seperti dalam Al-Quran surah Al-Mu’min ayat 60 dibawah ini.

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ
60. Dan Tuhanmu berfirman: “Mohonlah (mintalah) kamu kepada-Ku, pasti Aku perkenankan (permintaan) kamu itu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku [1327] akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina”.
Doa adalah sebuah pembuktian atas kedudukan antara seorang Tuan dan Hamba, dimana seorang Tuan sampai kapanpun tetaplah akan menjadi Tuan begitupun seorang hamba, tetaplah akan menjadi seorang hamba. Karena itulah maka tipuan dunia yang seolah-olah mengangkat kedudukan seorang manusia sesungguhnya hanyalah permainan dunia belaka, karena sebagai Tuan maka Hak prerogative Allah saja yang dapat mengangkat derajat seseorang baik dalam urusan dunia maupun urusan akhirat.

Kembali kepada doa, terdapat 2 perspektif yang dapat kita ambil dalam membicarakan masalah ini, yang pertama adalah konsep  syariat yang dalam bahasa sederhana akan melihat doa dari sisi "syarat dan ketentuan berlaku" dan yang kedua adalah konsep hakikat yang lebih mengutamakan hati/qalbu sebagaimana dinyatakan dalam hadist dibawah ini : 
     
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ صَخْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ اللَّهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى أَجْسَامِكُمْ وَلاَ إِلَى صُوَ رِكُمْ ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ
“Diriwayatkan dari Abu Hurairah Abdirrahman bin Syahrin radhiyallahu ‘anhu, ‘Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, ‘Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada tubuh kalian dan tidak pula kepada rupa kalian, tetapi Dia melihat kepada hati kalian.” (Diriwayatkan Muslim)
Bila kita mengacu pada konsep pembelajaran (ta'lim) dunia tareqat dimana terdapat syarat "tidak ada tareqat tanpa syariat" maka jelas sudah kedua hal diatas bukanlah pilihan, melainkan bagaimana kita memandang dan menyikapinya sesuai dengan keadaan (hal) dan derajat pemahaman (maqom) masing-masing kita.
Kita tidak akan membahas doa dalam konsep syariat ataupun hakikat, akan tetapi kita akan mengupas mengenai apa sesungguhnya doa tersebut dan untuk apa ada doa? Para masyaikh meyampaikan bahwa Allah Ta'ala memberikan doa sebagai sebuah senjata canggih yang luar biasa kepada hambaNya yang bernama manusia, senjata tersebut sangat luar biasa karena salah satu keampuhannya adalah dapat merubah ketetapan Allah Ta'ala. Sampai disini kita akan bertanya-tanya, ketetapan yang mana? Untuk dapat menjawab pertanyaan itu lebih dahulu kita harus membedah mengenai Ketetapan Allah Ta'ala atau yang lebih sering kita sebut "Takdir".

Rasulullah saw pernah menyatakan bahwa Lauhil Mahfuz yang yang berisikan tulisan tentang ketetapan atas manusia sudah selesai ditulis 50.000 tahun sebelum manusia pertama dicptakan (Adam as). Nah, bagaimana mungkin tulisan mengenai manusia sejak awal sampai manusia terakhir (termasuk kita) dapat dirubah? Disini kita harus memahami tentang apa yang dimaksud Takdir. Sayyidina Ali ra ketika ditanya tentang takdir hanya menjawab "sumur yang dalam", ketikan ditanya lagi dijawab "samudra yang luas" dan ketika yang bertanya makin penasaran beliau berkata "bila engkau menghendaki suatu kejadian, maka yang akan terjadi adalah kehendakmu atau kehendak Allah", dijawab "Kehendak Allah", kemudian beliau menerangkan "itulah yang dimaksud dengan takdir".

Bila kita mau lebih teliti mencermati maksud dari Sayyidina Ali ra, maka akan kita dapatkan kata kunci tentang "kehendak" dan bahwa Allah Ta'ala telah menuliskan kehendaknya tentang manusia dalam bentuk ketetapan pada Lauhil Mahfuz, akan tetapi Sayyidina tidak menjelaskan secara rinci mengenai ketetapan tersebut, termasuk bahwa diantaranya ada yang dapat dirubah oleh sebuah senjata yang bernama "Doa".

Untuk mengetahui ketetapan yang mana yang dapat dirubah, maka kita akan membedah dulu tentang ketetapan Allah yang terbagi menjadi :
1. Qada, Ketetapan yang tidak dapat atau mungkin dirubah, karena bila dirubah dapat merusak harmonisasi alam semesta termasuk juga disini mengenai lahir dan matinya seorang manusia. Ketetapan ini hanya menyangkut dihembuskan ruh dan dicabutnya ruh, tidak termasuk tatacaranya, karena tatacaranya bisa saja termasuk dalam jenis ketetapan selanjutnya.
2. Qadar, ketetapan yang dapat dirubah, terbagi 2 :
    a. Qadar Qubro, ketetapan besar, inilah yang dapat dirubah dengan doa dan perubahan yang dilakukan semata-mata atas kehendak Allah Ta'ala..
   b. Qadar Sugro, ketetapan kecil, ini dapat dirubah dengan akal manusia, dengan upaya dan ikhtiar termasuk ijtihad. Menarik membahas tetntang Qadar Sugro ini karena kita akan dihadapkan pada teori logika sebagaimana pengetahuan manusia. Teori ini pada intinya mengatur tentang sebab akibat atas keputusan yang diambil manusia tentang suatu hal atau kejadian. Agak mirip dengan teori varian pada permainan catur, bahwa setiap langkah yang kita ambil terdapat berbagai varian yang merupakan langkah selanjutnya, hanya saja bila varian catur masih dapat kita tulis, maka varian dalam ketetapan ini tidak mungkin ditulis karena varian yang dihasilkan atas satu langkah yang diambil, bisa saja sejuta atau semilyar langkah varian, mungkini inilah yang dimaksud oleh Sayyidina Ali ra sebagai "sumur yang dalam" atau "samudra yang luas".

Bila kita cermati terlihat bahwa doa dapat merubah apa yang sudah ditulis sebagai Qadar Qubro yang merupakan ketetapan Allah Ta'ala. Disini dapat kita renungkan kedahsyatan doa, bahwasanya Allah Ta'ala, Yang Maha Kuasa, Yang Maha Berkehendak, Yang Berdiri Sendiri dengan segala ke Maha-an Nya, ternyata mau merubah ketetapanNya, apakah itu bukan dahsyat namanya? Tentulah doa tersebut terpancar dari hati/qalbu yang tulus, penuh kerendahan sehingga Allah Ta'ala tergugah dan memenuhi permintaannya. Selain itu jangan lupa tentang apa yang diajarkan oleh dunia syariat bahwa agar doa anda terjawab sebagaimana ayat Quran diatas haruslah diingat "syarat dan ketentuan berlaku"

Demikian semoga bermanfaat.

Billahi taufiq wal hidayah
Barakallahu li walakum
Wasalam

ACT


Tuesday, August 29, 2017

Rise and Fall Venice from East (Palembang Darussalam)

Bismillahirrahmanirrahim…

Pengantar.

Dongeng ini dibuat untuk memenuhi janji kepada sahabatku RM. Zein Abidin 12 tahun yang lalu, bahan untuk narasi dongeng diambil dari berbagai sumber yang tidak dapat disebutkan satu persatu termasuk imajinasi. Harap pembaca tidak menganggap ini sebagai sejarah karena dibuat sebagai cerita dongeng biasa. Agar dongeng ini dapat menjadi sejarah, sangat diperlukan koreksi, masukan dan tambahan dari semua yang membaca dan berkepentingan dengan dongeng ini. Apabila tidak ada masukan, tambahan atau koreksi apapun dari pembaca, maka dongeng ini tetaplah akan menjadi dongeng saja. Karena itu saya menghimbau, terutama kepada sahabat, rekan dan para dzuriyat agar dapat melengkapi dongeng ini sehingga kita akan mendapatkan sebuah sejarah tentang indahnya Kerajaan Palembang Darussalam yang kita banggakan. 


Demak 1521

Awan hitam menggayut di atas langit Demak, sebuah berita duka datang dari seberang,  Patih Unus menantu Raden Patah yang menjadi penguasa Demak dikabarkan gugur dalam peperangan melawan Portugis di Malaka, pasukannya hancur dan yang berhasil lolos tidak kembali ke Demak, sebagian merapat di Banten dan menetap disana. Hal ini disebabkan huru-hara yang terjadi di Keraton Demak sepeninggal Patih Unus, terjadi perebutan kekuasaan antara anak-anak Raden Patah, Pangeran Trenggono (anak Permaisuri) dan Pangeran Kikin (anak selir dari Jipang) saling berebut pengaruh untuk menjadi raja, sementara menantu-menantunya Fatahillah dan Pangeran Pasarean tak mampu berbuat apa-apa karena disibukkan dengan konsolidasi pasukan Demak-Cirebon yang sedang bergerak kearah barat.

Huru-hara ini memicu pertikaian berdarah, Pangeran Mukmin anak tertua Pangeran Trenggono yang membela ayahnya mengutus seorang perwiranya untuk membunuh Pangeran Kikin. Malam itu gugurlah Pangeran Kikin dalam sebuah duel di tepi sungai, hal ini dikenang masyarakat Demak dengan memberikan gelar “Pangeran Sekar Seda ing Lepen”  yang berarti “Bunga yang Gugur di tepi Sungai” kepada Pangeran Kikin.  Ketegangan akibat pertikaian ini makin menjadi, pihak yang berafiliasi dengan keluarga Pangeran Kikin yang berbasis di Jipang merasa tertekan oleh Pihak Pangeran Trenggono yang berkuasa, akhirnya memilih pergi. Eksodus ini dilakukan oleh 24 bangsawan yang berafiliasi ke Adipati Jipang berlayar menuju tanah Palembang dipimpin oleh Ki Gede Ing Suro yang ayahnya dulu pernah diperintahkan oleh Raden Patah untuk menyerang Portugis di Malaka dari Palembang. Mereka mendarat di Palembang tahun 1547.

Sementara di Demak, silih berganti korban berjatuhan, Pangeran Mukmin atau Sunan Prawata tewas ditangan orang suruhan Arya Penangsang /Adipati Jipang anak Pangeran Kikin pada tahun 1549, tak sampai disitu, Pangeran Hadari suami dari Ratu Kalinyamat juga ikut di bunuh yang memicu legenda sumpah Ratu Kalinyamat “tidak akan berhenti tapa sebelum ada yang membawakan kepala Arya Penangsang kehadapannya”. Akhirnya Hadiwijaya/Joko Tingkir Adipati Pajang yang juga menantu Pangeran Trenggono membuat sebuah aliansi untuk menghancurkan Arya Penangsang, dibantu oleh Ki Gede Pemahanan dan anaknya Sutawijaya mereka menyerbu Demak dan dengan sebuah siasat setelah perang tak kunjung berhenti akhirnya Arya Penangsangpun tumbang. Murid Sunan Kudus itu meregang nyawa setelah ususnya yang terburai putus oleh kerisnya sendiri. Berakhirlah masa Kerajaan Demak, singgasana kemudian diboyong pindah ke Pajang dan Ki Gede Pemanahan serta anaknya mendapatkan hadiah tanah dari Hadiwijaya yang kemudian diberi nama Mataram.

Terdapat simpang siur angka tahun dari para sejarawan mengenai peristiwa pada era ini, De Graaf, Pigeaud maupun Tomi Pires dan beberapa sejarawan Indonesia berbeda pendapat soal angka tahun. Agar alur cerita tetap terjaga, maka kita harus mengambil jalan tengah, bila Patih Unus gugur tahun 1521, maka Trenggono berkuasa sampai tahun 1546, selanjutnya Prawata memerintah hanya 3 tahun karena 1549 dia dibunuh oleh Arya Penangsang, selanjutnya Arya Penangsang tumbang ditangan aliansi Hadiwijaya/Joko Tingkir dan Sutawijaya pada tahun yang sama.
Kita kembali ke cerita eksodus para bangsawan Demak ke Palembang.  Terdapat banyak versi mengenai cerita awal ini, bahkan para sejarawan tidak menemukan kesepakatan dalam hal ini,  beberapa hal yang menjadi perdebatan antara lain:

1.       Ki Sido Ing Lautan dan Ki Gede Ing Suro sebenarnya satu orang, ada yang sepakat tapi lebih banyak yang tidak.
2.       Ki Sido Ing Lautan adalah anak dari Pangeran Purbaya dan cucu dari Raden Patah, versi ini sama dengan silsilah yang dibuat Kerajaan Belanda tapi kalau melihat tahun sepertinya tidak mungkin Cucu dan Kakek hidup pada generasi yang sama
3.       Ki Sido Ing Lautan adalah anak Ki Sedareja dan merupakan cucu dari Raden Kusen adik dari Raden Patah, versi ini juga sama seperti nomor 2
4.       Ki Sido Ing Lautan adalah Putra Raden Patah yang dikirim untuk memobilisasi pasukan laut dari Palembang dan bersama aliansi maritime kerajaan-kerajaan wilayah barat menyerbu Portugis di Malaka tahun 1512, gugur disana. Versi inilah sepertinya yg mengaburkan sejarah sehingga ada yang berpendapat Ki Gede Ing Suro adalah anak Patih Unus.

Dari 4 versi tersebut, kita cari jalan tengah yang paling masuk akal dan dapat mengisi celah kekacauan cerita walaupun mungkin tidak 100% benar. Hipotesanya adalah sebagai berikut :
“Ki Sido Ing Lautan gugur di Malaka saat menyerang Portugis tahun 1512 (Sumber : Buku “Sejarah Daerah Sumatera Selatan”, tulisan Drs. Ma’moen Abdullah, hal. 59-71). saat itu anaknya masih kecil dan pada tahun 1547 anaknya Ki Gede Ing Suro memimpin eksodus 24 bangsawan Demak ke Palembang karena ayahnya pernah berkuasa sebagai pimpinan disana”


Palembang 1547

Dengan hipotesa diatas kita akhirnya mendapatkan alur tahun yang lumayan mendekati, karena 3 tahun setelah mendarat di Palembang yaitu tahun 1550 mereka kedatangan Joko Tingkir atau Hadiwijaya yang baru berkuasa setelah mengalahkan Arya Penangsang setahun sebelumnya. Joko Tingkir datang dengan nama Mas Karebet, menemui para bangsawan yang eksodus ini sekaligus mengabarkan kematian Arya Penangsang pimpinan Jipang afiliasi mereka. Akhirnya tercapai kesepakatan dan Ki Gede Ing Suro dinobatkan menjadi Raja Kerajaan Palembang yang tunduk dibawah wilayah Kerajaan Pajang sebagai penerus Kerajaan Demak.
Sebelum masuk ke cerita Kerajaan Palembang dalam wilayah Demak/Pajang, kita akan mundur dulu melihat Kerajaan Palembang saat masih dalam wilayah Kerajaan Majapahit sebagaimana diceritakan dalam blog https://arditamin.blogspot.co.id/2017/01/the-forgotten-story.html .



Kerajaan Palembang dalam wilayah Majapahit



1.       Aria Damar (Tan Swan Liong) (1455 – 1486)

Kemudian berganti nama menjadi Ario Dillah adalah Putra Brawijaya I yang pada zaman Ratu Suhita (Majapahit) dikirim ke Palembang untuk mengurus wilayah tersebut atas nama Majapahit. Mendirikan keraton Kuto Gawang yang berlokasi di Pabrik PT PUSRI sekarang, keraton tersebut hancur dan habis di bakar Belanda tahu 1659. Tiba di Palembang 1440 bersama Sunan Ampel dan keratonnya berdiri tahun 1455 bersamaan dengan tibanya selir Brawijaya 5 yang kemudian menjadi isterinya.

2.       Adipati Karang Widara (1486 - ………)
Tidak diketahui asal usulnya, tetapi menurut cerita dia menggantikan Ario Dillah yang pada akhir masa pemerintahannya diterpa berbagai masalah sehingga dibuang ke Cirebon dan wafat disana.

Kerajaan Palembang dibawah wilayah Demak/Pajang/Mataram


1.       Pangeran Sido Ing Lautan (………… - 1512)

Runtuhnya Majapahit dan berdirinya Kerajaan Demak membuat situasi pemerintahan berubah, tidak diketahui apakah Adipati Karang Widara sebagai wakil Majapahit masih memerintah di Palembang atau tidak. Akan tetapi sejarah mencatat Demak 2 kali menyerang Portugis di Malaka (http://nationalgeographic.co.id/berita/2015/07/kisah-raja-muda-dari-demak-yang-menantang-portugis) dan serangan pertama tahun 1512-1513 adalah gabungan dari Pasukan Demak dan Pasukan Palembang. Kisah ini memunculkan sebuah nama Pangeran Sido Ing Lautan yang menjadi misteri karena banyaknya versi cerita tentangnya. Sebuah versi mengatakan bahwa dia adalah kerabat Raden Patah yang sudah bersama sejak dari Palembang. Ketika Demak merencanakan menyerang Malaka 1512, Pangeran Sido Ing Lautan diperintahkan ke Palembang untuk memobilisasi pasukan dan kemudian bergabung dengan Pasukan Demak yang dipimpin Patih Unus. Dalam pertempuran di Malaka tersebut Sang Pangeran gugur sementara Patih Unus mundur kembali ke Demak. Sejak itulah namanya dikenal sebagai Pangeran Sido Ing Lautan sementara Patih Unus mendapat gelar Pangeran Sabrang Lor.

2.       Ki Gede Ing Suro (1547 – 1572)
Setelah masa “interregnum”selama 32 tahun. Datanglah anak dari Pangeran Sido Ing Lautan yang saat ayahnya berangkat menyerang Portugis di Malaka masih berusia kanak-kanak.  Ki Gede Ing Suro  datang bersama 24 bangsawan Demak lainnya yang hijrah ke Palembang kembali ke tanah leluhurnya, mendarat di Palembang tahun 1547. Pada tahun 1550 Ki Gede Ing Suro di nobatkan menjadi Raja di Kerajaan Palembang yang diakui oleh Kerajaan Demak yang saat itu sudah pindah ke Pajang. Berkuasa selama 26 tahun, dalam versi lain 22 tahun dan karena tidak memiliki anak, kekuasaan selanjutnya dipegang oleh adiknya Ki Gede Ing Suro Muda.


3.       Ki Gede Ing Suro Muda (1572 – 1589)
Raja ini adalah adik dari Ki Gede Ing Suro yang menggantikan kakaknya menjadi raja, saudara perempuannya menikah dengan Ki Gede Ing Ilir yang kemudian melahirkan penerus raja Kerajaan Palembang selanjutnya. Pada Masa ini dibangun kompleks Pemakaman Raja-Raja “Gedingsuro”.

4.       Pangeran Kimas Dipati (1589 – 1594)
Anak dari Ki Gede Ing Ilir yang menggantikan pamannya karena tidak memiliki penerus

5.       Pangeran Madi Angsoka (1594 – 1629)
Saudara dari Pangeran Kimas Dipati, pada masa ini terjadi “Perang Kafir” melawan Banten yang disebabkan hasutan Pangeran Mas anak Arya Pangiri cucu Sunan Prawata/Demak yang membuat  cerita bahwa Kerajaan Palembang masih kafir dan belum Islam, cerita ini kemungkinan besar berlatar belakang dendam karena Kerajaan Palembang berasal dari pelarian aliansi Adipati Jipang yang membunuh kakeknya. Mendapat masukan itu, spontan Raja Banten saat itu Maulana Muhammad yang masih muda menjadi panas, semangat dakwah mengislamkan nusantara yang berbaur dengan darah muda membuatnya segera membuat rencana penyerangan bersama dengan Pasukan Lampung yang menjadi tandemnya. Lahirlah motto “Lamun Banten di hareup Lampung di Buri, lamun Banten di Buri Lampung di hareup”. Perang berlangsung berhari-hari di Sungai Musi yang berakhir dengan gugurnya Maulana Muhammad dan mundurnya pasukan Banten kembali ke pangkalannya.

6.       Pangeran Madi Alit (1629 – 1630)
Meninggalnya Pangeran Madi Angsoka, memicu perebutan kekuasaan antara saudaranya dengan menantunya (Pangeran Jambi) yang akhirnya dimenangkan oleh saudaranya Pangeran Madi Alit, Raja ini hanya memerintah 1 tahun saja karena terbunuh dalam suatu perselisihan dalam keraton.

7.       Pangeran Made Soka / Raden Aria (1630 – 1636)
Menggantikan saudaranya Pangeran Made Alit, disebut juga Pangeran Sido Ing Puro karena meninggal didalam Pura.

8.       Pangeran Sido ing Kenayan (1636 – 1652)
Menggantikan saudaranya, istri atau Sang Permaisuri sangat terkenal pada masyarakat Palembang yang disebut Ratu Sinuhun, Sang Ratu membuat sebuah karya ketatanegaraan yang sangat terkenal disebut “Undang-undang Simbur Cahaya”

9.       Pangeran Sido Ing Pasarean (1652 – 1653)
Pangeran Sido Ing Kenayan wafat tidak meninggalkan keturunan, yang menggantikannya justru adalah saudara  Ratu Sinuhun yaitu Pangeran Ali Seda Ing Pasarean yang masih keponakannya sendiri. Ratu Sinuhun dan Pangeran Pasarean adalah anak Nyi Gede Ing Pembayun saudara dari Pangeran Sido Ing Kenayan yang kawin dengan Tumenggung Mancanegara dari Cirebon. Dengan naiknya Pangeran Sido Ing Pasarean menjadi Raja Palembang maka beralihlah nasab Raja-raja Palembang selanjutnya dari Demak ke Cirebon.

10.   Pangeran Sido Ing Rajek (1653 – 1660)  
Raja ini memerintah hanya setahun dan meninggal mendadak ditempat tidur, digantikan oleh anaknya Pangeran Sido Ing Rajek. Pada masa ini terjadi penyerangan oleh Pasukan Belanda yang membakar kota Palembang (1659) sehingga Raja mundur samapi ke Indera Laya. Pangeran Sido Ing Rajek meninggal di Indera Laya dan kemudian dimakamkan di dusun Saka Tiga.

Kerajaan Palembang Darussalam


1.       Raden Tumenggung/Kimas Endi Ario Kesumo ( 1659 -1706)

Adalah adik dari Pangeran Sido Ing Rajek, kemudian dikenal sebagai Sunan Cinde Walang yang menyatakan melepaskan diri dari wilayah Mataram sehingga Kerajaan Palembang Darussalam berdiri sendiri, Gelar lengkapnya adalah Sultan Abdurrahman Khalifatul Mukminin Sayyidul Imam. Pada masa ini didirikan Keraton Beringin janggut dan Kompleks Pemakaman Raja Cinde Walang.

2.       Sultan Muhammad Mansyur (1706 – 1714)
Nama panjangnya Sultan Muhammad Mansyur Jayo Ing Lago adalah anak dari Sultan Abdurrahman. Pada masa ini pemerintahan sudah mulai mendapat gangguan dari VOC/Belanda.

3.       Sultan Komaruddin/Raden Uju (1714 – 1724)
Menggantikan kakaknya menjadi raja selama 10 tahun

4.       Sultan Mahmud Badaruddin Jayo Wikramo (1724 – 1758)
Anak dari Sultan Muhammad Mansyur. Pada masa ini dibangun Keraton Kuto Batu atau Kuto Lamo pada tahun 1737. Dibangun pula Kompleks Pemakaman Sultan Kawah Tengkurep pada masa ini.

5.       Sultan Ahmad Najamuddin Adi Kesumo (1758 – 1776)
Anak dari Sultan Mahmud Badaruddin Jayo Wikramo

6.       Sultan Muhammad Bahauddin ( 1776 – 1803)
Anak dari Sultan Ahmad Najamuddin Adi Kesumo Pada masa ini dibangun Keraton Kuto Besak pada tahun 1791 – 1797 yang langsung ditempati Sultan begitu selesai, sementara Keraton Kuto Batu ditempati Putra Mahkota Sultan Mahmud Badaruddin II yang saat itu bergelar Pangeran Ratu.

7.       Sultan Mahmud Badaruddin II/Susuhunan Mahmud Badaruddin (1803 – 1812)
Anak dari Sultan Muhammad Bahauddin yang menggantikan ayahnya menjadi Raja di Palembang bukanlah sahabat Belanda, masa pemerintahannya penuh dengan drama perjuangan, bagaimana Sultan sebagai raja berusaha keras untuk mempertahankan bukan hanya kehormatannya tapi juga kedaulatan rakyatnya. Ditengah kekalutan akibat penaklukan Inggris atas Jawa pada tahun 1811, Sultan membantai delapan puluh dua orang (24 nya adalah Belanda)  Garnizun Belanda di Loji Sungai Aur Palembang. Pada tahun 1812 Inggris menyerang dan merampok Keraton Palembang serta mengangkat adiknya Sultan Ahmad Najamuddin menjadi Raja dengan gelar Susuhunan Diyauddin, sang Sultan berhasil melarikan diri, akan tetapi tahun 1813 dia menyerah dan kembali ke Palembang menjadi Raja kembali sampai Rafless menolak ketetapan tersebut dan kembali mengangkat adiknya menjadi Raja. Demikianlah campur tangan Inggris dan Belanda dalam pemerintahan Kerajaan Palembang Darussalam yang mengakibatkan ketegangan antara dua bersaudara yang menjadi Raja ini.

8.       Sultan Ahmad Najamuddin I/Susuhunan Diyauddin (1813 – 1818)
Menjadi Raja setelah Ketetapan Residen Palembang atas pengangkatan kembali Sultan Mahmud Badaruddin II  ditolak Raflfes. Memerintah dalam aroma ketegangan karena kakaknya yang seharusnya menjadi Raja masih berada di Palembang. Suasana ini berlangsung sampai tahun 1818 dimana Belanda mengirimkan satu ekspedisi ke Palembang menangkap dan mengasingkan Sultan Ahmad Najamuddin/Susuhunan Diyauddin ke Batavia kemudian ke Cianjur.

9.       Sultan Mahmud Badaruddin II/Susuhunan Mahmud Badaruddin (1818 – 1821)
Penangkapan Sultan Ahmad Najamuddin tidak membuat Kerajaan Palembang takluk, karena disana masih ada Sultan Mahmud badaruddin II yang segera memimpin pemerintahan. Belanda kembali mengirimkan ekspedisi pada tahun 1819 akan tetapi dapat dikalahkan oleh sang Sultan. Pada Tahun 1821 Belanda menghimpun pasukan besar yang terdiri dari 4.000 orang serdadu. Serangan pertama dapat dipatahkan oleh pasukan Palembang, tapi serangan kedua berhasil menembus pertahanan mereka dan Sultan Mahmud Badaruddin II diasingkan ke Ternate. Anak tertua Sultan yang diangkat menjadi Putra Mahkota dengan memakai gelar pamannya Sultan Ahmad Najamuddin II Pangeran Ratu ikut ditangkap Belanda dan diasingkan ke Ternate.

10.   Sultan Ahmad Najamuddin III Prabu Anom (1821 -1825)
Adalah anak dari Susuhunan Diyauddin yang menjadi raja setelah ayah, paman dan sepupunya ditangkap dan diasingkan Belanda. Memimpin pemberontakan pada 29 November 1824 namun akhirnya tertangkap Belanda tanggal 15 Oktober 1825 dan diasingkan ke Banda 19 Oktober 1825 kemudian ke Manado.

11.   Pangeran Kramo Jayo (1825 – 1851)
Pangeran Keramo Jayo menantu Sultan Mahmud Badaruddin II diangkat oleh pemerintah Belanda sebagai Rijksbe-stuurder. Pada tahun 1851, karena diduga mengorganisir pemberontakan di pedalaman, ia ditangkap dan diasingkan ke Probolinggo dan wafat tanggal 5 Mei 1862. Semenjak itu jabatan Rijksbe-stuurder dihapuskan dan jabatan tertinggi orang pribumi hanya demang dan berakhirlah Kejayaan Kerajaan Palembang Darussalam.





Allahu'alam bissawab
Wass
ACT











Friday, August 18, 2017

Sholat

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamualaikum wr wb...

Sholat
Sebetulnya materi ini sudah terkurung begitu lama dalam rongga kepala, hanya saja nafs berseteru dengan akal mengenai mana yang harus dibahas lebih dulu, syahadat kah? Atau sholat?. Banyak yang melatarbelakangi perseteruan itu, antara lain mana yang lebih penting untuk dipahami antara keduanya. Suatu saat Syahadat memenangkan pertarungan itu, sehingga terlontarlah tulisan bertajuk “syahadatain” beberapa tahun yang lalu. Akan tetapi tulisan itu berhenti hanya satu episode sementara materi yang sudah tercanangkan ada bergulung-gulung dikepala. Akhirnya waktu berlalu begitu saja, “syahadatain” macet tanpa sebab sementara “sholat”masih terus berada di antrian.
Akhirnya kuputuskan untuk memulai tulisan tentang “sholat” dan melupakan dulu “syahadatain”, insya Allah suatu saat nanti akan bersambung lagi. Karena bila tidak, materi tentang sholat ini akan dengan gampang tertimbun lagi oleh sampah dunia.

Apakah Sholat?
Berdasarkan turun perintahnya, maka sholat adalah hadiah yang diberikan oleh Allah Azza wa Jalla kepada Rasulullah dan ummatnya. Hadiah tersebut disampaikan langsung, tidak melalui malaikat Jibril as yang tugasnya menyampaikan wahyu. Belum ada seorang nabipun yang dipanggil dan berhadapan langsung dengan Allah Ta’ala, bahkan Nabi Musa as baru melihat cahayanya saja sudah jatuh pingsan. Rasulullah dipanggil Mi’raj oleh Allah Ta’ala, diperlihatkan berbagai hal termasuk surga dan neraka dan akhirnya dipanggil menghadap untuk menerima perintah sholat. Luar biasa bukan, Pemimpin kita dipanggil oleh Pemilik Semesta Alam dan menerima hadiah berupa sholat yang diperuntukkan bagi Pemimpin dan kita semua ummatnya. Dapat kita bayangkan bahwa sebelum kita lahir keatas dunia ini, sudah ada hadiah dari Pemilik Alam Raya ini yang diperuntukkan bagi kita. Saat menerima hadiah tersebut Rasulullah berulang kali bolak balik mohon agar jumlahnya diperkecil dari 50 sampai akhirnya menjadi 5 sehari semalam, bukan karena tidak berterima kasih, akan tetapi lebih kepada tahu diri atas kemampuan ummatnya, dibantu juga oleh keterangan para nabi yang menjelaskan kewajiban yang sama pada ummatnya.

Kenapa Sholat?
Rasulullah saw adalah Habibullah (kekasih Allah) sehingga ummatnyapun adalah ummat dari sang kekasih, karena itu sebagai ummat dari sang kekasih kita diberikan begitu banyak hadiah oleh Azza wa Jalla, salah satunya adalah sholat. Agar lebih lengkap sesungguhnya hadiah bagi ummat Rasulullah tersebut adalah : “waya syahadatani wa aiyyidatum al Imani, wa saumu wa sholatu wahajju wa zakatu”. Yang pertama adalah syahadat yang memperkokoh dan menyempurnakan iman, kemudian puasa kemudian sholat kemudian haji kemudian zakat. Tuh….. banyak kan hadiahnya, terima kasih dong sama Allah Ta’ala.
Kembalike pertanyaan diatas “kenapa sholat?”. Saking sayangnya Allah Ta’ala kita diberikan sholat sebagai perisai bagi kita untuk menghadapi semua cobaan, godaan dan rayuan baik dari syaitan maupun dari dunia. Alquran menerangkan kepada kita dalam Surat Al-Ankabut : 45 yang bunyinya : “Inna sholata tanha anil fahsya I wal munkar” yang terjemahan bebasnya kira-kira “sesungguhnya sholat itu mencegahmu dari perbuatan keji dan munkar”. Artinya adalah bilamana kita sholat maka kita akan terhindarkan dari perbuatan keji dan munkar, dahsyat bukan? Itu adalah janji Allah Ta’ala yang jelas berbeda dengan janji kita, janji boss, janji majikan, janji pacar dan janji manusia lainnya karena : “Innaka la tuhliful mi’ad” (HR Baihaqy), Allah itu tak pernah ingkar janji.

Janji Allah Ta’ala ini kemudiaan menjadi fenomena setelah kita melihat orang-orang yang kelihatannya ahli sholat tapi pada kenyataannya, korupsi, mencuri, melakukan pelecehan seksual dan banyak lagi perbuatan-perbuatan yang tergolong keji dan munkar. Lalu apa yang salah?
Berangkat dari hadist diatas jelas bahwa Allah Ta’ala tidak mungkin ingkar atas janjinya yang tercantum dalam Al-Ankabut : 45. Maka, bilamana sang pelaku adalah seorang ahli sholat, kemungkinan besar “sholatnya” yang salah. Waahhhh…. Ini baru gawaaattt. Mungkinkah itu? Jawabannya sangat mungkin, oleh karena itu kita akan coba membedah sholat secara sederhana.
1.     
          Rukun sholat.
Ada 13 rukun sholat, sejak niat sampai tasyahud akhir, apabila semua terpenuhi maka secara formal sholatnya sah dan Al-Ankabut 45 berlaku padanya.
2.      
      Bacaan sholat
Alquran Surat Annisa : 43 menjelaskan : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.”

Sepintas terjemahan tersebut biasa saja, tapi bila kita renungkan kalimat awalnya, terutama kalimat “sampai kau mengerti apa yang kau ucapkan”, nyeeessss…… terasa deh .. kena jantungnya.
Tenyata ada 2 topik menyangkut sholat yang dapat kita bedah, kita akan ulas dari bawah dulu, mengenai nomor 2 bacaan sholat dan ternyata termasuk juga mengenai khusuk dan tidak, tidaklah membatalkan sholat, artinya sholat tetap sah walaupun kita gak ngerti apa yang dibaca dan tetap sah secara formal walaupun ternyata sholat sambal ngebayangin hutang. Jadi karena sholatnya sah maka Al-Ankabut 45 harusnya tetap berlaku. Gak mungkin korupsi, dll

Kita bedah rukun sholat sekarang. Dari 13 rukun sholat hanya 2 rukun saja yang berupa bacaan atau 3 bila bersama Takbiratul Ihram. Apa saja itu, Al Fatihah dan Tasyahud (awal dan akhir), selebihnya adalah gerakan. Tak ada aturan khusus mengenai Takbiratul Ihram, yang penting lafaznya benar, mengenai tasyahud juga begitu walaupun terdapat khilafiyah soal kata “sayyidina” tetap saja sah secara formal apabila sudah dibaca. Yang cukup mengejutkan adalah Al-Fatihah, tidak banyak yang tahu bahwa dari 14 tasdid/sabdu pada Al-Fatihah tidak boleh ada yang tertinggal (https://arditamin.blogspot.co.id/2017/01/memory-and-gemeinschaft.html), sehingga bila ada tertinggal maka bukan AlFatihah namanya, kalau bukan AlFatihah maka tidak sah sholatnya. Waduhhhhh……

Al Fatihah
Berdasarkan asbabun nuzulnya, suatu saat Malaikat Jibril as mendatangi Rasulullah saw dan berkata : “wahai kekasih Allah, hari ini pintu langit terbuka, seluruh penduduk langit turun ke muka  bumi untuk mengantarkan satu surat yang belum pernah diturunkan kepada Nabi manapun, surat itu bernama Al-Fatihah”. Bayangkan betapa dahsyatnya surat ini, seluruh penduduk langit turun hanya untuk mengantarkannya saja. Demikianlah Surat yang luar biasa ini kemudian dijadikan sebagai penghulu Alquran. Menjadi symbol alam semesta dengan 7 ayatnya mewakili 7 lapis bumi dan 7 lapis langit serta 7 hari penciptaan alam semesta.
Kita tidak akan membahas mengenai Fadlilah dari Al-Fatihah akan tetapi hanya mencoba mencari tahu kenapa orang-orang yang kelihatannya ahli sholat tetapi masih saja berbuat keji dan munkar. Dan bila benar itu karena Al-Fatihah….. sungguh ternyata kita masih harus belajar lagi tentang Al-Fatihah.

Yuk…belajar Al-Fatihah lagi………………………………
1.       Ada 14 tasdid (sabdu)
2.       Ghairil Maghdu, tidak bergetar karena itu Ghin mati bukan Rho mati
3.       Waladdlollin, dlo dibaca panjang 6 harakat
4.       Dst…dst…dst

 Allahu’alam bissawab
Barakallahu li walakum
Wassalamualaikum wr wb

ACT 


Thursday, June 8, 2017

10 Ramadhan - Fath'ul Makkah

Bismillahirrahmanirrahim..

Assalamualaikum wr wb

Baru berlalu tanggal 10 Ramadhan yang berarti telah berganti masa “Barokah” menjadi masa “Maghfiroh”, semoga kita semua mendapatkan ridho untuk mencapai masa “Itkum minannaar” pada 10 hari terakhir, aammiiinnn

Ada sebuah kisah yang terjadi pada 10 Ramadhan ini dalam sejarah Islam, mungkin beberapa dari kita sudah melupakannya atau terlupa, sehingga saya comot kembali dari posting Facebook saya pada 17 September 2009, semoga  bermanfaat.

Tanggal 10 Ramadhan 8 H, Rasulullah saw. beserta 10.000 pasukan bergerak dari Madinah menuju Mekkah, dan kota Madinah diwakilkannya kepada Abu Ruhm Al-Ghifary.

Ketika sampai di Dzu Thuwa, Rasulullah saw. membagi pasukannya, yang terdiri dari tiga bagian, masing-masing adalah:
1.  Khalid bin Walid memimpin pasukan untuk memasuki Mekkah dari bagian bawah,
2. Zubair bin Awwam memimpin pasukan memasuki Mekkah bagian atas dari bukit Kada', dan menegakkan bendera di Al-Hajun,
3. Abu Ubaidah bin al-Jarrah memimpin pasukan dari tengah-tengah lembah hingga sampai ke Mekkah.

Dari Al-Hajun Nabi Muhammad memasuki Mesjid Al-Haram dengan dikelilingi kaum Muhajirin dan Anshar. Setelah thawaf mengelilingi Ka'bah, Nabi Muhammad mulai menghancurkan berhala dan membersihkan Ka'bah. Dan selesailah pembebasan Mekkah.

Peristiwa ini juga telah dinubuatkan dalam Taurat yang menyatakan “Sang Mesiah akan memasuki kota suci dengan diiringi 10.000 orang saleh berbaju putih”. Subhanallah….

Konon saat itulah takbir yang kita kenal sekarang sebagai takbir Iedul Fitri pertama dikumandangkan, dilantunkan oleh segenap pasukan muslim yg akan memasuki kota Makkah. Derap langkah pasukan muslimin ditingkah dengan takbir yg berkumandang meninggalkan debu yg mengepul dibelakang seketika membuat Makkah laksana kota mati, semua pintu dan jendela tertutup dan tanpa perlawanan Makkah al Mukarromah kembali ketangan mereka yg terusir (Muhajirin) yg dibantu saudara2 mereka dari kaum anshar dan muslimin dari seantero jazirah.


Sejak itu pulalah Rasulullah Saw menetapkan Makkah al Mukarromah menjadi Kota Suci yang diharamkan bagi mereka yg bukan muslimin untuk menginjaknya. Allahua'lam bissawab

ACT

Sejarah

  Bismillahirrahmanirrahim… Sejarah Sejarah adalah cerita tentang masa lalu, bisa jadi tentang kebaikan atau keburukan, kemegahan atau k...