Wednesday, August 30, 2017

The Ultimate Weapon (DOA)

Bismillahirrahmanirrahim...

Doa

Adalah bagian yang tak terpisahkan dalam hidup manusia, sebuah rangkaian kata-kata yang diluncurkan oleh lisan manusia terutama saat dirinya berada pada keadaan penuh harap atau keadaan tak berdaya. Doa dilepaskan oleh manusia sebagai pertanda ketidakmampuannya dalam menghadapi atau menyikapi sesuatu, doa juga meruntuhkan dan meluluhlantakkan ego manusia yang terkadang terjebak dalam kejumawaan dan kesombongan pengetahuan dunia yang dimilikinya. Disisi lain, doa merupakan sebuah pengakuan atas eksistensi Dzat Yang Maha Kuasa dan Maha Berkehendak yaitu Sang Rabbul Jalil.

Doa dalam pengertian “permintaan” atau “permohonan.” Seperti dalam Al-Quran surah Al-Mu’min ayat 60 dibawah ini.

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ
60. Dan Tuhanmu berfirman: “Mohonlah (mintalah) kamu kepada-Ku, pasti Aku perkenankan (permintaan) kamu itu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku [1327] akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina”.
Doa adalah sebuah pembuktian atas kedudukan antara seorang Tuan dan Hamba, dimana seorang Tuan sampai kapanpun tetaplah akan menjadi Tuan begitupun seorang hamba, tetaplah akan menjadi seorang hamba. Karena itulah maka tipuan dunia yang seolah-olah mengangkat kedudukan seorang manusia sesungguhnya hanyalah permainan dunia belaka, karena sebagai Tuan maka Hak prerogative Allah saja yang dapat mengangkat derajat seseorang baik dalam urusan dunia maupun urusan akhirat.

Kembali kepada doa, terdapat 2 perspektif yang dapat kita ambil dalam membicarakan masalah ini, yang pertama adalah konsep  syariat yang dalam bahasa sederhana akan melihat doa dari sisi "syarat dan ketentuan berlaku" dan yang kedua adalah konsep hakikat yang lebih mengutamakan hati/qalbu sebagaimana dinyatakan dalam hadist dibawah ini : 
     
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ صَخْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ اللَّهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى أَجْسَامِكُمْ وَلاَ إِلَى صُوَ رِكُمْ ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ
“Diriwayatkan dari Abu Hurairah Abdirrahman bin Syahrin radhiyallahu ‘anhu, ‘Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, ‘Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada tubuh kalian dan tidak pula kepada rupa kalian, tetapi Dia melihat kepada hati kalian.” (Diriwayatkan Muslim)
Bila kita mengacu pada konsep pembelajaran (ta'lim) dunia tareqat dimana terdapat syarat "tidak ada tareqat tanpa syariat" maka jelas sudah kedua hal diatas bukanlah pilihan, melainkan bagaimana kita memandang dan menyikapinya sesuai dengan keadaan (hal) dan derajat pemahaman (maqom) masing-masing kita.
Kita tidak akan membahas doa dalam konsep syariat ataupun hakikat, akan tetapi kita akan mengupas mengenai apa sesungguhnya doa tersebut dan untuk apa ada doa? Para masyaikh meyampaikan bahwa Allah Ta'ala memberikan doa sebagai sebuah senjata canggih yang luar biasa kepada hambaNya yang bernama manusia, senjata tersebut sangat luar biasa karena salah satu keampuhannya adalah dapat merubah ketetapan Allah Ta'ala. Sampai disini kita akan bertanya-tanya, ketetapan yang mana? Untuk dapat menjawab pertanyaan itu lebih dahulu kita harus membedah mengenai Ketetapan Allah Ta'ala atau yang lebih sering kita sebut "Takdir".

Rasulullah saw pernah menyatakan bahwa Lauhil Mahfuz yang yang berisikan tulisan tentang ketetapan atas manusia sudah selesai ditulis 50.000 tahun sebelum manusia pertama dicptakan (Adam as). Nah, bagaimana mungkin tulisan mengenai manusia sejak awal sampai manusia terakhir (termasuk kita) dapat dirubah? Disini kita harus memahami tentang apa yang dimaksud Takdir. Sayyidina Ali ra ketika ditanya tentang takdir hanya menjawab "sumur yang dalam", ketikan ditanya lagi dijawab "samudra yang luas" dan ketika yang bertanya makin penasaran beliau berkata "bila engkau menghendaki suatu kejadian, maka yang akan terjadi adalah kehendakmu atau kehendak Allah", dijawab "Kehendak Allah", kemudian beliau menerangkan "itulah yang dimaksud dengan takdir".

Bila kita mau lebih teliti mencermati maksud dari Sayyidina Ali ra, maka akan kita dapatkan kata kunci tentang "kehendak" dan bahwa Allah Ta'ala telah menuliskan kehendaknya tentang manusia dalam bentuk ketetapan pada Lauhil Mahfuz, akan tetapi Sayyidina tidak menjelaskan secara rinci mengenai ketetapan tersebut, termasuk bahwa diantaranya ada yang dapat dirubah oleh sebuah senjata yang bernama "Doa".

Untuk mengetahui ketetapan yang mana yang dapat dirubah, maka kita akan membedah dulu tentang ketetapan Allah yang terbagi menjadi :
1. Qada, Ketetapan yang tidak dapat atau mungkin dirubah, karena bila dirubah dapat merusak harmonisasi alam semesta termasuk juga disini mengenai lahir dan matinya seorang manusia. Ketetapan ini hanya menyangkut dihembuskan ruh dan dicabutnya ruh, tidak termasuk tatacaranya, karena tatacaranya bisa saja termasuk dalam jenis ketetapan selanjutnya.
2. Qadar, ketetapan yang dapat dirubah, terbagi 2 :
    a. Qadar Qubro, ketetapan besar, inilah yang dapat dirubah dengan doa dan perubahan yang dilakukan semata-mata atas kehendak Allah Ta'ala..
   b. Qadar Sugro, ketetapan kecil, ini dapat dirubah dengan akal manusia, dengan upaya dan ikhtiar termasuk ijtihad. Menarik membahas tetntang Qadar Sugro ini karena kita akan dihadapkan pada teori logika sebagaimana pengetahuan manusia. Teori ini pada intinya mengatur tentang sebab akibat atas keputusan yang diambil manusia tentang suatu hal atau kejadian. Agak mirip dengan teori varian pada permainan catur, bahwa setiap langkah yang kita ambil terdapat berbagai varian yang merupakan langkah selanjutnya, hanya saja bila varian catur masih dapat kita tulis, maka varian dalam ketetapan ini tidak mungkin ditulis karena varian yang dihasilkan atas satu langkah yang diambil, bisa saja sejuta atau semilyar langkah varian, mungkini inilah yang dimaksud oleh Sayyidina Ali ra sebagai "sumur yang dalam" atau "samudra yang luas".

Bila kita cermati terlihat bahwa doa dapat merubah apa yang sudah ditulis sebagai Qadar Qubro yang merupakan ketetapan Allah Ta'ala. Disini dapat kita renungkan kedahsyatan doa, bahwasanya Allah Ta'ala, Yang Maha Kuasa, Yang Maha Berkehendak, Yang Berdiri Sendiri dengan segala ke Maha-an Nya, ternyata mau merubah ketetapanNya, apakah itu bukan dahsyat namanya? Tentulah doa tersebut terpancar dari hati/qalbu yang tulus, penuh kerendahan sehingga Allah Ta'ala tergugah dan memenuhi permintaannya. Selain itu jangan lupa tentang apa yang diajarkan oleh dunia syariat bahwa agar doa anda terjawab sebagaimana ayat Quran diatas haruslah diingat "syarat dan ketentuan berlaku"

Demikian semoga bermanfaat.

Billahi taufiq wal hidayah
Barakallahu li walakum
Wasalam

ACT


Tuesday, August 29, 2017

Rise and Fall Venice from East (Palembang Darussalam)

Bismillahirrahmanirrahim…

Pengantar.

Dongeng ini dibuat untuk memenuhi janji kepada sahabatku RM. Zein Abidin 12 tahun yang lalu, bahan untuk narasi dongeng diambil dari berbagai sumber yang tidak dapat disebutkan satu persatu termasuk imajinasi. Harap pembaca tidak menganggap ini sebagai sejarah karena dibuat sebagai cerita dongeng biasa. Agar dongeng ini dapat menjadi sejarah, sangat diperlukan koreksi, masukan dan tambahan dari semua yang membaca dan berkepentingan dengan dongeng ini. Apabila tidak ada masukan, tambahan atau koreksi apapun dari pembaca, maka dongeng ini tetaplah akan menjadi dongeng saja. Karena itu saya menghimbau, terutama kepada sahabat, rekan dan para dzuriyat agar dapat melengkapi dongeng ini sehingga kita akan mendapatkan sebuah sejarah tentang indahnya Kerajaan Palembang Darussalam yang kita banggakan. 


Demak 1521

Awan hitam menggayut di atas langit Demak, sebuah berita duka datang dari seberang,  Patih Unus menantu Raden Patah yang menjadi penguasa Demak dikabarkan gugur dalam peperangan melawan Portugis di Malaka, pasukannya hancur dan yang berhasil lolos tidak kembali ke Demak, sebagian merapat di Banten dan menetap disana. Hal ini disebabkan huru-hara yang terjadi di Keraton Demak sepeninggal Patih Unus, terjadi perebutan kekuasaan antara anak-anak Raden Patah, Pangeran Trenggono (anak Permaisuri) dan Pangeran Kikin (anak selir dari Jipang) saling berebut pengaruh untuk menjadi raja, sementara menantu-menantunya Fatahillah dan Pangeran Pasarean tak mampu berbuat apa-apa karena disibukkan dengan konsolidasi pasukan Demak-Cirebon yang sedang bergerak kearah barat.

Huru-hara ini memicu pertikaian berdarah, Pangeran Mukmin anak tertua Pangeran Trenggono yang membela ayahnya mengutus seorang perwiranya untuk membunuh Pangeran Kikin. Malam itu gugurlah Pangeran Kikin dalam sebuah duel di tepi sungai, hal ini dikenang masyarakat Demak dengan memberikan gelar “Pangeran Sekar Seda ing Lepen”  yang berarti “Bunga yang Gugur di tepi Sungai” kepada Pangeran Kikin.  Ketegangan akibat pertikaian ini makin menjadi, pihak yang berafiliasi dengan keluarga Pangeran Kikin yang berbasis di Jipang merasa tertekan oleh Pihak Pangeran Trenggono yang berkuasa, akhirnya memilih pergi. Eksodus ini dilakukan oleh 24 bangsawan yang berafiliasi ke Adipati Jipang berlayar menuju tanah Palembang dipimpin oleh Ki Gede Ing Suro yang ayahnya dulu pernah diperintahkan oleh Raden Patah untuk menyerang Portugis di Malaka dari Palembang. Mereka mendarat di Palembang tahun 1547.

Sementara di Demak, silih berganti korban berjatuhan, Pangeran Mukmin atau Sunan Prawata tewas ditangan orang suruhan Arya Penangsang /Adipati Jipang anak Pangeran Kikin pada tahun 1549, tak sampai disitu, Pangeran Hadari suami dari Ratu Kalinyamat juga ikut di bunuh yang memicu legenda sumpah Ratu Kalinyamat “tidak akan berhenti tapa sebelum ada yang membawakan kepala Arya Penangsang kehadapannya”. Akhirnya Hadiwijaya/Joko Tingkir Adipati Pajang yang juga menantu Pangeran Trenggono membuat sebuah aliansi untuk menghancurkan Arya Penangsang, dibantu oleh Ki Gede Pemahanan dan anaknya Sutawijaya mereka menyerbu Demak dan dengan sebuah siasat setelah perang tak kunjung berhenti akhirnya Arya Penangsangpun tumbang. Murid Sunan Kudus itu meregang nyawa setelah ususnya yang terburai putus oleh kerisnya sendiri. Berakhirlah masa Kerajaan Demak, singgasana kemudian diboyong pindah ke Pajang dan Ki Gede Pemanahan serta anaknya mendapatkan hadiah tanah dari Hadiwijaya yang kemudian diberi nama Mataram.

Terdapat simpang siur angka tahun dari para sejarawan mengenai peristiwa pada era ini, De Graaf, Pigeaud maupun Tomi Pires dan beberapa sejarawan Indonesia berbeda pendapat soal angka tahun. Agar alur cerita tetap terjaga, maka kita harus mengambil jalan tengah, bila Patih Unus gugur tahun 1521, maka Trenggono berkuasa sampai tahun 1546, selanjutnya Prawata memerintah hanya 3 tahun karena 1549 dia dibunuh oleh Arya Penangsang, selanjutnya Arya Penangsang tumbang ditangan aliansi Hadiwijaya/Joko Tingkir dan Sutawijaya pada tahun yang sama.
Kita kembali ke cerita eksodus para bangsawan Demak ke Palembang.  Terdapat banyak versi mengenai cerita awal ini, bahkan para sejarawan tidak menemukan kesepakatan dalam hal ini,  beberapa hal yang menjadi perdebatan antara lain:

1.       Ki Sido Ing Lautan dan Ki Gede Ing Suro sebenarnya satu orang, ada yang sepakat tapi lebih banyak yang tidak.
2.       Ki Sido Ing Lautan adalah anak dari Pangeran Purbaya dan cucu dari Raden Patah, versi ini sama dengan silsilah yang dibuat Kerajaan Belanda tapi kalau melihat tahun sepertinya tidak mungkin Cucu dan Kakek hidup pada generasi yang sama
3.       Ki Sido Ing Lautan adalah anak Ki Sedareja dan merupakan cucu dari Raden Kusen adik dari Raden Patah, versi ini juga sama seperti nomor 2
4.       Ki Sido Ing Lautan adalah Putra Raden Patah yang dikirim untuk memobilisasi pasukan laut dari Palembang dan bersama aliansi maritime kerajaan-kerajaan wilayah barat menyerbu Portugis di Malaka tahun 1512, gugur disana. Versi inilah sepertinya yg mengaburkan sejarah sehingga ada yang berpendapat Ki Gede Ing Suro adalah anak Patih Unus.

Dari 4 versi tersebut, kita cari jalan tengah yang paling masuk akal dan dapat mengisi celah kekacauan cerita walaupun mungkin tidak 100% benar. Hipotesanya adalah sebagai berikut :
“Ki Sido Ing Lautan gugur di Malaka saat menyerang Portugis tahun 1512 (Sumber : Buku “Sejarah Daerah Sumatera Selatan”, tulisan Drs. Ma’moen Abdullah, hal. 59-71). saat itu anaknya masih kecil dan pada tahun 1547 anaknya Ki Gede Ing Suro memimpin eksodus 24 bangsawan Demak ke Palembang karena ayahnya pernah berkuasa sebagai pimpinan disana”


Palembang 1547

Dengan hipotesa diatas kita akhirnya mendapatkan alur tahun yang lumayan mendekati, karena 3 tahun setelah mendarat di Palembang yaitu tahun 1550 mereka kedatangan Joko Tingkir atau Hadiwijaya yang baru berkuasa setelah mengalahkan Arya Penangsang setahun sebelumnya. Joko Tingkir datang dengan nama Mas Karebet, menemui para bangsawan yang eksodus ini sekaligus mengabarkan kematian Arya Penangsang pimpinan Jipang afiliasi mereka. Akhirnya tercapai kesepakatan dan Ki Gede Ing Suro dinobatkan menjadi Raja Kerajaan Palembang yang tunduk dibawah wilayah Kerajaan Pajang sebagai penerus Kerajaan Demak.
Sebelum masuk ke cerita Kerajaan Palembang dalam wilayah Demak/Pajang, kita akan mundur dulu melihat Kerajaan Palembang saat masih dalam wilayah Kerajaan Majapahit sebagaimana diceritakan dalam blog https://arditamin.blogspot.co.id/2017/01/the-forgotten-story.html .



Kerajaan Palembang dalam wilayah Majapahit



1.       Aria Damar (Tan Swan Liong) (1455 – 1486)

Kemudian berganti nama menjadi Ario Dillah adalah Putra Brawijaya I yang pada zaman Ratu Suhita (Majapahit) dikirim ke Palembang untuk mengurus wilayah tersebut atas nama Majapahit. Mendirikan keraton Kuto Gawang yang berlokasi di Pabrik PT PUSRI sekarang, keraton tersebut hancur dan habis di bakar Belanda tahu 1659. Tiba di Palembang 1440 bersama Sunan Ampel dan keratonnya berdiri tahun 1455 bersamaan dengan tibanya selir Brawijaya 5 yang kemudian menjadi isterinya.

2.       Adipati Karang Widara (1486 - ………)
Tidak diketahui asal usulnya, tetapi menurut cerita dia menggantikan Ario Dillah yang pada akhir masa pemerintahannya diterpa berbagai masalah sehingga dibuang ke Cirebon dan wafat disana.

Kerajaan Palembang dibawah wilayah Demak/Pajang/Mataram


1.       Pangeran Sido Ing Lautan (………… - 1512)

Runtuhnya Majapahit dan berdirinya Kerajaan Demak membuat situasi pemerintahan berubah, tidak diketahui apakah Adipati Karang Widara sebagai wakil Majapahit masih memerintah di Palembang atau tidak. Akan tetapi sejarah mencatat Demak 2 kali menyerang Portugis di Malaka (http://nationalgeographic.co.id/berita/2015/07/kisah-raja-muda-dari-demak-yang-menantang-portugis) dan serangan pertama tahun 1512-1513 adalah gabungan dari Pasukan Demak dan Pasukan Palembang. Kisah ini memunculkan sebuah nama Pangeran Sido Ing Lautan yang menjadi misteri karena banyaknya versi cerita tentangnya. Sebuah versi mengatakan bahwa dia adalah kerabat Raden Patah yang sudah bersama sejak dari Palembang. Ketika Demak merencanakan menyerang Malaka 1512, Pangeran Sido Ing Lautan diperintahkan ke Palembang untuk memobilisasi pasukan dan kemudian bergabung dengan Pasukan Demak yang dipimpin Patih Unus. Dalam pertempuran di Malaka tersebut Sang Pangeran gugur sementara Patih Unus mundur kembali ke Demak. Sejak itulah namanya dikenal sebagai Pangeran Sido Ing Lautan sementara Patih Unus mendapat gelar Pangeran Sabrang Lor.

2.       Ki Gede Ing Suro (1547 – 1572)
Setelah masa “interregnum”selama 32 tahun. Datanglah anak dari Pangeran Sido Ing Lautan yang saat ayahnya berangkat menyerang Portugis di Malaka masih berusia kanak-kanak.  Ki Gede Ing Suro  datang bersama 24 bangsawan Demak lainnya yang hijrah ke Palembang kembali ke tanah leluhurnya, mendarat di Palembang tahun 1547. Pada tahun 1550 Ki Gede Ing Suro di nobatkan menjadi Raja di Kerajaan Palembang yang diakui oleh Kerajaan Demak yang saat itu sudah pindah ke Pajang. Berkuasa selama 26 tahun, dalam versi lain 22 tahun dan karena tidak memiliki anak, kekuasaan selanjutnya dipegang oleh adiknya Ki Gede Ing Suro Muda.


3.       Ki Gede Ing Suro Muda (1572 – 1589)
Raja ini adalah adik dari Ki Gede Ing Suro yang menggantikan kakaknya menjadi raja, saudara perempuannya menikah dengan Ki Gede Ing Ilir yang kemudian melahirkan penerus raja Kerajaan Palembang selanjutnya. Pada Masa ini dibangun kompleks Pemakaman Raja-Raja “Gedingsuro”.

4.       Pangeran Kimas Dipati (1589 – 1594)
Anak dari Ki Gede Ing Ilir yang menggantikan pamannya karena tidak memiliki penerus

5.       Pangeran Madi Angsoka (1594 – 1629)
Saudara dari Pangeran Kimas Dipati, pada masa ini terjadi “Perang Kafir” melawan Banten yang disebabkan hasutan Pangeran Mas anak Arya Pangiri cucu Sunan Prawata/Demak yang membuat  cerita bahwa Kerajaan Palembang masih kafir dan belum Islam, cerita ini kemungkinan besar berlatar belakang dendam karena Kerajaan Palembang berasal dari pelarian aliansi Adipati Jipang yang membunuh kakeknya. Mendapat masukan itu, spontan Raja Banten saat itu Maulana Muhammad yang masih muda menjadi panas, semangat dakwah mengislamkan nusantara yang berbaur dengan darah muda membuatnya segera membuat rencana penyerangan bersama dengan Pasukan Lampung yang menjadi tandemnya. Lahirlah motto “Lamun Banten di hareup Lampung di Buri, lamun Banten di Buri Lampung di hareup”. Perang berlangsung berhari-hari di Sungai Musi yang berakhir dengan gugurnya Maulana Muhammad dan mundurnya pasukan Banten kembali ke pangkalannya.

6.       Pangeran Madi Alit (1629 – 1630)
Meninggalnya Pangeran Madi Angsoka, memicu perebutan kekuasaan antara saudaranya dengan menantunya (Pangeran Jambi) yang akhirnya dimenangkan oleh saudaranya Pangeran Madi Alit, Raja ini hanya memerintah 1 tahun saja karena terbunuh dalam suatu perselisihan dalam keraton.

7.       Pangeran Made Soka / Raden Aria (1630 – 1636)
Menggantikan saudaranya Pangeran Made Alit, disebut juga Pangeran Sido Ing Puro karena meninggal didalam Pura.

8.       Pangeran Sido ing Kenayan (1636 – 1652)
Menggantikan saudaranya, istri atau Sang Permaisuri sangat terkenal pada masyarakat Palembang yang disebut Ratu Sinuhun, Sang Ratu membuat sebuah karya ketatanegaraan yang sangat terkenal disebut “Undang-undang Simbur Cahaya”

9.       Pangeran Sido Ing Pasarean (1652 – 1653)
Pangeran Sido Ing Kenayan wafat tidak meninggalkan keturunan, yang menggantikannya justru adalah saudara  Ratu Sinuhun yaitu Pangeran Ali Seda Ing Pasarean yang masih keponakannya sendiri. Ratu Sinuhun dan Pangeran Pasarean adalah anak Nyi Gede Ing Pembayun saudara dari Pangeran Sido Ing Kenayan yang kawin dengan Tumenggung Mancanegara dari Cirebon. Dengan naiknya Pangeran Sido Ing Pasarean menjadi Raja Palembang maka beralihlah nasab Raja-raja Palembang selanjutnya dari Demak ke Cirebon.

10.   Pangeran Sido Ing Rajek (1653 – 1660)  
Raja ini memerintah hanya setahun dan meninggal mendadak ditempat tidur, digantikan oleh anaknya Pangeran Sido Ing Rajek. Pada masa ini terjadi penyerangan oleh Pasukan Belanda yang membakar kota Palembang (1659) sehingga Raja mundur samapi ke Indera Laya. Pangeran Sido Ing Rajek meninggal di Indera Laya dan kemudian dimakamkan di dusun Saka Tiga.

Kerajaan Palembang Darussalam


1.       Raden Tumenggung/Kimas Endi Ario Kesumo ( 1659 -1706)

Adalah adik dari Pangeran Sido Ing Rajek, kemudian dikenal sebagai Sunan Cinde Walang yang menyatakan melepaskan diri dari wilayah Mataram sehingga Kerajaan Palembang Darussalam berdiri sendiri, Gelar lengkapnya adalah Sultan Abdurrahman Khalifatul Mukminin Sayyidul Imam. Pada masa ini didirikan Keraton Beringin janggut dan Kompleks Pemakaman Raja Cinde Walang.

2.       Sultan Muhammad Mansyur (1706 – 1714)
Nama panjangnya Sultan Muhammad Mansyur Jayo Ing Lago adalah anak dari Sultan Abdurrahman. Pada masa ini pemerintahan sudah mulai mendapat gangguan dari VOC/Belanda.

3.       Sultan Komaruddin/Raden Uju (1714 – 1724)
Menggantikan kakaknya menjadi raja selama 10 tahun

4.       Sultan Mahmud Badaruddin Jayo Wikramo (1724 – 1758)
Anak dari Sultan Muhammad Mansyur. Pada masa ini dibangun Keraton Kuto Batu atau Kuto Lamo pada tahun 1737. Dibangun pula Kompleks Pemakaman Sultan Kawah Tengkurep pada masa ini.

5.       Sultan Ahmad Najamuddin Adi Kesumo (1758 – 1776)
Anak dari Sultan Mahmud Badaruddin Jayo Wikramo

6.       Sultan Muhammad Bahauddin ( 1776 – 1803)
Anak dari Sultan Ahmad Najamuddin Adi Kesumo Pada masa ini dibangun Keraton Kuto Besak pada tahun 1791 – 1797 yang langsung ditempati Sultan begitu selesai, sementara Keraton Kuto Batu ditempati Putra Mahkota Sultan Mahmud Badaruddin II yang saat itu bergelar Pangeran Ratu.

7.       Sultan Mahmud Badaruddin II/Susuhunan Mahmud Badaruddin (1803 – 1812)
Anak dari Sultan Muhammad Bahauddin yang menggantikan ayahnya menjadi Raja di Palembang bukanlah sahabat Belanda, masa pemerintahannya penuh dengan drama perjuangan, bagaimana Sultan sebagai raja berusaha keras untuk mempertahankan bukan hanya kehormatannya tapi juga kedaulatan rakyatnya. Ditengah kekalutan akibat penaklukan Inggris atas Jawa pada tahun 1811, Sultan membantai delapan puluh dua orang (24 nya adalah Belanda)  Garnizun Belanda di Loji Sungai Aur Palembang. Pada tahun 1812 Inggris menyerang dan merampok Keraton Palembang serta mengangkat adiknya Sultan Ahmad Najamuddin menjadi Raja dengan gelar Susuhunan Diyauddin, sang Sultan berhasil melarikan diri, akan tetapi tahun 1813 dia menyerah dan kembali ke Palembang menjadi Raja kembali sampai Rafless menolak ketetapan tersebut dan kembali mengangkat adiknya menjadi Raja. Demikianlah campur tangan Inggris dan Belanda dalam pemerintahan Kerajaan Palembang Darussalam yang mengakibatkan ketegangan antara dua bersaudara yang menjadi Raja ini.

8.       Sultan Ahmad Najamuddin I/Susuhunan Diyauddin (1813 – 1818)
Menjadi Raja setelah Ketetapan Residen Palembang atas pengangkatan kembali Sultan Mahmud Badaruddin II  ditolak Raflfes. Memerintah dalam aroma ketegangan karena kakaknya yang seharusnya menjadi Raja masih berada di Palembang. Suasana ini berlangsung sampai tahun 1818 dimana Belanda mengirimkan satu ekspedisi ke Palembang menangkap dan mengasingkan Sultan Ahmad Najamuddin/Susuhunan Diyauddin ke Batavia kemudian ke Cianjur.

9.       Sultan Mahmud Badaruddin II/Susuhunan Mahmud Badaruddin (1818 – 1821)
Penangkapan Sultan Ahmad Najamuddin tidak membuat Kerajaan Palembang takluk, karena disana masih ada Sultan Mahmud badaruddin II yang segera memimpin pemerintahan. Belanda kembali mengirimkan ekspedisi pada tahun 1819 akan tetapi dapat dikalahkan oleh sang Sultan. Pada Tahun 1821 Belanda menghimpun pasukan besar yang terdiri dari 4.000 orang serdadu. Serangan pertama dapat dipatahkan oleh pasukan Palembang, tapi serangan kedua berhasil menembus pertahanan mereka dan Sultan Mahmud Badaruddin II diasingkan ke Ternate. Anak tertua Sultan yang diangkat menjadi Putra Mahkota dengan memakai gelar pamannya Sultan Ahmad Najamuddin II Pangeran Ratu ikut ditangkap Belanda dan diasingkan ke Ternate.

10.   Sultan Ahmad Najamuddin III Prabu Anom (1821 -1825)
Adalah anak dari Susuhunan Diyauddin yang menjadi raja setelah ayah, paman dan sepupunya ditangkap dan diasingkan Belanda. Memimpin pemberontakan pada 29 November 1824 namun akhirnya tertangkap Belanda tanggal 15 Oktober 1825 dan diasingkan ke Banda 19 Oktober 1825 kemudian ke Manado.

11.   Pangeran Kramo Jayo (1825 – 1851)
Pangeran Keramo Jayo menantu Sultan Mahmud Badaruddin II diangkat oleh pemerintah Belanda sebagai Rijksbe-stuurder. Pada tahun 1851, karena diduga mengorganisir pemberontakan di pedalaman, ia ditangkap dan diasingkan ke Probolinggo dan wafat tanggal 5 Mei 1862. Semenjak itu jabatan Rijksbe-stuurder dihapuskan dan jabatan tertinggi orang pribumi hanya demang dan berakhirlah Kejayaan Kerajaan Palembang Darussalam.





Allahu'alam bissawab
Wass
ACT











Friday, August 18, 2017

Sholat

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamualaikum wr wb...

Sholat
Sebetulnya materi ini sudah terkurung begitu lama dalam rongga kepala, hanya saja nafs berseteru dengan akal mengenai mana yang harus dibahas lebih dulu, syahadat kah? Atau sholat?. Banyak yang melatarbelakangi perseteruan itu, antara lain mana yang lebih penting untuk dipahami antara keduanya. Suatu saat Syahadat memenangkan pertarungan itu, sehingga terlontarlah tulisan bertajuk “syahadatain” beberapa tahun yang lalu. Akan tetapi tulisan itu berhenti hanya satu episode sementara materi yang sudah tercanangkan ada bergulung-gulung dikepala. Akhirnya waktu berlalu begitu saja, “syahadatain” macet tanpa sebab sementara “sholat”masih terus berada di antrian.
Akhirnya kuputuskan untuk memulai tulisan tentang “sholat” dan melupakan dulu “syahadatain”, insya Allah suatu saat nanti akan bersambung lagi. Karena bila tidak, materi tentang sholat ini akan dengan gampang tertimbun lagi oleh sampah dunia.

Apakah Sholat?
Berdasarkan turun perintahnya, maka sholat adalah hadiah yang diberikan oleh Allah Azza wa Jalla kepada Rasulullah dan ummatnya. Hadiah tersebut disampaikan langsung, tidak melalui malaikat Jibril as yang tugasnya menyampaikan wahyu. Belum ada seorang nabipun yang dipanggil dan berhadapan langsung dengan Allah Ta’ala, bahkan Nabi Musa as baru melihat cahayanya saja sudah jatuh pingsan. Rasulullah dipanggil Mi’raj oleh Allah Ta’ala, diperlihatkan berbagai hal termasuk surga dan neraka dan akhirnya dipanggil menghadap untuk menerima perintah sholat. Luar biasa bukan, Pemimpin kita dipanggil oleh Pemilik Semesta Alam dan menerima hadiah berupa sholat yang diperuntukkan bagi Pemimpin dan kita semua ummatnya. Dapat kita bayangkan bahwa sebelum kita lahir keatas dunia ini, sudah ada hadiah dari Pemilik Alam Raya ini yang diperuntukkan bagi kita. Saat menerima hadiah tersebut Rasulullah berulang kali bolak balik mohon agar jumlahnya diperkecil dari 50 sampai akhirnya menjadi 5 sehari semalam, bukan karena tidak berterima kasih, akan tetapi lebih kepada tahu diri atas kemampuan ummatnya, dibantu juga oleh keterangan para nabi yang menjelaskan kewajiban yang sama pada ummatnya.

Kenapa Sholat?
Rasulullah saw adalah Habibullah (kekasih Allah) sehingga ummatnyapun adalah ummat dari sang kekasih, karena itu sebagai ummat dari sang kekasih kita diberikan begitu banyak hadiah oleh Azza wa Jalla, salah satunya adalah sholat. Agar lebih lengkap sesungguhnya hadiah bagi ummat Rasulullah tersebut adalah : “waya syahadatani wa aiyyidatum al Imani, wa saumu wa sholatu wahajju wa zakatu”. Yang pertama adalah syahadat yang memperkokoh dan menyempurnakan iman, kemudian puasa kemudian sholat kemudian haji kemudian zakat. Tuh….. banyak kan hadiahnya, terima kasih dong sama Allah Ta’ala.
Kembalike pertanyaan diatas “kenapa sholat?”. Saking sayangnya Allah Ta’ala kita diberikan sholat sebagai perisai bagi kita untuk menghadapi semua cobaan, godaan dan rayuan baik dari syaitan maupun dari dunia. Alquran menerangkan kepada kita dalam Surat Al-Ankabut : 45 yang bunyinya : “Inna sholata tanha anil fahsya I wal munkar” yang terjemahan bebasnya kira-kira “sesungguhnya sholat itu mencegahmu dari perbuatan keji dan munkar”. Artinya adalah bilamana kita sholat maka kita akan terhindarkan dari perbuatan keji dan munkar, dahsyat bukan? Itu adalah janji Allah Ta’ala yang jelas berbeda dengan janji kita, janji boss, janji majikan, janji pacar dan janji manusia lainnya karena : “Innaka la tuhliful mi’ad” (HR Baihaqy), Allah itu tak pernah ingkar janji.

Janji Allah Ta’ala ini kemudiaan menjadi fenomena setelah kita melihat orang-orang yang kelihatannya ahli sholat tapi pada kenyataannya, korupsi, mencuri, melakukan pelecehan seksual dan banyak lagi perbuatan-perbuatan yang tergolong keji dan munkar. Lalu apa yang salah?
Berangkat dari hadist diatas jelas bahwa Allah Ta’ala tidak mungkin ingkar atas janjinya yang tercantum dalam Al-Ankabut : 45. Maka, bilamana sang pelaku adalah seorang ahli sholat, kemungkinan besar “sholatnya” yang salah. Waahhhh…. Ini baru gawaaattt. Mungkinkah itu? Jawabannya sangat mungkin, oleh karena itu kita akan coba membedah sholat secara sederhana.
1.     
          Rukun sholat.
Ada 13 rukun sholat, sejak niat sampai tasyahud akhir, apabila semua terpenuhi maka secara formal sholatnya sah dan Al-Ankabut 45 berlaku padanya.
2.      
      Bacaan sholat
Alquran Surat Annisa : 43 menjelaskan : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.”

Sepintas terjemahan tersebut biasa saja, tapi bila kita renungkan kalimat awalnya, terutama kalimat “sampai kau mengerti apa yang kau ucapkan”, nyeeessss…… terasa deh .. kena jantungnya.
Tenyata ada 2 topik menyangkut sholat yang dapat kita bedah, kita akan ulas dari bawah dulu, mengenai nomor 2 bacaan sholat dan ternyata termasuk juga mengenai khusuk dan tidak, tidaklah membatalkan sholat, artinya sholat tetap sah walaupun kita gak ngerti apa yang dibaca dan tetap sah secara formal walaupun ternyata sholat sambal ngebayangin hutang. Jadi karena sholatnya sah maka Al-Ankabut 45 harusnya tetap berlaku. Gak mungkin korupsi, dll

Kita bedah rukun sholat sekarang. Dari 13 rukun sholat hanya 2 rukun saja yang berupa bacaan atau 3 bila bersama Takbiratul Ihram. Apa saja itu, Al Fatihah dan Tasyahud (awal dan akhir), selebihnya adalah gerakan. Tak ada aturan khusus mengenai Takbiratul Ihram, yang penting lafaznya benar, mengenai tasyahud juga begitu walaupun terdapat khilafiyah soal kata “sayyidina” tetap saja sah secara formal apabila sudah dibaca. Yang cukup mengejutkan adalah Al-Fatihah, tidak banyak yang tahu bahwa dari 14 tasdid/sabdu pada Al-Fatihah tidak boleh ada yang tertinggal (https://arditamin.blogspot.co.id/2017/01/memory-and-gemeinschaft.html), sehingga bila ada tertinggal maka bukan AlFatihah namanya, kalau bukan AlFatihah maka tidak sah sholatnya. Waduhhhhh……

Al Fatihah
Berdasarkan asbabun nuzulnya, suatu saat Malaikat Jibril as mendatangi Rasulullah saw dan berkata : “wahai kekasih Allah, hari ini pintu langit terbuka, seluruh penduduk langit turun ke muka  bumi untuk mengantarkan satu surat yang belum pernah diturunkan kepada Nabi manapun, surat itu bernama Al-Fatihah”. Bayangkan betapa dahsyatnya surat ini, seluruh penduduk langit turun hanya untuk mengantarkannya saja. Demikianlah Surat yang luar biasa ini kemudian dijadikan sebagai penghulu Alquran. Menjadi symbol alam semesta dengan 7 ayatnya mewakili 7 lapis bumi dan 7 lapis langit serta 7 hari penciptaan alam semesta.
Kita tidak akan membahas mengenai Fadlilah dari Al-Fatihah akan tetapi hanya mencoba mencari tahu kenapa orang-orang yang kelihatannya ahli sholat tetapi masih saja berbuat keji dan munkar. Dan bila benar itu karena Al-Fatihah….. sungguh ternyata kita masih harus belajar lagi tentang Al-Fatihah.

Yuk…belajar Al-Fatihah lagi………………………………
1.       Ada 14 tasdid (sabdu)
2.       Ghairil Maghdu, tidak bergetar karena itu Ghin mati bukan Rho mati
3.       Waladdlollin, dlo dibaca panjang 6 harakat
4.       Dst…dst…dst

 Allahu’alam bissawab
Barakallahu li walakum
Wassalamualaikum wr wb

ACT 


Sejarah

  Bismillahirrahmanirrahim… Sejarah Sejarah adalah cerita tentang masa lalu, bisa jadi tentang kebaikan atau keburukan, kemegahan atau k...