Assalamualaikum wr wb
Sore yang syahdu.... saat
semua hiruk pikuk berada dipersembunyian....ketika suhu politik dan sosial
sudah mulai mendingin....teringat akan beberapa kisah sejarah versi dongeng pengantar minum kopi yang mungkin akan
terlupakan, beberapa akan coba diuntai dibawah ini,...semoga bermanfaat.
Hijrah Pertama
Saat begitu kuat ancaman
dan penderitaan yang dilakukan kafir Quraisy kepada kaum muslimin Makkah,
Rasulullah saw. memberikan instruksi agar sebagian kaum hijrah ke Habasyah
(Nejez), beliau bersabda kepada mereka. ‘Bagaimana
kalau kalian berangkat ke negeri Habasyah, karena rajanya tidak mengizinkan
seorang pun didzalimi di dalamnya, dan negeri tersebut adalah negeri yang
benar, hingga Allah memberi jalan keluar bagi penderitaan yang kalian alami?’
Berangkatlah rombongan
besar para sahabat berikut keluarganya, Tercatat bahwa Sayyidina Ustman ra.
beserta istrinya Ruqayyah binti Muhammad (putri ke 2 Rasulullah) berada
didalamnya, Jaffar bin Abi Thalib (Paman Rasulullah), Zubbair bin Awwam (Paman
Rasulullah), Abdurrahman bin Auf, Zaid bin Haritsah (anak angkat Rasulullah)
serta sahabat lainnya yang berjumlah 83 orang. Kedatangan mereka diterima
dengan tangan terbuka oleh Raja Nejez yang beragama Nasrani, diperlakukan
dengan sangat baik, dianggap saudara bahkan ketika utusan Quraisy (Amr bin Ash)
datang untuk mengambil mereka, Raja Nejez menolaknya mentah-mentah bahkan
mengusirnya dan mengatakan bahwa mereka yang datang dari Makkah ini adalah
saudaranya.
Subhanallah, kita ….. yang
merasa muslim berhutang untuk kebaikan ini, mereka telah menolong bukan saja
putri dan menantu Rasulullah saw., tetapi terdapat 3 dari 10 sahabat yang
dijamin surga oleh Rasulullah berada disana. Ketika Rasulullah saw. telah berada
di Madinah, utusan Raja Nejez yang datang berkunjung diterima di Masjid Nabawi.
Qadisiyah
Dalam salah satu episode
Perang Qadisiyah, setelah Perang Jembatan berakhir dan gugurnya Abu Ubaid,
Musanna bin Haritsah melakukan konsolidasi pasukan sambil kembali menyusun
kekuatan. Mobilisasi tambahan pasukan muslim dilakukan oleh Khalifah Umar bin
Khattab ra. dari Madinah, di susul kemudian pasukan Banu Namr, kemudian Banu
Bajilah dipimpin oleh Jarir, Banu Azd dipimpin Arfajah, Banu Kinanah dipimpin
Galib bin Abdullah semua berangkat beserta anak dan isteri untuk bergabung
dengan Musanna. Menyusul bergabung adalah kelompok yang dipimpin Anas bin
Hilal, Banu Taglib dipimpin oleh Ibn Mirda Al Fihr, semuanya pasukan Nasrani,
menghadap Musanna dan bersumpah untuk berperang bersama saudara-saudara
muslimnya memerangi Persia. Dalam perang ini gugur Mas’ud bin Haritsah (adik
Musanna) dan Anas bin Hilal di pangkuan Musanna.
Subhanallah…. ,kita
dipertontonkan dengan sebuah Ukhuwah Wathoniyah yang luar biasa (saya tidak bisa berhenti menangis walaupun
telah berkali-kali membaca kisah ini)
Nusantara
Masuknya Islam di nusantara
ini tidak bisa lepas dari para pedagang Islam yang berasal dari Gujarat (India)
dan Yaman, akan tetapi ada satu periode dimana ternyata China Muslim juga
mempunyai andil dalam penyebaran ini. Sejarah mencatat bahwa Laksamana Ceng Ho
(China Muslim) beserta armada Islamnya berkeliling dunia sejak tahun 1402 –
1408, tercatat 3 kali memasuki nusantara, disetiap pelabuhan sejak dari Samudra
Pasai (Aceh), Palembang, Sunda Kelapa (Jakarta), Cirebon, Semarang sampai Tuban
armada ini meninggalkan orang untuk berdakwah. Di Semarang yang turun adalah
salah satu Laksamananya yang bernama Ma Huan yang kemudian oleh pendatang China
sesudahnya dibikinkan Kelenteng Sam Po Kong, padahal dia adalah pendakwah Islam
yang kemudian dikenal sebagai Kyai Dampu Awang dan putrinya dinikahi oleh Prabu
Siliwangi.
Bila sejarah mencatat
Maulana Malik Ibrahim mendarat di Gresik tahun 1404, maka sangat mungkin beliau
berada dalam periode dakwah yang sama dengan pelaut pelaut Laksamana Ceng Ho.
Kisah ini tidak pernah
dibahas dan diulas secara umum, bahkan bila kita menceritakan ini kepada
masyarakat China baik yang ada disini maupun di daratan China, mereka sama
sekali tidak tahu (atau lebih tepat tidak peduli)
Champa,
Wali Songo, Majapahit dan Demak
Maulana Malik Ibrahim atau
Makdum Ibrahim as-Samarkandi yang di kenal juga sebagai Syekh Ibrahim Asmarakandi
atau Kakek Bantal, sebutan terakhir karena beliau selain pedakwah juga adalah
tabib (ahli pengobatan) yang selalu membawa bantal bila bepergian sebagai sarana pengobatannya. Tidak pernah mengaku sebagai keturunan Rasulullah
walaupun para ahli sejarah dan nasab sepakat bahwa beliau adalah Generasi ke 20
yang dimulai dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra., sebagaimana Patih Unus Raja
Demak ke II yang diyakini sebagai Generasi ke 21 Rasulullah dengan rantai nasab
yang berbeda.
Maulana lahir di Samarkand
kemudian hijrah bersama Ayah dan saudaranya ke Gujarat sebelum akhirnya sampai
di Jawa. Mereka kemudian berpisah, Ayahnya hijrah ke Makasar dan wafat disana,
adiknya Maulana Ishak ke Samudra Pasai dan berdakwah disana sementara Maulana
Malik Ibrahim hijrah ke Champa (Sir Thomas Rafless menyebutnya Chermen),
menikah dengan putri Champa berdakwah selama 12 tahun disana. Pada masa itu
terdapat hubungan yang erat antara kerajaan Champa dengan kerajaan di Jawa. Dari
Zaman Kartanegara (Singosari) sampai dengan Brawijaya V (Majapahit terakhir)
semua raja memiliki selir dari Champa, sebaliknya putri dari Jawa pun selalu
ada yang menjadi selir Raja Champa. Dengan niat dakwah dan mengetahui bahwa terdapat
seorang bibi (adik ibu mertuanya) di Jawa yang menjadi selir raja, berangkatlah
beliau meninggalkan anak dan istrinya kemudian sampai di Gresik 1404 M.
Anaknya Raden Rahmat (Sunan
Ampel - lahir 1401) bersama saudaranya Ali Murtadho berangkat menyusul ayahnya
ke tanah jawa tahun 1430, singgah di Palembang selama 3 tahun kemudian mendarat
di Gresik tahun 1433. Laporan mereka bahwa tanah di Palembang tidak ada yang
mengurus membuat Ratu Suhita Raja Majapahit saat itu mengutus keponakannya anak
Purwawisesa (yang kemudian menjadi Brawijaya I) dari selir Champa bernama Arya
Damar (Tan Swan Liong) untuk mengurus tanah Palembang, berangkatlah Arya Damar
ke Palembang didampingi oleh Raden Rahmat (yang memiliki nama Champa Bong Swi
Hoo), tahun 1443 Raden Rahmat kembali ke Jawa dan lebih dikenal sebagai Sunan
Ampel.
Pada Masa Brawijaya V (Bre
Kertabhumi), salah satu selirnya yang berasal dari Champa mendapat tekanan dari
selir lainnya, kemudian Brawijaya mengirimkan selir yang sedang hamil tersebut
pada sepupunya Aria Damar di Palembang agar tidak terjadi keributan. Sampai di
Palembang selir tersebut dinikahi oleh Aria Damar dan kemudian melahirkan 2
orang anak, Tan Jin Bun anak Kertabhumi dan Tan Kin San anak Aria Damar,
keduanya kemudian lebih dikenal sebagai Raden Patah dan Raden Kusen/Husen.
Raden Patah setelah dewasa pergi menemui ayahnya Kertabhumi yang menjadi
Brawijaya V, kemudian diberi tanah di daerah Bintoro sehingga beliau juga
dikenal sebagai Raden Bintoro. Di tanah itulah kemudian Raden Patah dibantu
Wali Songo mendirikan Kerajaan Islam pertama di Jawa yaitu Kerajaan Demak.
Demikian cerita-cerita yang
mungkin terlupakan, paling muantapp dibaca sambil nyeruput kopi atawa wedang
jahe…. Mak nyosssssss
Masalah benar atau tidaknya
wallahu’alam bissawab, paling tidak dapat menjadi dongeng pengantar minum
kopi.
Barakallahu li walakum
Wassalamualaikum wr wb
ACT
Terimakasih..
ReplyDelete